PDIP tiba-tiba menyentil hakim Djuyamto yang menjadi salah satu tersangka penerimaan suap terkait putusan lepas atau ontslag perkara korupsi ekspor crude palm oil (CPO) atau bahan baku minyak goreng lantaran pernah mengadili praperadilan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Sentilan PDIP pun dibalas oleh KPK.
Untuk diketahui, Ketua PN Jaksel ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus suap dan gratifikasi berkaitan dengan vonis onstslag atau putusan lepas pada kasus korupsi ekspor bahan baku minyak goreng. Selain itu, ada pula 3 hakim, serta panitera muda pada PN Jakarta Utara dan pengacara yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Salah satu hakim yang menjadi tersangka yakni Djuyamto. Jauh sebelum ditetapkan tersangka, Djuyamto pernah menjadi hakim tunggal terkait perkara praperadilan Hasto Kristiyanto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat itu, Djuyamto memutuskan tidak menerima permohonan praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto. Hakim menyatakan praperadilan Hasto kabur atau tidak jelas.
"Menyatakan permohonan praperadilan pemohon kabur atau tidak jelas. Menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima," kata hakim tunggal Djuyamto saat membacakan amar putusan dalam sidang di PN Jaksel, Kamis (13/2) lalu.
PDIP pun kini buka suara usai Djuyamto ditetapkan sebagai tersangka pada kasus yang berbeda. Apa kata PDIP?
PDIP Sentil Djuyamto
Politikus PDIP Guntur Romli. (Dok. Pribadi)
"Informasi dugaan ini pernah saya sampaikan secara terbuka 18 Maret 2025 di sebuah acara televisi dan melalui akun X saya @GunRomli jauh sebelum Djuyamto ditangkap bersama Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta. Saya juga memperoleh informasi bahwa Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta dan hakim MA bernisial Y ini memiliki jaringan pengurusan perkara di pengadilan," kata Guntur dalam keterangannya, Senin (14/4).
Guntur mengaku cemas dengan integritas hakim serta pengadilan buntut kasus Djuyamto tersebut. Ia lantas bicara terkait nasib Hasto Kristiyanto.
"Kami sendiri cemas melihat integritas hakim dan pengadilan melalui kasus Djuyamto ini, apalagi saat ini Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto sedang menghadapi proses pengadilan dengan kasus yang dipaksakan dan tuduhan yang didaur-ulang," jelasnya.
"Mas Hasto bukan pejabat publik/negara dan tidak ada kerugiaan negara dalam kasus ini serta jumlah uang yang dituduhkan oleh KPK sejumlah Rp 600 juta dalam perkara ini jauh di bawah suap yang diterima Djuyamto dan aturan bahwa KPK harusnya mengurusi perkara di atas 1 miliar, serta uang itu pun dari Harun Masiku bukan dari Mas Hasto," lanjutnya.
Karena itu lah, ia menyebut Hasto merupakan tahanan politik. Dia juga menyatakan benar adanya 'tangan-tangan' tersembunyi di lembaga peradilan.
"Karena itu kami sebut Hasto adalah tahanan politik. Kasus ini bentuk nyata dari kriminalisasi dan politisasi kasus yang sudah direkayasa sebagai balas dendam politik melalui 'tangan-tangan tersembunyi' di lembaga peradilan dengan bukti kasus Djuyamto. Apalagi hakim MA berinisial Y itu masih bebas berkeliaran yang dikhawatirkan akan melalukan intervensi kembali pada kasus pengadilan Mas Hasto yang sedang berlangsung ini," ujar dia.
Guntur lantas bicara terkait sulitnya mencari keadilan di Indonesia saat ini. Ia juga menegaskan karma itu nyata terhadap Djuyamto.
"Ibarat mencari jarum di tumpukan jerami, mencari keadilan di tengah terjangan kasus dan suap yang mencinderai marwah hakim dan lembaga peradilan saat ini. Namun Gusti ora sareh. Tuhan Yang Maha Esa tidak pernah tidur. Satyam Eva Jayate. Kebenaran Pasti akan Menang. Dan, karma itu nyata," tuturnya.
KPK Tak Pernah Dengar Adanya Intervensi
Jubir KPK Tessa Mahardhika. (Yogi/detikcom)
"KPK selalu bertindak dalam kerangka hukum termasuk dalam proses persidangan pra peradilan," kata Jubir KPK Tessa Mahardhika ketika dihubungi, Senin (14/4).
Tessa menegaskan, tim biro hukum KPK dalam pra peradilan telah mengajukan bukti dimiliki dan sesuai prosedur. KPK, kata dia, tidak pernah mendengar adanya intervensi dalam persidangan pra peradilan Hasto.
"KPK tidak pernah mendengar adanya proses intervensi dalam Persidangan Pra Peradilan pertama Saudara HK. Bila ada, tentu akan menjadi permasalahan yang mencuat setidaknya paska putusan tersebut dibuat," kata dia.
"Namun sampai dengan gugatan pra peradilan kedua diajukan, tidak pernah diketahui adanya intervensi dalam proses pengambilan putusan pra peradilan pertama," tambahnya.
Jika kubu Hasto merasa khawatir adanya intervensi tersebut, maka harus disertakan bukti pendukung. KPK mendorong para pihak yang khawatir akan hal tersebut melapor dengan pihak terkait.
"Dan KPK mendorong pihak-pihak yang memiliki alat bukti tersebut untuk dapat melaporkan kepada APH, agar wibawa peradilan di Indonesia dapat dikembalikan sesuai marwahnya bila memang benar ditemukan adanya intervensi," sebutnya.
(maa/rfs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini