Produk Market Leader AMDK Ini Dominasi Daftar Merek Penyumbang Sampah

3 hours ago 2

Jakarta -

Hingga kini tumpukan sampah plastik di sungai-sungai Indonesia masih menjadi masalah serius. Terbaru, organisasi lingkungan Sungai Watch merilis daftar merek produk yang menjadi penyumbang sampah plastik yang banyak mencemari sungai di Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur.

Data Brand Audit Report 2024 dari Sungai Watch menunjukkan sebagian besar sampah yang mencemari sungai berasal dari produk kemasan plastik bermerek dari Wings dan Aqua. Audit tahun ini menjadi yang terbesar bagi Sungai Watch, dengan wilayah pengawasan yang diperluas hingga Banyuwangi.

Dalam laporannya, Sungai Watch mencatat telah mengumpulkan 600 ribu item sampah dari berbagai sungai di Bali dan Banyuwangi. Dari jumlah tersebut, sekitar 17% atau 102 ribu item sampah berasal dari produk Aqua, terutama dalam bentuk gelas dan botol plastik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun Grup Wings menjadi penyumbang sampah terbesar pada 2024 dengan total 52.600 item dari berbagai merek, Danone tetap menempati posisi teratas sebagai penyumbang terbesar dari satu merek, yaitu Aqua, dengan 39.480 item sampah.

"Selama empat tahun, Danone konsisten berada di peringkat pertama sebagai perusahaan penyumbang sampah," tulis laporan audit tersebut dikutip Jumat (21/2/2025).

Laporan ini lantas menjadi sorotan publik karena memperlihatkan kontradiksi antara klaim keberlanjutan merek-merek besar dengan realitas di lapangan. Klaim Aqua yang menyebut produknya 100% dapat didaur ulang juga dipertanyakan oleh Sungai Watch. Sebab Danone disebut tidak memiliki sistem deposit, pengumpulan, dan daur ulang yang layak bagi siklus akhir dari produk mereka.

"Maka, sebagian besar gelas dan botol plastik itu berakhir di sungai, pantai, dan hutan mangrove," kata Sam Bencheghib dalam sebuah video saat merilis Brand Audit Report 2024.

"Dan Danone, kami tidak bisa terus-terusan memunguti produk-produk kalian dari sungai-sungai sepanjang hidup kami, terlalu banyak gelas dan botol Aqua yang kami punguti, sehingga inilah saatnya (kalian) benar-benar melakukan perubahan," imbuhnya.

Laporan ini juga mengungkap Aqua sangat mengandalkan kemasan ukuran kecil yang sulit dikumpulkan dan didaur ulang. Hal ini sejalan dengan kondisi di lapangan, di mana ditemukan sepertiga dari sampah Aqua berupa gelas plastik 220 ml.

Di sisi lain, Aqua diketahui mulai menghapus produk gelas plastik 220 ml dari situs resminya dan menggantinya dengan 'Aqua Cube' berukuran serupa. Namun, produk gelas plastik lama masih banyak dijual di pasaran.

Selain itu, audit Sungai Watch juga menemukan adanya perbedaan harga yang signifikan. Gelas Aqua 220 ml dijual seharga Rp1.000, sedangkan 'Aqua Cube' dengan ukuran yang sama yaitu 220 ml dibanderol Rp2.000. Pada Februari 2025, volume air dalam gelas Aqua bahkan menyusut dari 220 ml menjadi 200 ml tanpa ada perubahan harga.

"Konsumen sekarang membayar sama, tapi mendapatkan lebih sedikit," ungkap laporan tersebut.

Sungai Watch menilai perubahan kemasan ini tidak memberikan dampak signifikan terhadap pengurangan sampah plastik. Tanpa adanya sistem pengelolaan sampah yang memadai, perubahan ini justru memperkuat ketergantungan pada plastik yang sulit didaur ulang.

"Ketika perusahaan mengklaim akan mengurangi polusi plastik, publik mengharapkan aksi nyata, bukan sekadar perubahan kosmetik," tutup laporan Sungai Watch.

(prf/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial