Jakarta -
Koalisi Masyarakat Sipil menemui Komisi III DPR RI untuk membahas masukan-masukan RUU KUHAP. Koalisi Masyarakat Sipil meminta agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara transparan dan tidak terburu-buru.
"Hari ini Koalisi Masyarakat Sipil diundang secara informal oleh pimpinan Komisi III untuk membahas KUHAP. Jadi kami anggap ini forum informal, forum mengklarifikasi banyak hal. Dan di forum tadi kami sampaikan bahwa penting bahwa selama ini prosesnya (revisi KUHAP) kita lihat ada yang tidak baik," kata Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) sekaligus perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Muhammad Isnur di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (8/4/2025).
Isnur menilai ada pembahasan-pembahasan yang dilakukan secara tertutup. Selain itu, kata dia, dalam draf RUU KUHAP terdapat banyak pertanyaan yang cenderung membuka potensi abuse of power dalam penyidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kami mendesak agar diperbaiki prosesnya. Agar ada kejujuran dan membangun kepercayaan dari masyarakat. Dan kami juga mendesak agar proses itu setiap tahapan dibuka, disampaikan kepada publik. Agar apa? Agar apa yang mereka bahas itu sesuai dengan harapan masyarakat," ujarnya.
Isnur pun meminta agar pembahasan RUU KUHAP dilakukan secara cermat. Dia berharap Komisi III tidak terburu-buru dalam membahas setiap poin yang ada di RUU KUHAP.
"Kami juga mendesak agar hati-hati membahasnya. Karena banyak sekali kejadian sehari-hari yang masyarakat alami, penangkapan secara salah, brutal, ada penyiksaan, bahkan orang meninggal dalam tahanan, kejadian yang sangat banyak yang ditemukan sehari-hari, itu tidak tertampung masalahnya di pembahasan kalau pembahasan terburu-buru," jelasnya.
"Jadi kami ingatkan agar pembahasan tidak terburu-buru, perlahan-lahan, dan tidak seolah ditargetkan selesai misalnya bulan Mei atau bulan Juni," sambung dia.
Isnur menilai draf RUU KUHAP yang tiba-tiba keluar pada 6 Februari telah mencederai kepercayaan masyarakat. Dia meminta agar DPR tak mengulangi lagi pembahasan secara tertutup.
"Perlu dua syahadat dalam proses. Pertama adalah kejujuran, terbuka, transparan. Yang kedua, kepercayaan. Jadi, harusnya teman-teman bisa menjaga kepercayaan masyarakat dengan proses yang baik, yang fair gitu," ujarnya.
"Jangan cuma diundang, tapi sekedar didengarkan doang, tapi nggak ngehasilin apa-apa," lanjut dia.
Isnur pun berharap RUU KUHAP dapat dibahas di Komisi III DPR. Sebab, menurutnya, jika pembahasan dilakukan oleh Baleg DPR dinilai akan lebih berbahaya.
"Ya, bahaya malah. Baleg kan selama ini jadi publik percepatan pembahasan, ya. Dan mereka tuh nggak paham masalah, kan. Mereka nggak paham kasusnya. Selama ini kan RDPU kasus kekerasan aparat dan lain kan di Komisi III Jadi harus di Komisi III terus, gitu," jelasnya.
Peneliti Amnesty Nurina Savitri (Foto: Anggi/detikcom).
Dalam kesempatan yang sama, peneliti Amnesty Nurina Savitri menilai DPR dalam melakukan revisi KUHAP tidak terpacu oleh waktu. Menurutnya, yang perlu diperhatikan ialah terkait hak asasi manusia.
"Karena gini, kami pikir kalau memang dasar dari pembuatan revisi ini adalah memang untuk membuat sistem hukum yang lebih baik, yang lebih berperspektif hak asasi manusia. Harusnya acuannya itu bukan timeline," ujarnya.
"Bukan masa sidang satu kali atau dua kali. Tapi bagaimana kemudian pasal-pasal di dalam undang-undang ini memang betul-betul melindungi. Kami tadi di dalam tidak mendapatkan jawaban seperti itu," sambungnya.
Menurutnya, jika terpacu oleh waktu, maka pembahasan tidak akan efektif. Dia menilai banyak pihak yang akan terdampak oleh revisi KUHAP.
"(Revisi) masih saja terpentok dikejar waktu. Ada kalau bisa masa sidang dalam satu bulan. Ini kan artinya kami mempertanyakan apa iya memang ini benar akan memperbaiki," imbuhnya.
(amw/taa)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini