Pakar Minta DPR Kaji Ulang Jaksa Hanya Jadi Penyidik HAM di Draf RUU KUHAP

5 hours ago 2

Jakarta -

Beredar draf RUU KUHAP yang menyebut kewenangan jaksa hanya di kasus HAM. Jika draf itu benar, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas AlAzharIndonesia (UAI),SuparjiAhmad,meminta Komisi III DPR RI mengkaji ulang.

"Sebaiknya rumusan tersebut dikaji kembali. Karena korupsi masih menjadi musuh bersama, sehingga perlu banyak energi untuk memberantasnya. Untuk itu, penyidik kejaksaan masih sangat diperlukan untuk menyidik tipikor," kata Suparji saat dihubungi, Sabtu (15/3/2025).

Menurutnya, revisi UU KUHAP seharusnya dibuat untuk memperkuat penyidikan tipikor. Terlebih, kata dia, penyidik kejaksaan dalam tipikor telah bertugas secara produktif.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada sisi lain, penyidik kejaksaan dalam tipikor sangat produktif. Rumusan KUHAP hendaknya memperbaiki kelemahan dalam penyidikan tipikor. Bukan mengurangi kewenangan lembaga," jelasnya.

Lebih lanjut, Suparji mengatakan mekanisme kerja antara penyidik dan jaksa tidak dapat dipisahkan. Menurutnya, penyidik dan jaksa harus bekerja bersama dalam menegakkan hukum pidana.

"Kondisi kerja yang kolaboratif antara penyidik dan jaksa inilah yang harus diatur secara jelas dalam KUHAP mendatang. Bagaimanapun antara penyidik dan jaksa adalah lembaga yang ada dalam satu rumpun eksekutif, yang mana organ kelengkapan di dalamnya tidak boleh terkotak-kotak," paparnya.

"Jadi dalam sistem peradilan pidana nantinya yang melakukan kontrol atas kerja penyidik dan jaksa adalah Hakim (Pengadilan) sebagai pemegang kekuasaan yudikatif. Konsep mekanisme kerja yang kolaboratif sebenarnyalah yang cocok bagi bangsa Indonesia yang berpaham integralistik, artinya bisa bekerja bersama-sama secara gotong royong," imbuh dia.

Sebagai informasi, kewenangan jaksa dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) menjadi sorotan. Dalam RUU tersebut tertulis jaksa hanya menjadi penyidik kasus tindak pidana pelanggaran HAM berat.

Aturan itu tertuang dalam draf RUU KUHAP pasal 6 tentang penyidik. Pasal tersebut menjelaskan kategori penyidik, berikut bunyinya:

Pasal 6
(1) Penyidik terdiri atas:
a. Penyidik Polri;
b. PPNS; dan
c. Penyidik Tertentu.
(2) Penyidik Polri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan penyidik utama yang diberi kewenangan untuk melakukan Penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang.
(3) Ketentuan mengenai syarat kepangkatan, pendidikan dan pelatihan, serta sertifikasi bagi pejabat yang dapat melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam penjelasan lebih lengkap, dijelaskan beberapa kategori yang termasuk dalam penyidik tertentu. Di antaranya penyidik KPK, penyidik TNI AL yang melakukan penyelidikan sesuai peraturan perundang-undangan, dan penyidik jaksa dalam hal ini melakukan tindak pidana pelanggaran HAM berat.

"Yang dimaksud dengan 'Penyidik Tertentu' adalah penyidik Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, penyidik perwira Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perikanan, kelautan, dan pelayaran pada wilayah zona ekonomi eksklusif dan jaksa dalam tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia berat," demikian bunyi penjelasan tersebut.

(amw/idh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial