Pakar AI: Jangan Asal Ganti Orang dengan AI, Bisa Ambruk Ekonomi

1 month ago 41

Jakarta -

Pemerintah perlu membuat kebijakan khusus dalam menghadapi perkembangan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI). Tujuannya untuk mengantisipasi tsunami pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi di banyak negara tidak menimpa Indonesia.

Pemerintah harus punya visi yang jelas untuk melindungi sumber daya manusia (SDM) agar tidak menjadi korban AI.

"Indonesia memang sebaiknya tidak ketinggalan dalam hal teknologi. Tapi perlu ada kebijakan khusus agar tidak asal replace (mengganti) orang dengan AI. Ambruk malahan ekonominya, " kata pakar AI dari Universitas Indonesia (UI) Firman Kurniawan dalam wawancara dengan detikcom, Jumat (31/1/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Negara tidak boleh membiarkan penerapan AI tanpa peta yang jelas. Semestinya dibuat peta yang mengatur penerapan AI dilakukan secara sistematis dan bertahap, sehingga penerapannya di satu sektor bisa membantu pertumbuhan di sektor lain, bukan malah mematikan. Indonesia sebaiknya tidak meniru Amerika Serikat (AI) dalam penerapan AI karena kondisi ekonomi , sosial dan budaya yang berbeda.

"Kalau AS ramai PHK akibat AI, di sana menumbuhkan kreativitas untuk bersaing lebih baik. Kalau kita, kehantam AI malah mati. Kita bisa berkaca pada kasus Pasar Tanah Abang, dihantam Tiktok saja ambruk," jelas Firman yang juga menjadi pemerhati budaya tersebut.

Menurut Firman, perlu dipertimbangkan pengaruh penting teknologi tidak semata bergantung pada aspek teknisnya. Pada teknologi, juga terdapat aspek sosial, budaya, ekologi, dan politik. Maka penting memperhatikan aspek budaya maupun organisasi teknologi dalam desain dan penerapan teknologi.

Pengorganisasian penerimaan teknologi penting dibahas dengan serius termasuk soal regulasi yang dikenakan di seluruh aspek teknologi. "Penyusun regulasi mutlak punya kedalaman pemahaman mengenai AI. Tidak sekedar memadai, namun mampu melihat implikasinya hingga jauh ke depan," tegas Firman.

Firman merujuk pernyataan CEO OpenAI Sam Altman pada 2023 yang mengakui AI berpotensi menimbulkan bahaya yaitu digantikannya tenaga kerja manusia secara massal oleh seperangkat mesin berbasis AI. Pangakuan Altman tersebut, menurut Firman, kini sudah terbukti; banyak perusahaan di AS, Korea dan China melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran karena beralih investasi ke AI.

Firman membeberkan laporan Paul Hoffman dan Sebastian Klovig Skelton sebagai bukti adanya tsunami PHK tenaga kerja akibat AI. Hoffman adalah analis di BestBroker.com, perusahaan yang memandu para trader dalam membuat keputusan yang tepat, saat memilih platform trading.

Hoffman, dalam, "2024 Tech Layoffs: Over 260,000 Jobs Slashed Globally Since January", menyebut PHK brutal yang menimpa 167.000 karyawan di perusahaan teknologi selain karena tantangan ekonomi dan suku bunga yang tinggi, juga akibat kemajuan AI.

Sebastian Klovig Skelton, pada 2024, dalam "Tech Sector Layoffs Mount Amid AI investment Frenzy" secara terbuka merujuk PHK di berbagai perusahaan teknologi terjadi akibat makin dimanfaatkannya AI maupun pembelajaran mesin. Hal ini misalnya terjadi pada Cisco, Dell, Meta dan Amazo. Cisco memutus hubungan kerja terhadap 7% tenaga kerja, seraya melakukan investasi US$1 miliar di perusahaan berbasis AI.

Dell mengurangi tenaga penjualan manusia dengan mengalokasikan kembali modal yang dihemat ke teknologi berbasis AI. Meta memangkas karyawan agar dapat berinvestasi untuk memenuhi tujuan jangka panjang pada kinerja yang diperankan AI. Amazon membebaskan ratusan posisi yang semula dikerjakan manusia kepada penggunaan Generatif AI. Dan Intuit mengganti 1.800 tenaga kerja dengan sumber daya yang terintegrasi dengan AI.

(iy/hns)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial