Legislator Nilai Usul PSU Ditunda Jelang Lebaran Dilematis: Ikuti Putusan MK

7 hours ago 2

Jakarta -

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan usulan pemungutan suara ulang (PSU) ditunda pada masa Ramadan atau menjelang Idul Fitri dilematis. Ia mengatakan mestinya ikuti saja keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) supaya penentuan kepala daerah definitif cepat ditetapkan.

"Ya menurut saya sih dilematis ya karena begini, kepentingan mana yang kita utamakan. Kalau saya, kepentingannya adalah jangan terlalu lama dibiarkan satu daerah itu tidak punya kepala daerah yang definitif gitu. Jadi kalau misalnya sudah, ikutin aja putusan MK itu," kata Doli kepada wartawan, Senin (3/3/2025).

Doli menyebut sebaiknya anggota DPR RI tak memiliki tafsir-tafsir sendiri terkait penentuan tanggal PSU. Ia menilai penting untuk menetapkan kepala daerah yang tetap supaya roda pemerintahan di daerah bisa berjalan terus.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau batas waktunya sudah tetap kan, misalnya berapa hari 30 hari maksimal, 60 hari maksimal, ya sudah ikutin itu saja, nggak usah punya tafsir-tafsir yang lain gitu loh. Apalagi kalau soal dikhawatirkan bulan puasa, nggak bulan puasa," kata Doli.

"Menurut saya, jauh lebih penting kalau memang waktunya harus sudah dilaksanakan ya, dilaksanakan aja untuk bagaimana supaya satu daerah itu punya kepala daerah secara cepat gitu," tambahnya.

Ia menilai PSU yang dilakukan terlebih dahulu untuk ukuran daerah yang tidak terlalu besar masyarakatnya. Ia menyebut jauh lebih penting mengedepankan kepentingan rakyat.

"Ya apa namanya, toh ini juga kan namanya ulang kan, kan yang paling dekat itu yang diulang kan pasti yang kecil-kecil, bukan ulang semua kan. Kalau yang waktu tadi kan palingan satu TPS, satu distrik, kayak gitu-gitu kan," kata Doli.

"Jadi menurut saya sih apa namanya jauh lebih penting kita mengedepankan segera untuk terpilih kepala daerah definitif," sambungnya.

PKB Usul PSU Ditunda

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PKB, Mohammad Toha, meminta agar pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah ditinjau ulang pada bulan Ramadan atau menjelang Idul Fitri. Ia menyebut jangan sampai pelaksanaan PSU justru mengganggu konsentrasi.

"Bulan puasa itu bulan yang baik, untuk meningkatkan ketaqwaan, berperilaku lebih baik, termasuk untuk memilih calon pemimpin yang baik dan tepat, tapi bila waktunya mengganggu konsentrasi satu sama lain, maka sebaiknya ditunda," kata Toha dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/3/2025).

Dikatakan, sebanyak 24 daerah akan menggelar PSU. Rinciannya, 15 PSU dilaksanakan di seluruh daerah dan 9 PSU dilaksanakan di sejumlah TPS.

Adapun untuk waktu pelaksanaannya berbeda-beda yang paling cepat adalah 26 Maret 2025 untuk PSU seluruh daerah di Kabupaten Magetan, Jawa Timur, PSU di sejumlah TPS di Kabupaten Barito Kalsel, Kabupaten Siak Riau, dan rekapitulasi ulang di Kabupaten Puncak Jaya Papua Tengah.

Ia menyebut 26 Maret 2025 bertepatan dengan 25 Ramadhan 1446 H atau H-5 Idul Fitri. Menurut Toha, waktu iru kurang tepat untuk pelaksanaan PSU.

"Menurut saya, sebaiknya PSU ditunda untuk menghormati umat Islam. Penyelenggara pemilu harus mengkaji ulang," kata Toha.

Toha menilai jika PSU dipaksakan pada 26 Maret 3025 maka akan banyak mudaratnya dibanding dengan kebermanfaatan. Ia menyarankan pemerintah tak grusa-grusu.

"PSU bila dipaksakan pada 26 Maret 2025 akan banyak mafsadatnya. Sebaiknya penyelenggara berpikir ulang, jangan grusa-grusu," ujar Toha.

Toha juga memperkirakan anggaran PSU di 24 daerah yang diprediksikan mencapai Rp 1 triliun. Ia menyebut perlu perencanaan lebih cermat supaya KPU dan Bawaslu tak dicap sebagai lembaga yang kerap melakukan pemborosan.

"Dana tersebut cukup besar, perlu perencanaan dan pemeriksaan lebih cermat. Jangan terus-terusan KPU dan Bawaslu disorot sebagai lembaga yang melakukan pemborosan anggaran negara," sambungnya.

Ia menyebut saat ini pemerintah sedang melakukan efisiensi anggaran. Semua pihak harus mendukung upaya pemerintah untuk melakukan rekonstruksi APBN dan APBD untuk mensejahterakan rakyat melalui program Asta Cita Presiden Prabowo.

"Tentu ini butuh waktu, jangan sampai di masa transisi ini, KPU dan Bawaslu tidak memiliki sensitivitas, apalagi dana Pemilu 2024 yang mencapai Rp 73 triliun belum dilakukan audit secara menyeluruh," imbuhnya.

(dwr/maa)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial