Ketua Majelis Pembebas Ronald Tannur Sindir Hakim Heru Tak Akui Terima Suap

4 hours ago 6

Jakarta -

Ketua majelis hakim pembebas Gregorius Ronald Tannur, Erintuah Damanik, menyindir hakim anggota Heru Hanindyo yang tak mengakui penerimaan suap dari pengacara Ronald, Lisa Rachmat. Erintuah juga menyindir Heru tak kooperatif.

Hal itu disampaikan Erintuah Damanik saat membacakan pleidoi atau nota pembelaan pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/4/2025). Diketahui, majelis pembebas Ronald diketuai Erintuah Damanik dengan anggota hakim Mangapul dan hakim Heru Hanindyo.

"Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Yang Mulia Majelis Hakim yang telah memimpin jalannya persidangan dalam perkara ini dengan tegas, arif, dan bijaksana sehingga perkara ini persidangannya lancar, kalaupun agak tersendat itu karena salah satu pihak terdakwa yang kurang kooperatif," ujar Erintuah Damanik saat membacakan pleidoi pribadinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Erintuah mengatakan perkara ini minim pembuktian. Dia mengatakan keterangan Lisa berubah-ubah dan Heru tak mengakui perbuatannya.

"Saksi Lisa Rachmat, si pemberi suap mengingkari perbuatannya dan memberikan keterangan berubah-ubah. Ditambah lagi saksi mahkota, Heru Hanindyo, juga tidak mengakui perbuatannya menerima uang yang dibagikan di ruang kerja Mangapul pada hari Senin tanggal 10 Juni 2024 dengan memberi alasan yang tidak masuk akal," ujarnya.

Dia mengatakan Heru memberikan alasan yang tak masuk akal. Dia mengatakan Heru ikut menerima suap dari Lisa yang dibagikan di ruang kerja Mangapul pada 10 Juni 2024, sehingga masih memiliki waktu untuk memindahkan uang itu sebelum penggeledahan pada 23 Oktober 2024.

"Di antaranya mengatakan bahwa ia (Heru) tidak berada di Surabaya sejak tanggal 17 Juni 2024 sampai 24 Juni 2024. Dan ketika dilakukan penggeledahan pada tanggal 23 Oktober 2024 di rumahnya, uang tersebut ditemukan. Hal ini merupakan alasan dan logika yang tidak masuk akal," kata Erintuah.

"Karena ia menerima uang dari kami pada hari Senin tanggal 10 Juni 2024, sedangkan waktu penggeledahan di rumah Heru Hanindyo pada tanggal 23 Oktober 2024. Jadi dalam tenggang waktu tersebut cukup banyak waktu bagi Heru Hanindyo untuk menyimpan uang tersebut di tempat lain," tambahnya.

Dia mengatakan jaksa tak mengapresiasi pengajuan status justice collaborator yang ia ajukan bersama Mangapul dengan tetap menuntut hukuman yang tinggi. Menurutnya, perkara ini tidak akan terungkap jelas tanpa pengakuan darinya dan Mangapul.

"Akan tetapi mengenai justice collaborator tersebut tidak mendapat apresiasi oleh jaksa penuntut umum dengan tidak mempertimbangkan dalam surat tuntutannya, kecuali dalam hal-hal yang meringankan. Sebagaimana yang terungkap di persidangan, tidak seorang saksi pun yang menerangkan dan mengetahui perbuatan terdakwa dan kawan-kawan," ujarnya.

Dia menyinggung keterangan Lisa yang pernah mencabut pernyataannya dan tidak mengakui pernah menyerahkan suap. Dia mengatakan Lisa bahkan mengajaknya melakukan tindakan serupa untuk mencabut keterangan tersebut.

"Saksi Lisa Rachmat mengajak terdakwa untuk mengikuti keterangannya dan mencabut keterangannya dalam BAP Penyidikan dan pernah menyuruh penasihat hukum yang menemui terdakwa dan saksi Mangapul dengan maksud yang sama," ujarnya.

Dia mengatakan Heru juga meminta istrinya, Rita Sidahuruk, tak menyebutkan nama Heru dengan janji akan membiayai sekolah anaknya. Namun, Erintuah memilih tak mengikuti permintaan tersebut.

"Saksi Heru Hanindyo juga pernah mengatakan kepada terdakwa dan saksi Rita Sidahuruk, istri terdakwa, supaya tidak menyebut-nyebut namanya karena telah menerima uang suap tersebut dengan janji saksi Heru Hanindyo akan membiayai anak-anak terdakwa. Akan tetapi terdakwa tidak mengindahkannya dan tetap menerangkan sesuai dengan apa yang saya ketahui, alami, dan saya dengar, dan saya lakukan," ucapnya.

Erintuah mengatakan ia dan Mangapul mengakui menerima suap dari Lisa. Namun, dia mengatakan suap itu tak mempengaruhi musyawarah majelis untuk membebaskan Ronald.

"Meskipun sesungguhnya uang tersebut tidak berpengaruh kepada musyawarah Majelis Hakim pada tanggal 28 Mei 2004 yang sepakat bahwa Ronald Tannur tidak terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan oleh karenanya membebaskannya dari dakwaan. Karena berdasarkan fakta-fakta persidangan, Majelis Hakim tidak menemukan bukti bahwa Ronald Tannur adalah pelakunya," ujarnya.

Dia mengakui jika perbuatannya salah dan melanggar hukum. Dia berharap majelis hakim akan mempertimbangkan status justice collaborator yang telah diajukan.

"Saya berharap dan memohon kiranya yang Mulia Majelis Hakim dapat mempertimbangkan terdakwa dan saksi Mangapul sebagai terdakwa yang bekerjasama atau justice collaborator dan memberikan hukuman yang seadil-adilnya terhadap terdakwa dan saksi Mengapul," ujarnya.

Erintuah lalu menjelaskan asal usul uang Rp 97.500.000, 32.000 SGD dan 35.992,24 ringgit Malaysia yang ditemukan penyidik saat penggeledahan di Apartemen Gunawangsa, Surabaya pada 23 Oktober 2024. Dia mengatakan uang tunai lebih dari Rp 97 juta itu merupakan uang belanja hingga penghasilan selama bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.

"Uang sejumlah Rp 97.500.000 tersebut diambil dari dompet istri terdakwa sejumlah Rp 10.000.000 yang merupakan uang belanja. Sisanya Rp 40.000.000 merupakan uang hasil pengumpulan terdakwa sejak bertugas di PN Surabaya dari uang sewa rumah, uang transport, uang makan pecahan Rp 100 ribu dan Rp 500 ribu," kata Erintuah.

"Selebihnya adalah sisa penukaran dolar untuk biaya makan, ongkos jalan, biaya hotel beberapa orang hakim dan ketua pengadilan negeri untuk mengikuti seminar persaingan usaha yang diselenggarakan oleh Komisi Persaingan Usaha di Hotel Ayana Jakarta Pusat yakni tanggal 13 Oktober 2024 sampai dengan 16 Oktober 2004," imbuhnya.

Dia mengatakan ringgit 35.992,25 adalah sisa uang pengobatan, transport serta persiapan kontrol kesehatan di Rumah Sakit Island Hospital di Penang, Malaysia sejak tahun 2002-2015 ketika bertugas di PN Medan. Dia mengatakan ia masih harus melanjutkan pengobatan ke Penang, Malaysia.

"Namun karena kesibukan dan lamanya perjalanan dari Surabaya ke Penang berbeda dari perjalanan Medan ke Penang yang hanya memerlukan waktu 40 menit maka terdakwa belum berangkat ke Penang. Buktinya ada pada penasehat hukum," ujarnya.

Dia mengatakan uang SGD 32 ribu merupakan titipan seorang kurator di Semarang. Dia mengatakan majelis hakim pemutus perkara niaga kurator itu tak mau menerima uang tersebut.

"Bahwa uang 32.000 Singapur dollar disita dalam keadaan amplop tertutup itu adalah uang titipan dari salah satu kurator di Semarang untuk diserahkan kepada Majelis Hakim Pemutus Perkara Niaga. Namun Majelis Hakim Pemutus tersebut tidak bersedia menerimanya jadi uang tersebut hendak terdakwa kembalikan kepada kurator sebut jika ia datang ke PN Surabaya," ujarnya.

Erintuah menyesali perbuatannya. Dia berharap majelis hakim akan menjatuhkan hukuman yang ringan untuknya di kasus ini.

"Kiranya majelis hakim Yang Mulia dapat menjatuhkan putusan yang seringan-ringannya kepada terdakwa karena baik pidana badan dan denda yang dituntutkan oleh penuntut umum dalam surat tuntutannya pada tanggal 22 April 2025 masih terasa berat bagi terdakwa," ujarnya.

Sebelumnya, Erintuah Damanik dituntut 9 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyakini Erintuah melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa tiga hakim PN Surabaya menerima suap Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu atau setara Rp 3,6 miliar terkait vonis bebas Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ketiga hakim itu ialah Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan, hakim yaitu Terdakwa Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul yang memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, berdasarkan Penetapan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas I-A Khusus Nomor 454/Pid.B/2024/PN Sby tanggal 05 Maret 2024, yang menerima hadiah atau janji, berupa uang tunai sebesar Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu," kata jaksa penuntut umum.

Kasus ini bermula dari jeratan hukum untuk Ronald Tannur atas kematian kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Ibu Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kemudian berupaya agar anaknya bebas.

Dia pun meminta pengacara bernama Lisa Rahmat mengurus perkara itu. Lisa Rahmat kemudian menemui mantan pejabat MA Zarof Ricar untuk mencarikan hakim PN Surabaya yang dapat menjatuhkan vonis bebas kepada Ronald Tannur.

Singkat cerita, suap diberikan dan Ronald Tannur bebas. Belakangan, terungkap kalau vonis bebas itu diberikan akibat suap.

Jaksa juga telah mengajukan permohonan kasasi atas vonis Ronald Tannur. MA mengabulkan kasasi itu dan Ronald Tannur telah divonis 5 tahun penjara.

(mib/fca)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial