Jakarta -
Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, merupakan kawasan sentra bunga terbesar se-Asia Tenggara. Di kawasan ini tersedia mulai dari bunga segar, karangan bunga, dekorasi hingga papan bunga semuanya tersedia di kawasan ini.
Salah seorang penjual bunga segar dan bunga tabur bernama Didi mengatakan kondisi penjualan di kawasan ini cenderung stabil sepanjang tahun. Artinya, kawasan ini masih sangat hidup berbeda dengan pasar-pasar lain yang kini mulai sepi.
Meski begitu ia yang sudah berjualan di sentra bunga terbesar Se-ASEAN tersebut sejak 1986 silam mengatakan baru tahun ini merasakan kondisi pasar sepi pembeli jelang Hari Raya Imlek, selain saat Pandemi Covid-19 berlangsung.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekarang dagangnya lagi anjlok. Kalau bulan Januari mau imlek itu memang sudah tanggal 6, tanggal 10 itu sudah ramai banget. Pohon jeruk, semuanya kayak pohon yang merah-merah itu sudah ramai. Sekarang ini sudah tanggal berapa ini masih anjlok belum ada orang belanja," kata Didi saat ditemui detikcom, Selasa (14/1/2025).
Pasar Bunga Rawabelong Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
"Cuma tahun ini aja tuh kaget, memang benar-benar orang kaget. Ini jelang tahun baru sampai sekarang ini belum ada pergerakan, belum. Baru tahun ini saja kaya begini, sebelumnya nggak. Paling pas pandemi doang yang juga anjlok," sambungnya.
Padahal saat Hari Raya Imlek atau hari besar lainnya, omzet para pedagang bisa naik hingga dua kali lipat atau bahkan lebih. Khususnya untuk pembelian bunga tabur seperti yang banyak dijualnya dan beberapa jenis tanaman lainnya.
"Kalau imlek gitu biasanya orang beli bisa 10 bungkus, bisa 15 bungkus sekali beli. Jadi kita bawa lebih bisa 40, itu juga jam setengah sebelas biasanya sudah habis. (Jadi ada kenaikan omzet?) ada. (Berapa kira-kira?) Bisa dua kali lah, pokoknya kita incar dari yang beli-beli banyak itu buat tabur di laut tuh biasanya," terangnya.
Menurutnya penurunan jumlah pembeli ini terjadi lantaran curah hujan saat ini yang sangat deras dan lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Karena sepanjang tahun pasar bunga yang buka 24 jam ini hanya sepi saat hujan saja.
"Beberapa hari ini pagi sampai sore sampai malam itu hujan kagak berhenti. Kaya hari ini dari beduk subuh hujan sampai sekarang nih, baru mau berhenti sebentar paling ntar jatuh lagi hujan itu. Kalau musim hujan penjualan turun soalnya, orang belanja nggak ada. Nggak ada orang ke pasar gitu," jelasnya.
Selain mempengaruhi jumlah pembeli yang datang ke kawasan pasar, curah hujan yang tinggi juga membuat bunga segar milik para pedagang lebih cepat layu dan rusak. Sehingga membuat pedagang pasar kerap merugi karena dagangannya harus dibuang begitu saja.
"Justru kalau lagi sepi kayak gini pak, kalau kita diam di sini justru yang kita pegang habis. Karena bunga-bunga ini bisa layu. Jadi kalau musim panas, kering, tuh kalau belanja sekarang besok pun masih bagus, tiga hari pun bagus.Tapi kalau musim hujan, ya begitu lah, sehari sudah rusak, apalagi kalau kena hujan," ucapnya.
Padahal di sisi lain, Didi mengaku para pedagang harus secara rutin membeli bunga dari petani baik saat penjualan ramai atau sepi seperti sekarang ini. Alhasil jika penjualan sepi, para pedagang harus menanggung kerugian sendiri.
"Jadi kitanya nggak boleh misalnya lagi ramai kita ambil terus kita lagi sepi kita nggak ambil, nggak boleh. Kalau gitu nanti pas ramai nggak dikasih duluan. Jadi kalau sepi kadang seperempat modal saja nggak balik," kata Didi.
Sementara itu, pedagang bunga segar lain bernama Iwan juga mengatakan sehari-hari penjualan bunga di kawasan ini memang cenderung stabil sepanjang tahun. Berkat itu pada kondisi normal ia mengaku masih bisa mendapat omzet lebih Rp 5 juta per bulan.
"Sebulan paling Rp 5 juta lebih lah. (Kalau lagi ramai atau Hari Raya gitu?) bisa dua kalinya, kadang lebih. Cuma ya kalau lagi banyak yang nikah atau acara ya ramai, kalau lagi sepi ya sepi. Kadang hari besar kalau yang acara sedikit, ya sedikit juga kita dapatnya," terang Iwan.
Pasar Bunga Rawabelong Foto: Ignacio Geordy Oswaldo
Menurutnya dalam kondisi normal saat ramai toko bunga miliknya bisa kedatangan sekitar 15 orang pembeli. Sedangkan saat sepi ia masih bisa mendapat 5 pembeli.
"Kalau lagi rame paling banyak ya 15 orang ada sih sehari. Kalau lagi sepi ya 5 orang kadang. Cuma ini nggak tahu sampai siang saja masih kosong. Mungkin malam nanti baru ada, kan dari tadi hujan soalnya," katanya.
Namun menurutnya sudah lebih dari seminggu terakhir ini Pasar Bunga Rawa Belong sepi pembeli karena hujan yang terus mengguyur Jakarta. Padahal harga bunga-bunga yang dijualnya sangat bergantung pada tingkat kesegaran, sehingga semakin lama bunga terjual, akan semakin kecil juga keuntungan yang bisa diterima. Bahkan terkadang jual rugi daripada tidak dapat pemasukan sama sekali.
"Kaya Aster ini Rp 20.000 seikat, kalau sudah agak layu turun jadi 15.000. Kalau dibeli untuk papan bunga itu bisa Rp 5.000 saja seikat. (Kok untuk papan bunga jualnya murah banget?) kalau papan bunga itu kan pakaiannya memang yang sudah rada layu, bukan yang masih segar-segar. (Jadinya jual rugi?) iya rugi," terangnya.
"Kalau mawar itu Rp 40.000 ribu seikat. Cuma dia kalau sudah agak layu bisa dicopot dari tangkainya jadi bunga tabur. Kalau masih nggak kepakai ya dibuang," pungkas Iwan.
(fdl/fdl)