Lestari Moerdijat Mendesak Percepatan Pengesahan RUU PPRT

1 month ago 16

Jakarta -

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) mengatakan peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional, harus menjadi momentum mendorong gerak bersama untuk mewujudkan perlindungan menyeluruh bagi PRT melalui Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT).

"Sampai hari ini kita masih memiliki pekerjaan rumah di tengah ragam kekerasan yang meningkat terhadap pekerja rumah tangga. Kita perlu duduk bersama mencari cara agar inisiatif untuk memberi perlindungan terhadap PRT dengan mengesahkan RUU PPRT menjadi undang-undang," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (13/2/2025).

Hak tersebut ia sampaikan dalam sambutannya pada talkshow bertema Peringatan Hari PRT Nasional, Open Mic DPR: Afirmasi untuk Pengesahan UU PRT yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (12/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Rerie, kondisi saat ini harus menjadi cambuk bagi kita semua bahwa ketidakadilan yang terjadi terhadap PRT itu menjadi tanggung jawab kita semua. Ia berharap dorongan dari para pemangku kepentingan untuk menguatkan dukungan dan mendesak percepatan pengesahan RUU PPRT terus dilakukan.

"Harus melihat dengan pikiran, hati dan kehendak yang terbuka, betapa ketidakadilan terus terjadi dan dialami para PRT akibat tiadanya perlindungan hukum," tegas anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengatakan tanpa perlindungan menyeluruh terhadap PRT, negara belum sepenuhnya merealisasikan amanah konstitusi yang mewajibkan perlindungan bagi setiap warganya.

Sementara itu, Direktur Institut Sarinah, Eva Kusuma Sundari berharap tahun ini upaya penyelesaian RUU PPRT dapat segera membuahkan hasil. Eva mengusulkan agar proses pengesahan RUU PPRT tahun ini dilandasi dengan pertimbangan HAM dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Eva juga berharap pendekatan HAM bisa mempercepat proses pembahasan melalui Komisi 13 dengan Surpres dan DIM yang ada.

"Karena sejatinya RUU PPRT ini merupakan instrumen perlindungan dua pihak yaitu PRT dan majikan," ujar Eva.

"Secara de jure RUU PPRT ini sudah diperintahkan untuk dilanjutkan pembahasannya. Namun secara de facto seperti tidak diprioritaskan pembahasannya," tambah Eva.

Anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem, Willy Aditya mengungkapkan pada hasil Sidang Paripurna 29 September 2024 tidak ada status carry over pada pembahasan RUU PPRT. Willy mengaku sudah bersurat ke pimpinan untuk menanyakan status pembahasan RUU PPRT, sebagai bagian dari political consensus.

Menurut Willy, RUU PPRT yang dibahas sudah mengatur perlindungan bagi tiga pihak yaitu PRT, majikan, dan negara.

"Proses ini tinggal political commitment saja," tegas Willy.

Di sisi lain, anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Putih Sari mengaku dirinya mengetahui pembahasan RUU PPRT sejak periode 2009. Putih menegaskan Partai Gerindra mendukung penuntasan pembahasan RUU PPRT pada periode ini.

Menurut Putih, untuk menegaskan status carry over pada pembahasan RUU PPRT, harus ada pembicaraan lebih lanjut antarpara pihak yang mendukung untuk mewujudkan UU PPRT.

Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Ledia Hanifa Amaliah mengungkapkan belum jelasnya status carry over pada pembahasan RUU PPRT saat ini, karena belum ada pembicaraan dengan pemerintah meski Surpres dan DIM-nya sudah ada.

Ledia berpendapat, upaya lanjutan pembahasan RUU PPRT melalui Komisi 13 bisa dilakukan. Selain itu, tambah dia, konsensus pimpinan juga bisa diupayakan untuk mempercepat proses pembahasannya. Menurut Ledia, Komisi 9 DPR RI dan Komisi 13 DPR RI bisa mencari jalan keluar untuk memperjelas status carry over pembahasan RUU PPRT.

Aktivis dan perwakilan Serikat Pekerja Rumah Tangga Sapulidi, Yuni Sri Rahayu berpendapat proses pembahasan RUU PPRT seperti tidak ada kemajuan selama puluhan tahun.

"Padahal kenyataan keseharian, kondisi PRT dari waktu ke waktu semakin tidak baik-baik saja. Bahkan, ancamannya semakin beragam," tegasnya.

Dia berharap RUU PPRT dapat dituntaskan pembahasannya pada periode saat ini.

Selain itu, Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat perjalanan panjang pembahasan RUU PPRT karena yang diatur dalam RUU tersebut adalah relasi kuasa antara majikan dan PRT di rumah yang memiliki kuasa.

"Hal itu yang tidak mudah," tegas Saur.

Saur menambahkan, dalam kultur feodalisme kondisi mengoreksi relasi kuasa tidaklah mudah.

"Bila kondisi ini bisa diatasi kita bisa berharap pada pemilu lima tahun mendatang RUU PPRT sudah menjadi undang-undang," tegasnya.

Saur menilai lingkungan para wakil rakyat saat ini termasuk yang tidak happy dengan koreksi relasi kuasa yang akan terjadi.

"Untuk mengoreksi relasi kuasa kita harus tekun mengerjakannya," pungkasnya.

(ega/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial