Jakarta -
Alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) Tahun 1999, Kombes Asep Irpan Rosadi, memegang teguh tugas pokok dan fungsi kepolisian adalah pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat. Dia berprinsip hulu dari tugas-tugas polisi adalah kondisi masyarakat.
Oleh sebab itu sejak lulus dari Akpol, dia berjanji pada dirinya sendiri untuk mengabdi pada satuan kerja (satker) pembinaan masyarakat (binmas). Dia yakin keamanan dan ketertiban (kamtibmas) masyarakat akan terwujud bila pelaksanaan binmas optimal.
"Sesungguhnya saya hanya menjalankan apa yang menjadi panggilan saja. Jujur sejak dulu saya lulus dari akademi pada tahun 1999, hati saya terpanggil untuk bekerja di hulu, tidak dihilir," ucap Asep kepada detikcom pada Minggu (27/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keinginannya mengabdi menjadi seorang polisi binmas semakin teguh ketika dia mendapat penempatan dinas pertama di reserse. Timbul pertanyaan dalam dirinya, 'Kenapa polisi menangkap? Mengapa tidak mencegah?'.
"Saya pertama kali masuk setelah Pamapta Reserse, saya berkecimpung di beberapa kasus, lalu saya berpikir, 'Kenapa sih harus kita yang menangkap orang? Kenapa tidak kita yang justru mencegah orang untuk berbuat?'. Saat itu saya masih muda, dari situ saya punya pemikiran bahwa lebih baik sebelum orang berbuat jahat, kita sudah mencegahnya" kata Asep.
"Itu pemikiran bodoh saya saat itu, masih muda belia dan sangat idealis. Namun, saya di tempatkan di reserse. Di mana saat itu berbagai kasus di kota kecil, salah satu kota Sumatera Selatan, memberikan pengalaman kepada saya. Akhirnya, semakin kuat pemikiran saya bahwa 'Tidak, harus ada yang berbuat terlebih dahulu. Harus ada yang bekerja keras untuk mencegah ini terjadi,' itu pemikiran ideal saya" sambung dia.
Asep mengaku senior-seniornya menasihatinya untuk bertugas di reserse saat itu, dengan pertimbangan Asep merupakan polisi muda dan lebih cocok di fungsi reserse. Namun Asep tetap memilih sebagai polisi binmas.
"Saat itu ada yang memberi nasehat, 'Kamu anak muda, kamu di reserse bagus'. Namun tidak, sepertinya saya tidak cocok di dunia ini. Saya cocoknya di dunia pencegahan'. Saya bilang, saya lebih condong ke pencegahan. Saya sampai dinasihati oleh salah satu, salah dua senior, 'Kamu gimana ya'. Sampai saya dibilang 'kamu agak eror-eror' begitu (saat menolak jadi polisi reserse)," tutur Asep.
Polisi Dilihat dari Perbuatan, Bukan Pangkat-Jabatan
Asep mengatakan fungsi binmas tak kalah kuat dengan reserse. Dia semakin meyakini polisi harus turun hingga ke lingkup lingkungan terkecil masyarakat agar bisa menjalankan tugas pokok kepolisian dengan tepat sasaran ketika mengemban amanat Kapolsek dan Kasat Intel.
"Perlu diimbangkan, tetap ada penegakan hukum, tetap ada pemberantasan kejahatan, tapi tetap pencegahan juga jangan kalah kuat. Nah itu setelah saya Kapolsek, kalau Kapolsek kan umum semua fungsi saya pegang. Setelah itu, tahun 2007 PTIK. Sebelum PTIK, saya waktu itu pernah di Intel. Di Kasat Intel, saya merasakan ada satu hal yang tampak urgent., bahwa informasi harus sampai ke desa dan polisi harus sampai ke desa," jelas dia.
Selama 26 berkarier di kepolisian, Asep mengaku hanya tertarik pada binmas. Maka pada 2008, saat dia sudah dapat menyuarakan dan memperjuangkan prinsipnya, dia fokus memikirkan strategi penguatan peran-peran polisi di kampung atau desa.
"Sejak tahun 2008 hingga sekarang, saya tetap di fungsi pembinaan masyarakat. Fokus ke sana dan lebih fokus lagi bagaimana memperkuat polisi-polisi yang ada di desa. Para Bhabinkamtibmas. Serta bagaimana memperkuat kampung-kampung di Indonesia agar menjadi kampung-kampung yang taat hukum. Dasar dari situlah saya fokusnya ke situ," terang Asep.
Simak juga video: Pesan Kapolri di Hari Juang Polri: Siap Mengabdi Wujudkan Indonesia Emas
Saksikan Live DetikPagi :
Saat ini terhitung sudah 17 tahun Asep mendalami peran sebagai polisi binmas. Salah satunya dia menghidupkan polisi masyarakat (polmas) ketika berdinas di Polda Sulawesi Tenggara, tepatnya saat tinggal di Kota Kendari.
"Saya turun ke kampung-kampung di Kota Kendari, di kelurahan-kelurahan. Saya memakai jaket, tidak menunjukkan seragam saya. Membangun siskamling, bagaimana menghidupkan, lalu keliling kampung-kampung untuk membentuk suatu forum komunikasi di antara polisi masyarakat, saya membangun Polmas. Memang tidak semuanya, dari 10 kelurahan mungkin hanya 1 atau 2 yang mau mendengar saya, selebihnya tidak," ujar Asep.
"Suatu ketika di salah satu kelurahan, khususnya yang RT/RW-nya ibu-ibu, itu yang gampang diajak bicara karena mereka punya kegiatan-kegiatan yang bisa kita lakukan pendampingan. Contohnya seperti pendampingan anak, perempuan, dan segala rupa. Kemudian mereka baru sadar saat itu bahwa pangkat saya Kompol, saat itu mereka baru semakin yakin," lanjut dia.
Menurut Asep, penerimaan masyarakat pada polisi tak berdasarkan pangkat dan jabatan. Tapi berdasarkan kesungguhan dan komitmen polisi dalam merangkul masyarakat.
"Saat itu saya belajar bahwa sebetulnya masyarakat tidak melihat pangkat, tapi kesungguhan. Ketika kita sering ke kampung itu, melakukan sesuatu untuk kampung tersebut, dan kampung itu merasakan yang kita lakukan, mereka akan langsung percaya. Kepercayaan itu tidak langsung diucapkan, tapi ditunjukkan dengan perbuatan mereka yang mengikuti apa yang kita sampaikan. Jadi bukti dimana masyarakat percaya adalah ketika mereka melakukan apa yang kita arahkan," jelas Asep.
Moto 'Hadir, Berbuat, Bermanfaat'
Moto 'Hadir, berbuat, dan bermanfaat' terbentuk seiring prinsip binmas yang diyakini Asep terbukti efektif merangkul masyarakat. Dia lalu membagikan ilmu ini pada bhabinkamtibmas.
"Itu salah satu motto saya untuk membuat saya kuat masuk-keluar kampung. Prinsip ini saya ajarkan kepada seluruh Bhabinkamtibmas. Saya bilang, mustahil Bhabinkamtibmas bisa kerja kecuali langkah pertamanya, hadir atau turun ke desa," kata Asep.
Selain di fungsi binmas, Asep mengaku 4 kali bertugas sebagai Koorspri Kapolda di Sulawesi Tenggara kemudian di Kalimantan Barat. Sebagai orang dekat kapolda, mustahil tawaran jabatan-jabatan tak mendatanginya.
"Setelah pimpinan itu pindah atau berganti, pasti ditawari, 'izin, saya kembali ke tempat di mana Komandan memanggil saya waktu itu. Saya kembali ke Binmas'. Beliau (yang menawari jabatan) geleng-geleng waktu itu. 'Panggil Karo SDM, gila anak ini!'. Saya biarkan saja dianggap gila. Yang jelas, jiwa saya ada di masyarakat," cerita Asep saat mengulas momen ditawari jabatan.
Asep berharap semakin banyak lulusan Akpol memiliki jiwa kebinmasan dan mencurahkan pengabdian di fungsi binmas. Dia ingin menjadi contoh bahwa binmas diisi orang-orang baik dan terbaik, bukan orang-orang yang memiliki kemampuan nomor sekian. Dia menekankan lagi, binmas adalah fundamental Polri.
"Kalau tidak ada dari Akpol yang ada di Binmas, katanya Akpol kan center of excellence, lalu siapa yang bisa membangun Binmas? Sementara Binmas adalah fungsi resmi Polri dan salah satu fungsi tertua setelah Samapta di POLRI. Itu fundamental. Tidak bisa kita bekerja sendiri. Oke, reserse canggih dan lantas bagus, tapi ketika masyarakatnya tidak terbina, polisi akan keteteran sendiri. Jadi itulah yang selalu saya pikirkan," ungkap dia.
Mengabdi Bukan soal Untung-Rugi
Asep mengatakan pengabdian sebagai polisi tak boleh diukur dengan untung-rugi. Dia menanamkan pada keluarganya tentang prinsip mengabdi di binmas akan menjadikan mereka berbeda dari keluarga polisi pada umumnya, apalagi yang berdinas di satuan kerja yang dipandang memiliki 'gengsi'.
"Terus terang, saya tidak berpikir untung-rugi saat itu. Saya berbicara dengan anak-anak saya yang masih kecil saat itu, anak saya ada dua. Saya bilang, 'Kalian akan berbeda dengan teman kalian, kita akan tetap malam mingguan sama-sama ke mall, tapi berbeda ya'. Maksud saya begini, ketika yang lain ke mal untuk berbelanja, kita hanya ke mal saja jalan-jalan. Lalu saya juga memberi tahu istri, 'Ma, kalau bisa tidak usah lirik-lirik salon. Tidak usah tertarik, sudah cantik. jilbab sudah mahkota paling baik'. Jadi kami terasa sekali saat itu, dan pasti dalam hati, 'kok tidak sama?'," cerita Asep.
Dia menganalogikan menikmati rezeki seperti minum air. Analogi itu ditanamkan agar tak ada rasa iri hati dalam menjalani hidup yang sederhana ini.
"Mohon maaf kami sudah terbiasa minum itu satu cangkir kecil. Sejak saya masuk-keluar Akpol sih sebetulnya. Kemudian begitu saya di Binmas, semakin paham juga bahwa kita minum secangkir saja, jangan biasakan minum satu galon. Kalau kita terbiasa minum satu galon, analoginya jika diberi jabatan yang mohon maaf hanya menghasilkan satu cangkir, kita akan kehausan terus. Tapi kalau kita terbiasa minum satu cangkir, ketika diberi satu botol 600 ml itu sudah tumpah-tumpah. Tetap prinsipnya sama anak istri. Bahwa kita itu beda, hasilnya juga beda. Jangan pernah lihat orang lain lalu kita iri," tambah Asep.
Memegang teguh prinsip pembinaan masyarakat memberikan pengalaman spiritual pada Asep. Dia mengatakan dalam hati kecilnya ingin bisa sekolah S2 seperti teman-teman polisi lainnya. Bedanya, kehidupan yang sederhana membuat kesempatan S2 tak sebesar rekan-rekannya.
"Saya berdoa, saya bilang 'Ya Allah saya di sini memilih yang berbeda, tolong tunjukkan kekuasaan-Mu bahwa yang berbeda juga berhak memperoleh hal yang sama'. Alhamdulillah pada tahun 2011, saya mendapatkan beasiswa S2 ke Jepang. Di situlah hadiah dari Allah. Saya membawa semua anak dan istri saya ke Jepang. Jadi saya memang nggak bisa ajak keluarga ke luar negeri, tapi Allah kasih saya hadiah beasiswa sehingga saya bisa memboyong sekeluarga tinggal di Jepang selama saya S2," ujar Asep.
"Beasiswa yang saya terima dalam bentuk Yen, bukan rupiah. Bukan dari pemerintah Indonesia, tapi dari pemerintah Jepang. Sehingga saya harus bertanggung jawab penuh karena diundang oleh negara lain. Saya mendidik anak saya dan istri saya dengan budaya yang kuat di Jepang. Jepang memiliki budaya disiplin luar biasa. Walaupun cuman empat musim, tapi itu baik untuk kami. Saya langsung bersyukur," terang Asep.
"Allah memberikan reward tidak harus dalam bentuk Rupiah, tapi dalam bentuk Yen juga. Jadi saya Alhamdullilah mendapatkan pengalaman. Anak saya juga bisa sekolah di Jepang. Anak saya kan di Jepang dibayar oleh pemerintah kota, Masing-masing kota membayar anak yang masih kecil, ibu hamil, itu dibayar dan digaji karena di sana kekurangan warga negara," ucap Asep.
Simak juga video: Pesan Kapolri di Hari Juang Polri: Siap Mengabdi Wujudkan Indonesia Emas
Saksikan Live DetikPagi :
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini