Jakarta -
Fenomena pagar laut yang membentang di bibir pantai telah menjadi sorotan publik. Terlebih isu pagar laut di pesisir Tangerang yang membentang lebih dari 30 km, keberadaannya viral di media sosial, memicu berbagai reaksi dari masyarakat, LSM, komunitas nelayan, hingga pemerintah. Pertanyaan besar yang muncul, siapa yang bertanggung jawab atas keberadaan pagar laut ini, dan apa implikasinya bagi kedaulatan wilayah laut Indonesia?
Secara kasat mata, pagar laut tersebut berada di wilayah teritorial Indonesia, tepatnya di perairan yang meliputi Jawa Barat, Banten, dan Jakarta. Dengan posisi strategis ini, tanggung jawab hukum dan penyelesaiannya seharusnya menjadi prioritas pemerintah Indonesia melalui perangkat hukum nasional. Namun, memahami fenomena ini juga memerlukan perspektif yang lebih luas, yaitu hukum laut internasional.
Dalam hukum laut internasional terdapat dua prinsip utama, yakni mare liberum (laut bebas) dan mare clausum (laut tertutup). Konsep mare liberum, yang dirumuskan oleh Hugo Grotius, menegaskan bahwa laut adalah wilayah internasional yang tidak dapat dimiliki oleh siapa pun, sehingga dapat digunakan secara bebas untuk perdagangan dan pelayaran. Di sisi lain, mare clausum mengacu pada laut yang dianggap sebagai bagian dari kedaulatan suatu negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga dan mengelola wilayah lautnya. Kedaulatan laut Indonesia telah diakui secara internasional melalui Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang lahir berkat peran besar Indonesia. Sosok seperti Prof. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Hasyim Djalal telah menjadi pelopor dalam merumuskan konsep archipelagic state, yang kini menjadi landasan hukum internasional. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban moral dan historis untuk menjadi teladan dalam penerapan hukum laut internasional.
Peran Indonesia sebagai pemrakarsa UNCLOS harus tercermin dalam penyelesaian kasus seperti pagar laut ini. Ketegasan dalam menegakkan hukum laut, baik nasional maupun internasional, tidak hanya mempertahankan kedaulatan, tetapi juga menunjukkan komitmen Indonesia terhadap tata kelola laut yang adil dan berkelanjutan. Dengan demikian, pemerintah tidak boleh mengabaikan tanggung jawab ini dengan hanya sekadar membongkar pagar laut yang ada, namun juga mengusut tuntas pelaku dan motifnya di muka hukum, terutama sebagai bentuk ketegasan implementasi UNCLOS di hadapan masyarakat internasional.
Lebih dari itu, pagar laut ini bukan hanya soal fisik keberadaannya, tetapi juga merupakan ujian terhadap kedaulatan Indonesia dalam mengelola sumber daya laut. Fenomena ini mencerminkan tantangan kompleks yang melibatkan banyak pihak, mulai dari penegakan hukum, pengelolaan sumber daya alam, hingga perlindungan hak-hak nelayan lokal. Oleh karena itu, penyelesaiannya harus dilakukan secara menyeluruh, melibatkan koordinasi antara pemerintah pusat, daerah, dan masyarakat.
Namun, sikap reaksioner atau saling tuduh di ruang publik justru kontraproduktif. Hal ini hanya akan memperkeruh suasana dan mengalihkan fokus dari penyelesaian masalah. Sebaliknya, semua pihak perlu menahan diri dan memberikan ruang bagi pihak berwenang untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional, tanpa tekanan untuk membuka semua yang terlibat dengan transparan. Sebab, kepercayaan pada pemerintah perlu disertai dengan pengawasan publik yang transparan dan akuntabel.
Sebagai negara yang memiliki hak kedaulatan atas lautnya, Indonesia juga harus memastikan bahwa seluruh aktivitas di perairannya sesuai dengan hukum yang berlaku. Penyelesaian kasus pagar laut ini dapat menjadi momentum untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mampu menjaga kedaulatannya, tetapi juga berperan aktif dalam menegakkan prinsip-prinsip hukum laut internasional.
Lebih jauh, komitmen Indonesia terhadap hukum laut internasional harus menjadi contoh bagi negara-negara lain. Sebagai salah satu negara yang mendorong lahirnya UNCLOS, Indonesia memiliki tanggung jawab moral untuk menunjukkan kepemimpinan dalam mengelola wilayah laut secara adil, bijaksana, dan berkelanjutan.
Pagar laut ini adalah pengingat bahwa laut bukan sekadar wilayah geografis, tetapi juga arena politik, ekonomi, dan hukum yang membutuhkan pengelolaan cermat. Jika dikelola dengan baik, penyelesaian kasus ini dapat memperkuat posisi Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat dan berwibawa.
Pemerintah Indonesia tidak hanya perlu menyelesaikan kasus pagar laut ini, tetapi juga menjadikannya sebagai pembelajaran berharga. Melalui transparansi, akuntabilitas, dan penghormatan terhadap hukum, pemerintah dapat membangun kepercayaan masyarakat sekaligus memperkuat reputasi Indonesia di mata dunia.
Dengan warisan besar dari tokoh-tokoh seperti Prof. Mochtar Kusumaatmadja dan Prof. Hasyim Djalal, Indonesia memiliki landasan kuat untuk menjadi pelopor dalam tata kelola laut global. Semoga persoalan ini dapat diselesaikan dengan adil, bijaksana, dan tetap menjaga kedaulatan negara.
Heri Herdiawanto Associate Professor, Dekan FISIP Universitas Al-Azhar Indonesia
(mmu/mmu)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu