Jakarta -
Polresta Barelang menetapkan dua pekerja PT Makmur Elok Graha (MEG), pengembang Rempang Eco City, sebagai tersangka dalam kasus penyerangan warga Pulau Rempang, Kecamatan Galang, Kota Batam pada 18 Desember 2024 lalu. Proses hukum yang gerak cepat kepolisian ini tidak terlepas dari banyaknya protes dan pernyataan sikap sejumlah organisasi, khususnya Lembaga Adat Melayu (LAM) Provinsi Kepulauan Riau, terhadap aksi penyerangan pada warga Rempang di kampung halamannya. Sejumlah tokoh nasional juga turun ke Rempang memberikan dukungan pada warga untuk mempertahankan hak-haknya.
Aksi penyerangan pekerja PT MEG ke pemukiman warga Rempang menjadi blunder fatal dalam upaya pemerintah melalui Badan Pengusahaan (BP) Batam yang aktif membuat publikasi di media massa tentang masyarakat Rempang mendukung Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di Pulau Rempang. Kini, semua pandangan mata kembali ke Rempang dan permasalahannya makin meluas. Diawali bentrokan antara masyarakat Rempang dengan aparat gabungan 7 September 2023, dilanjutkan aksi masyarakat yang demo dan menyerang kantor BP Batam, dan kini bertambah lagi dengan aksi penyerangan pekerja PT MEG terhadap warga Rempang.
Masyarakat Rempang yang konsisten mempertahankan hak-haknya kini seakan mendapat angin segar dan darah baru dengan banyaknya aksi dukungan dari sejumlah elemen kepada mereka. Sepanjang 2024, jumlah masyarakat Rempang yang konsisten menolak relokasi dari kampung halamannya akibat PSN makin turun. Hal ini tidak terlepas dari upaya BP Batam yang masif memberikan iming-iming untuk warga yang mau pindah, dengan jaminan rumah baru dengan berbagai fasilitasnya di Tanjung Banun yang masih dalam kawasan Pulau Rempang.
Ramainya aksi dukungan kepada masyarakat Rempang secara terang-terangan dalam mempertahankan haknya dalam PSN Rempang Eco City tidak hanya karena rasa solidaritas. Kondisi ini tidak terlepas dari konstelasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kepulauan Riau. Muhammad Rudi selaku Wali Kota Batam dan ex officio Kepala BP Batam yang menjadi ujung tombak pemerintah dalam menyukseskan PSN Rempang Eco City, tumbang dalam Pilkada Gubernur Kepri pada 27 November 2024 lalu.
Rudi yang berpasangan dengan Aunur Rofiq kalah dari Gubernur Kepri petahana, Ansar Ahmad. Tidak hanya itu, dalam Pemilihan Wali Kota Batam, Amsakar Ahmad-Li Claudia tampil sebagai jawara. Meski statusnya Gubernur Kepri, Ansar Ahmad, maupun Amsakar Ahmad yang berstatus Wakil Wali Kota Batam, 'mengambil jarak' dalam PSN Rempang Eco City. Jarang sekali keduanya memberikan pernyataan tentang permasalahan PSN Rempang Eco City.
Mendapat Sorotan Tajam Lagi
PSN Rempang Eco City di Pulau Rempang kini mendapat sorotan tajam lagi. Faktanya, sejak awal proyek ini tidak melibatkan partisipasi publil dan pembangunan bersifat top-down. Wajar saja menciptakan ketidakpuasan yang mendalam di kalangan masyarakat setempat. Tidak hanya menciptakan jarak antara pemerintah dan warga, tetapi juga memicu konflik yang berkepanjangan. Situasi di Pulau Rempang semakin panas, bukan semakin kondusif. Insiden penyerangan pekerja PT MEG kepada warga Rempang ini hanyalah puncak gunung es dari ketegangan yang telah terakumulasi dalam dua tahun belakangan ini.
Menurut Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN, PSN adalah proyek dan/atau program yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Keberadaan PSN diuntungkan dengan adanya perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan bagi Kepentingan Umum yang mengatur berbagai proyek yang dikategorikan sebagai kepentingan umum, seperti pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan maupun kawasan wisata.
Dalam menyukseskan proyek Rempang Eco City, pemerintah percaya diri dengan konsep pendekatan kekuasaan. Acuannya adalah Inpres Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan PSN. Peraturan ini memberikan pelonggaran perizinan lingkungan, perizinan pengelolaan kawasan hutan, maupun perizinan dalam tata ruang dan wilayah dalam perwujudan pembangunan PSN.
Ada sejumlah regulasi yang menjadikan PSN bisa dikebut. Sebut saja Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan PSN, PP No 64/2021 tentang Badan Bank Tanah, PP No 19/2021 tentang Pengadaan Tanah, dan PP No 18/2021 tentang Hak Pengelolaan. Melalui peraturan-peraturan ini, pemerintah semakin banyak merancang kemudahan proses pengadaan tanah dan pembebasan lahan untuk investasi dan percepatan PSN. Kawasan mana pun, termasuk dalam kasus Pulau Rempang, bisa ditetapkan sebagai kawasan PSN dengan begitu mudahnya. Tidak terpikirkan aturan-aturan ini mengerdilkan hak untuk membela bagi individu atau masyarakat terdampak pembangunan PSN.
Proyek Rempang Eco City telah berstatus PSN sesuai Permenko Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 yang diteken pada 28 Agustus 2023 lalu. BP Batam dalam sejumlah publikasinya meyakini investasi Rempang Eco City yang dikembangkan PT MEG ditaksir mencapai Rp 381 triliun, serta diperkirakan akan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribu orang. Pengembangan Pulau Rempang juga akan dibagi menjadi 7 zona yang berbeda. Yakni Rempang Integrated Industrial Zone, Rempang Integrated Agro-Tourism Zone, Rempang Integrated Commercial and Residential, Rempang Integrated Tourism Zone, Rempang Forest and Solar Farm Zone, Wildlife and Nature Zone, dan Galang Heritage Zone.
Hal yang mesti diingat, ini baru sebatas wacana investasi. Seperti halnya rencana investasi di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang digembar-gemborkan diminati investor luar negeri yang faktanya sampai detik ini belum terbukti. Satu aspek krusial dari masalah PSN ini adalah kurangnya pendekatan budaya yang dilakukan oleh pemerintah. Tanpa melibatkan masyarakat secara partisipatif, proyek ini dihadapkan pada penolakan yang semakin kuat.
Meskipun pemerintah mengklaim bahwa sebagian besar masyarakat setuju dengan PSN ini, kenyataannya menunjukkan sebaliknya. Penting bagi pemerintah untuk mengubah pendekatan dalam pengembangan proyek-proyek semacam ini. Melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan bukan hanya perlu, tetapi juga menjadi kunci untuk menciptakan harmoni dan keberlanjutan proyek. Jika pendekatan ini tidak diubah, bukan tidak mungkin konflik akan terus berlanjut dan memperburuk situasi.
Jangan Ragu Mengkaji Ulang
Masalah Rempang bak api dalam sekam. Konflik kapan saja bisa muncul lagi dan menjadikan citra Batam sebagai salah satu daerah pusat investasi utama di Tanah Air tercoreng. Tidak ada salahnya mengevaluasi ulang PSN Rempang Eco City. Melibatkan partisipasi publik, khususnya masyarakat terkena dampak PSN dalam kelanjutan proyek ini. Saatnya pemerintah pusat, Gubernur Kepri dan Wali Kota Batam mencermati kelanjutan masa depan Rempang Eco City ini. Dipertimbangkan dan dihitung dengan cermat aspek manfaat dan mudaratnya. Jangan ragu mengambil keputusan untuk mengkaji ulang proyek ini. Seperti peribahasa, sesat di ujung jalan, kembali ke pangkal jalan. Citra Batam tetap tinggi, masyarakat Rempang terlindungi.
Dedi Arman peneliti Pusat Riset Kewilayahan Badan Riset dan Inovasi Nasiona
(mmu/mmu)