Kemenperin Harap Kortas Tipikor Polri Melacak Aliran Dana Kasus SPK Palsu

1 week ago 14

Jakarta -

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berharap Kortas Tipikor Polri bisa melacak aliran dana dari kasus Surat Perintah Kerja (SPK) palsu yang dilakukan mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial LHS. Diharapkan aliran dana tersebut dapat terlacak dari hulu hingga hilir.

Sebelumnya, Kemenperin melalui Juru Bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief telah membuat laporan kepada Tipikor Polri terkait kasus suap SPK Fiktif 2023-2024. Laporan dugaan penyuapan ini disampaikan berdasarkan analisis Kemenperin atas dokumen transaksi keuangan antara eks PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) LHS dengan beberapa vendor, terkait dengan penerbitan SPK Fiktif oleh LHS.

"Kemenperin juga telah menyampaikan surat berisi laporan dugaan tindak pidana penyuapan dalam kasus SPK Fiktif tahun 2023-2024 ke Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri," kata Febri dalam keterangan tertulis, Jumat (14/2/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami berharap dari pelaporan ini menjadi bahan bagi penyidik untuk melakukan penindakan atas dugaan suap-menyuap tersebut. Kortas Tipikor Polri diharapkan melacak aliran dana (follow the money) yang diterima oleh LHS cs baik ke hilir maupun ke hulu," sambungnya.

Dia menjelaskan berdasarkan bukti dokumen yang dilaporkan diduga ada penampungan dana dari beberapa vendor ke rekening LHS cs. Dari rekening LHS cs tersebut, kemudian sebagian besar mengalir ke beberapa vendor yang telah mendapatkan SPK fiktif sebelumnya atau seperti skema Ponzi.

Sebagian lagi digunakan oleh LHS cs untuk kepentingan pribadinya. Menariknya, ada beberapa transaksi yang diduga mengalir ke artis atau selebgram berinisial M mencapai lebih dari Rp 400 juta.

Dia mengatakan selain ke hilir, penyidik Kortas Tipikor diharapkan juga melacak sumber dana yang diberikan vendor kepada LHS cs. Dalam kasus SPK Fiktif diduga sumber dana vendor berasal dari beberapa investor. Investor tersebut diduga berasal dari perorangan, lembaga keuangan, dan juga pejabat negara.

"Kami mengharapkan, penyidik Kortas Tipikor melacak aliran dana dalam kasus SPK Fiktif ini terutama terkait dengan pasal penyuapan dan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), meliputi dana yang berhasil ditampung oleh LHS dan kemudian digunakan untuk membayar vendor yang mendapatkan SPK fiktif sebelumnya, juga sumber dana beberapa vendor. Hal ini untuk membuat kasus SPK Fiktif menjadi terang-benderang, siapa pelaku dan siapa yang sebenarnya menikmati dana serta dari mana dana tersebut berasal," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Febri buka suara perihal dengan pemberitaan besar media ekonomi nasional terkait dengan kasus SPK fiktif ini. Menurutnya, berita tersebut sangat tendensius dan tidak proporsional, serta tidak cukup melakukan verifikasi sebelum berita diterbitkan.

"Pemberitaan tersebut tidak mencerminkan informasi sesuai kepentingan publik untuk mendapatkan informasi yang akurat, namun lebih mendahulukan kepentingan beberapa vendor dan investor. Menperin (Agus Gumiwang Kartasasmita) tidak takut pada gerakan tersebut, dan memerintahkan untuk melaporkan dugaan penyuapan demi kepentingan publik agar mendapatkan informasi yang sebenarnya," jelas Febri.

Febri mengatakan Agus Gumiwang Kartasasmita juga memandang bahwa kejadian ini menjadi jalan bagi melakukan 'bersih-bersih' di internal Kemenperin dalam pelaksanaan anggaran.

"Menperin memastikan para pelaksana anggaran, termasuk PPK, bekerja sesuai dengan Standar Operasional dan Prosedur (SOP) yang berlaku," kata Febri.

Dia menambahkan bukti-bukti yang disampaikan Kemenperin kepada Kortas Tipikor antara lain berupa DIPA Direktorat Industri Industri Kimia Hilir dan Farmasi TA 2023, SK penunjukan dan pengangkatan LHS sebagai Pejabat Pengelola DIPA TA 2023, SK penjatuhan hukuman disiplin berat LHS sebagai PNS, SPK-SPK fiktif, tagihan pembayaran, dan rekapitulasi uang keluar masuk.

SPK yang dibuat oleh LHS adalah SPK fiktif dengan beberapa penjelasan berikut. Pertama, surat perintah kerja yang ditandatangani oleh terduga pelaku (LHS) dengan Penyedia (investor) tidak terdaftar dalam Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) Kementerian Perindustrian. SPK tersebut diterbitkan oleh PPK tanpa melalui SOP yang ditetapkan. Contoh dugaannya, tidak melaporkan calon pemenang kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil.

Kedua, total pagu anggaran yang dicatut oleh Terduga pelaku dalam setiap SPK-nya yakni mata anggaran kegiatan 019.EC.6058.QDI.001.051.A.522191 hanyalah senilai Rp. 590.000.000 (lima ratus sembilan puluh juta rupiah), sehingga tidak mungkin menjadi dasar pembiayaan atas paket pekerjaan yang nilainya di atas itu.

Ketiga, kegiatan yang dilaksanakan oleh Pihak Ketiga (rekanan terduga pelaku) berdasarkan SPK fiktif tidak melibatkan satu pun pegawai Kementerian Perindustrian. Seluruh pekerjaan hanya direncanakan, dihadiri maupun diikuti oleh Pihak-Pihak yang tidak terkait dengan Kementerian Perindustrian maupun program kegiatan Kementerian Perindustrian.

Keempat, pencairan anggaran maupun transfer pertanggungjawaban ke rekening Penyedia (investor), tidak melalui kas Negara maupun Kantor Pelayanan Perbendaharaan Kas Negara (KPPN), melainkan melalui rekening pribadi. Padahal sejatinya, jika pekerjaan dimaksud merupakan benar pekerjaan yang dibiayai oleh APBN maka akan dilakukan pembayaran melalui transfer langsung ke rekening Penyedia dari kas Negara.

Febri menjelaskan, para vendor tersebut diduga memberikan sejumlah uang kepada LHS dengan tujuan untuk mendapatkan tender pengadaan dari Kementerian Perindustrian sesuai dengan yang ditawarkan LHS.

"Dalam hal ini, LHS menawarkan vendor untuk mengerjakan kegiatan dengan menunjukkan DIPA Kemenperin. Namun, halaman DIPA yang ditunjukkan merupakan kegiatan dari Unit Eselon I lainnya di Kemenperin, bukan DIPA Ditjen IKFT seperti yang disampaikan LHS kepada vendor," tuturnya.

Kementerian Perindustrian mengharapkan para vendor lebih berhati-hati dalam mengikuti proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, misalnya cermat dalam memverifikasi keabsahan SPK. Vendor juga diminta untuk tidak mudah terbujuk dengan iming-iming mendapatkan proyek dan imbal hasil besar.

Dia menjelaskan, target LHS adalah vendor-vendor baru yang belum pernah mendapatkan tender pengadaan dari kementerian/lembaga. Selama ini, LHS diduga bekerja sendiri, karena Kementerian Perindustrian tidak pernah menerbitkan Surat Tugas yang menunjuk LHS untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tercantum dalam SPK fiktif.

"Kemenperin berharap Kortas Tipikor Polri dapat segera menindaklanjuti laporan ini. Langkah melaporkan dugaan kasus penyuapan ini merupakan bukti nyata komitmen Kemenperin dalam menyelesaikan kasus melalui jalur hukum," tutup Febri.


(ega/ega)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial