Kesetaraan dan Keadilan di Belanda

3 hours ago 2

Jakarta -

Ada sebuah ungkapan populer di Belanda yang cukup menggambarkan cara pandang masyarakat di sana: niet gelijk, maar wel gelijkwaardig. Artinya kurang lebih: (kita) tidak sama, tapi setara dalam nilai. Maksudnya, meskipun setiap orang berbeda, entah dari segi karakteristik fisik, kemampuan, latar belakang, atau peran di masyarakat, semua tetap memiliki nilai yang sama dan layak diperlakukan dengan rasa hormat yang setara.

Seorang dokter dan petugas kebersihan, misalnya, jelas berbeda dalam hal pekerjaan yang ditekuni. Namun, keduanya sama-sama penting dalam keberlangsungan hidup di masyarakat. Mereka sama berharganya. Setiap individu dianggap setara dalam hak, martabat, dan nilai sebagai manusia. Potret kehidupan bermasyarakat ini mencerminkan prinsip dasar egalitarianisme, di mana setiap orang diperlakukan dengan keadilan dan penghormatan.

Kehidupan beragama

Egalitarianisme di Belanda sangat terasa, salah satunya, dalam kehidupan beragama. Negara, melalui konstitusi, memberikan kebebasan penuh bagi setiap orang untuk memeluk, menjalankan, atau bahkan tidak menganut agama apa pun. Tidak ada agama resmi negara, dan semua agama diperlakukan setara. Sebagai contoh, komunitas Muslim Indonesia di Utrecht baru-baru ini meresmikan sebuah masjid dan pusat kebudayaan Indonesia di Houten, setelah mendapatkan izin dari kantor pemerintah setempat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di mata negara, tidak ada agama yang dianggap lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain dalam hukum atau kebijakan publik. Baik pemeluk agama mayoritas seperti Kristen maupun agama minoritas seperti Islam, Hindu, atau Buddha, semuanya diakui dan dilindungi hak-haknya. Bahkan, sistem pendidikan di Belanda tetap membuka ruang bagi sekolah-sekolah berbasis agama seperti Kristen atau Islam untuk berdiri dan mendapatkan subsidi pemerintah, asalkan memenuhi standar pendidikan nasional.

Sebagai negara multikultural, Belanda memiliki pendekatan yang cukup inklusif dalam menangani keberagaman agama. Pemerintah tidak ikut campur dalam urusan internal agama, tetapi tetap memastikan hak setiap individu untuk menjalankan kepercayaannya dengan aman. Tugas negara adalah melindungi para pendoa, bukan memeriksa apa isi doa mereka. Pendekatan ini membantu menjaga harmoni sosial di tengah keberagaman yang ada.

Keadilan layanan

Di Belanda, baik warga lokal maupun pendatang memiliki hak yang sama untuk mengakses layanan publik, seperti pendidikan dan kesehatan. Pendidikan dasar hingga menengah disediakan secara gratis, sementara semua warga diwajibkan memiliki asuransi kesehatan yang preminya disesuaikan dengan pendapatan masing-masing. Selain itu, ada subsidi yang akan membantu biaya pendidikan anak dan layanan kesehatan.

Belanda juga menggunakan sistem pajak progresif, di mana tarif pajak akan semakin tinggi seiring dengan pendapatan. Orang yang berpenghasilan lebih besar akan membayar pajak yang lebih banyak. Sistem ini didukung oleh berbagai program kesejahteraan sosial yang solid, seperti tunjangan pengangguran, bantuan sosial, dan subsidi perumahan. Semua itu bertujuan untuk membantu mereka yang berpenghasilan rendah dan mengurangi kesenjangan ekonomi.

Pengguna jalan di Belanda diperlakukan secara adil, baik pejalan kaki, pengguna sepeda, pengendara motor, maupun mobil. Jalur sepeda yang luas dan aman adalah salah satu ciri khas infrastruktur di Belanda. Selain itu, layanan umum seperti transportasi dan fasilitas publik juga dirancang untuk memudahkan penyandang disabilitas dan memastikan semua orang bisa bergerak dengan mudah dan mandiri.

Kesetaraan gender juga dijunjung tinggi. Pemerintah telah menetapkan berbagai kebijakan untuk memastikan laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama, baik dalam kesempatan kerja, gaji, akses pendidikan, maupun layanan sosial lainnya. Langkah ini turut menciptakan lingkungan yang mendukung kesetaraan dan pemberdayaan bagi semua individu, tanpa memandang gender.

Suatu hari, saat ingin membeli jaket di tempat thrifting, saya bertanya apakah jaket tersebut untuk pria atau wanita. Penjaga toko menjawab, "Apa masalahnya? Kalau kamu suka, silakan dibeli." Teman saya dengan bercanda kemudian bilang, "Di sini orang tidak membedakan antara pakaian pria atau wanita, Mas." Kejadian ini menggambarkan bahwa di Belanda, pakaian bukanlah sesuatu yang perlu dibatasi oleh jenis kelamin. Setiap orang bebas memilih apa yang mereka suka.

Kilas sejarah

Mungkin, egalitarianisme masyarakat Belanda saat ini akan sulit dibayangkan oleh masyarakat bekas koloninya, seperti Indonesia. Pada masa kolonial, kehidupan di tanah jajahan ditandai dengan ketimpangan yang sangat mencolok. Akses terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan publik lebih banyak diberikan kepada kalangan Eropa dan warga asing lain. Penduduk pribumi sering diperlakukan sebagai kelas kedua atau ketiga, tanpa kesempatan yang setara untuk maju.

Pramoedya A. Toer dalam beberapa novelnya dengan tajam menggambarkan ketidaksetaraan sosial yang diterapkan oleh Belanda pada masa kolonial. Melalui karya-karya seperti Bumi Manusia dan Anak Semua Bangsa, ia menunjukkan bagaimana sistem kolonial membentuk hierarki sosial yang menempatkan orang Eropa di posisi tuan, sementara pribumi sebagai bawahan. Belanda menggunakan sistem hukum, pendidikan, dan ekonomi untuk melanggengkan kekuasaan mereka.

Karakter-karakter dalam novel Pram seringkali menjadi cerminan perjuangan melawan ketidakadilan. Minke dalam Bumi Manusia, umpamanya, adalah seorang pemuda pribumi yang memperjuangkan hak untuk mendapatkan pendidikan dan kebebasan berpikir yang setara di tengah diskriminasi rasial. Ia menyuarakan aspirasi kaum pribumi melalui tulisan-tulisannya. Karakter-karakter seperti Minke ini tidak hanya berjuang untuk hak pribadi, tetapi juga untuk perubahan sosial yang lebih luas.

Dengan membandingkan 'wajah' antara Belanda modern dan memori kolektif tentang Belanda masa kolonial, kita bisa melihat perubahan besar dalam penerapan prinsip kesetaraan dan keadilan. Belanda telah berbenah diri untuk menciptakan masyarakat yang inklusif dan egaliter. Komitmen ini tercermin dalam kebijakan sosial yang menghormati hak setiap warga, baik lokal ataupun pendatang. Di sana, semua individu diperlakukan dengan sama berharganya.

Muhammad Jauhari Sofi mengajar Intercultural Communication di FTIK UIN KH Abdurrahman Wahid Pekalongan; mahasiswa doktoral di Universiteit Utrecht, Belanda

(mmu/mmu)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial