Ogah Dituding Monopoli, Google Beberkan Alasannya

3 hours ago 2

Jakarta -

Google menolak putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) yang menyebut perusahaan terbukti melakukan praktik monopoli. Perwakilan Google menyatakan tidak sepakat dengan keputusan tersebut.

Perwakilan Google mengklaim praktik yang diterapkan saat ini membawa dampak positif pada ekosistem aplikasi Indonesia. Tidak hanya itu, Google mengklaim menciptakan lingkungan yang sehat dan kompetitif.

"Kami tidak sepakat dengan keputusan KPPU dan akan menempuh jalur banding. Kami meyakini bahwa praktik yang kami terapkan saat ini berdampak positif pada ekosistem aplikasi di Indonesia, dengan mendorong terciptanya lingkungan yang sehat dan kompetitif," kata Perwakilan Google dalam keterangan yang diterima detikcom, Rabu (22/1/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Google menerangkan iklim yang sehat dan kompetitif ini melalui penyediaan platform yang aman, akses ke pasar global, serta keberagaman pilihan, termasuk alternatif sistem penagihan sesuai pilihan pengguna (User Choice Billing) di Google Play.

Selain itu, Google juga mengaku telah memberikan dukungan kepada para pengembang Indonesia melalui berbagai inisiatif yang komprehensif. Di antaranya, program Indie Games Accelerator, Play Academy, dan Play x Unity, yang merefleksikan investasi mendalam kami demi kesuksesan mereka.

"Kami berkomitmen untuk selalu patuh kepada hukum Indonesia dan akan terus berkolaborasi secara konstruktif dengan KPPU dan seluruh pihak terkait sepanjang proses banding berjalan," imbuh dia.

Sebelumnya, KPPU memutuskan memberi sanksi denda sebesar Rp 202,5 miliar kepada Google LLC karena terbukti melakukan praktik monopoli. Putusan ini dikeluarkan KPPU setelah Google LLC ditetapkan melanggar beberapa pasal dalam peraturan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Dalam putusannya, Majelis Komisi melalui analisis pasar multi-sisi menjelaskan Google Play Store merupakan platform digital yang menghubungkan antara developer aplikasi dan pengguna aplikasi dengan menyediakan fitur Google Play Billing (GPB) System dalam Google Play Store sebagai sistem penagihan dalam transaksi pembayaran untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi (in-app purchase). Adapun pasar bersangkutan dalam perkara ini adalah jasa distribusi aplikasi dan layanan digital melalui platform digital yang dapat dilakukan prainstalasi pada seluruh perangkat seluler pintar dengan sistem operasi seluler berbasis Android di wilayah Indonesia pada periode dugaan pelanggaran sejak tanggal 1 Juni 2022 hingga 31 Desember 2024.

Berdasarkan fakta persidangan serta analisis struktur pasar, Majelis Komisi menilai bahwa Google Play Store merupakan satu-satunya toko aplikasi yang dapat dilakukan pra-instalasi pada seluruh perangkat seluler pintar yang berbasis Android dengan menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar. Atas perilaku Google yang mewajibkan penggunaan GPB System untuk setiap pembelian produk dan layanan digital yang didistribusikan di Google Play Store serta tidak mengizinkan penggunaan alternatif pembayaran lain dalam GPB System, menimbulkan berbagai dampak bagi para penggunanya.

Dalam persidangan, mengemuka berbagai dampak yang dirasakan oleh pengguna aplikasi atas penerapan kebijakan GPB System yang menyebabkan keterbatasan pilihan metode pembayaran yang tersedia. Pembatasan metode pembayaran tersebut berimbas pada berkurangnya jumlah pengguna aplikasi, penurunan transaksi yang berkorelasi dengan penurunan pendapatan, serta kenaikan harga aplikasi hingga 30% akibat peningkatan biaya layanan.

Berdasarkan fakta itu, Majelis Hakim memutuskan Google LLC telah melanggar dua pasal dalam UU Nomor 5 Tahun 1999. Pertama, pasal 17 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Kedua, pasal 25 ayat 1 huruf b UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait unsur posisi dominan serta menghalangi konsumen memperoleh barang atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas.

"Menghukum terlapor membayar denda sebesar dua ratus dua miliar lima ratus juta rupiah (Rp 202,5 miliar) yang harus disetor ke kas negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha satuan kerja KPPU melalui bank dengan kode penerimaan 425812 pendapatan denda pelanggaran di bidang persaingan usaha," ujar Ketua Majelis Komisi Hilman Pujana dalam Pembacaan Keputusan di Kantor KPPU, Jakarta Pusat, Selasa (21/1).

(acd/acd)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial