KPK Panggil Eks Bos Petral

4 days ago 5

Jakarta -

Lama tak terdengar KPK tiba-tiba memanggil eks bos Petral, Bambang Irianto, dalam perkara dugaan mafia migas. Terakhir KPK membuka lembaran perkara ini pada tahun 2022.

"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan terkait dugaan tindak pidana korupsi perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral)," ucap Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika dalam keterangannya, Senin (10/3/2025).

Nama Bambang Irianto diperiksa dalam kapasitas sebagai VP Trading Pertamina Energy Services Pte Ltd periode 2009-2012 sekaligus sebagai Managing Director Pertamina Energy Services Pte Ltd periode 2012-2015. Pemeriksaan terhadap Bambang Irianto dilaksanakan di Gedung Merah Putih KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tessa mengatakan Bambang Irianto tidak ditahan usai diperiksa hari ini. Pemeriksaan Bambang selesai pukul 11.00 WIB.

Dalam catatan detikcom, terakhir KPK melakukan pemanggilan saksi-saksi untuk perkara ini pada tahun 2022 tepatnya pada 23 Agustus. Saat itu saksi yang diperiksa atas nama Sani Dinar Saifuddin sebagai pegawai Pertamina.

Duduk Perkara

Petral yang merupakan anak usaha Pertamina itu sejatinya sudah sejak 2015 dibubarkan Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu menjabat sebagai Presiden. Empat tahun setelahnya, KPK mulai mengusut mafia di dalamnya dengan menjerat Bambang Irianto selaku bos Petral sebagai tersangka.

Kala itu Bambang Irianto dijerat KPK dalam kapasitasnya sebagai mantan Direktur Utama Petral dan Managing Director Pertamina Energy Service (PES) periode 2009-2013. KPK menduga praktik mafia migas sebetulnya dilakukan PES, sedangkan Petral diposisikan sebagai 'paper company'. Petral berkedudukan hukum di Hong Kong, dan PES berkedudukan hukum di Singapura.

Gara-gara mafia migas, impor minyak dan BBM yang dilakukan Pertamina menjadi tidak efisien lantaran ada 'perantara' yang mencari rente. Hasil audit forensik yang pernah diungkap Menteri ESDM terdahulu, Sudirman Said, menunjukkan adanya transaksi tidak jelas senilai USD 18 miliar dalam transaksi jual beli minyak mentah dan BBM oleh Petral.

"KPK menetapkan satu orang sebagai tersangka yakni BTO (Bambang Irianto)," kata Laode M Syarif yang dulu masih menjabat sebagai Wakil Ketua KPK, dalam konferensi pers di KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2019).

Bambang Irianto pun disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun Bambang Irianto sampai detik ini belum ditahan KPK. Dia sendiri pernah diperiksa KPK pada 5 November 2019. Saat itu Bambang menyatakan proses pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK sangat profesional. Dia diperiksa berkaitan dengan tugasnya sebagai Vice President serta Managing Director Pertamina Energy Service Pte Ltd (PES). Dia mengaku belum ditanya soal duit USD 2,9 juta yang diduga sebagai suap untuknya.

"Masih belum (soal ada penerimaan uang USD 2,9 juta) masih tupoksi. Didalami tupoksi saya saja sebagai VP dan Managing Director," kata Bambang saat keluar KPK.

Duduk Perkara Mafia Migas di Petral

Bambang Irianto ditetapkan tersangka karena diduga menerima duit suap USD 2,9 juta lewat perusahaan yang didirikannya di British Virgin Island, yakni SIAM Group Holding Ltd. Duit itu diduga diberikan ke Bambang karena membantu mengamankan jatah Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang.

PES disebut KPK seharusnya mengacu pada pedoman yang menyebutkan penetapan penjual atau pembeli yang akan diundang untuk ikut dalam competitive bidding atau direct negotiation mengacu pada aturan PT Pertamina (Persero) dengan urutan prioritas: NOC (National Oil Company), Refiner/Producer, dan Potential Seller/Buyer.

Namun, pada kenyataannya, tidak semua perusahaan yang terdaftar pada Daftar Mitra Usaha Terseleksi (DMUT) PES diundang mengikuti tender di PES.

Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, salah satunya National Oil Company (NOC), yang sering diundang untuk mengikuti tender dan akhirnya menjadi pihak yang mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina (Persero) adalah Emirates National Oil Company (ENOC).

Namun KPK menduga ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan National Oil Company agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.

Awalnya, dengan target menciptakan ketahanan nasional di bidang energi, PT Pertamina (Persero) membentuk fungsi Integrated Supply Chain (ISC). Fungsi ini bertugas melaksanakan kegiatan perencanaan, pengadaan, tukar-menukar, penjualan minyak mentah, intermedia, serta produk kilang untuk komersial dan operasional.

Untuk mendukung target tersebut, PT Pertamina (Persero) mendirikan beberapa perusahaan subsidiari yang dimiliki dan dikendalikan penuh, yakni Pertamina Energy Trading Limited (Petral), yang berkedudukan hukum di Hong Kong; dan Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES), yang berkedudukan hukum di Singapura. Petral tidak punya kegiatan bisnis pengadaan dan penjualan yang aktif.

Sedangkan PES menjalankan kegiatan bisnis utama, yaitu pengadaan dan penjualan minyak mentah dan produk kilang di Singapura untuk mendukung perusahaan induknya yang bertugas menjamin ketersediaan bahan bakar minyak (BBM) secara nasional.

KPK saat itu menelusuri aliran duit yang berkaitan dengan kasus suap tersebut usai menemukan banyak bukti berupa dokumen lintas negara dalam perkara ini.

(dhn/ygs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial