Kasus Caplok PT JN oleh Dirut ASDP Nonaktif Rugikan Negara Hampir Rp 900 M

1 month ago 17

Jakarta -

KPK mengungkap kasus korupsi yang terjadi di lingkungan PT ASDP (Persero). KPK mengatakan kasus korupsi tersebut menimbulkan kerugian negara hingga Rp 893,1 miliar.

"Atas perhitungan yang dilakukan, maka transaksi akuisisi PT JN oleh PT ASDP terindikasi menimbulkan kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 893.160.000.000,00," ungkap Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (13/2/2025).

Budi menjelaskan kerugian negara ini ditimbulkan atas upaya akuisisi yang dilakukan Direktur Utama PT ASDP nonaktif Ira Puspadewi terhadap PT Jembatan Nusantara (JN). Saat itu, Ira menyepakati nilai akuisisi PT JN sebesar Rp 1,2 triliun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Proses akuisisi ini dilakukan untuk memperoleh 53 kapal milik PT JN. Namun ternyata, 53 kapal tersebut memiliki usia yang tergolong sudah tidak layak.

"Kapal-kapal yang diakuisisi oleh perusahaan ASDP atau PT ASDP ini sebenarnya tidak layak dilakukan akuisisi. Karena umurnya dari 53 kapal yang berumur di bawah 22 tahun hanya 11 kapal, sedangkan sisanya sebanyak 42 kapal kurang lebih 10 umurnya hampir 60 tahun, kemudian 20-an umurnya diatas 30-an tahun," kata Budi.

Dia menjelaskan dengan usia dan kategori kapal yang tidak layak ini, maka KPK melakukan koordinasi dengan auditor. Hasilnya, ditemukan perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara.

"Jadi ini yang membuat keyakinan dari kami tim penyidik serta JPU bahwa memang telah terjadi perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara yang hingga hari ini kami estimasi," jelasnya.

Adapun rincian dari nilai total akuisisi sebesar Rp 892.000.000.000,00 untuk saham termasuk perhitungan 42 kapal milik PT JN dan sebesar Rp380.000.000.000,00 untuk nilai 11 kapal milik afiliasi PT JN.

Sebelumnya diberitakan, Ira selaku Direktur Utama PT ASDP pada tahun 2018 menyepakati tawaran akuisisi dari pemilik PT Jembatan Nusantara bernama Adjie yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Keduanya pun merencanakan seluruh proses akuisisi hingga akhirnya mengakali aturan perusahaan bersama dengan dua tersangka lainnya yakni Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP dan Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP.

"Pada saat itu Saudara IP selaku Direktur Utama memerintahkan pada bawahannya untuk membuat satu aturan internal atau Peraturan Direksi terkait dengan proses akuisisi tersebut dengan berbagai hal yang dikecualikan, yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Nah, setelah ada payung hukum secara internal di ASDP, proses akuisisi pun dilaksanakan," jelas Budi.

Kemudian pada tahun 2019, Ira melakukan proses 'window dressing' atau manipulasi laporan keuangan terhadap kinerja PT JN agar terlihat positif. Pada akhirnya, Ira bersama Adjie pun menandatangani nota kesepahaman atau MoU terkait dengan kerjasama usaha.

Selanjutnya Ira membuat surat untuk diberikan kepada jajaran Komisaris PT ASDP hingga Kementerian BUMN. Surat kepada Dewan Komisaris berisikan tentang memohon persetujuan secara tertulis atas rencana kerjasama dan usaha pengoperasian kapal dengan PT JN Group. Sementara terhadap Kementerian BUMN perihal persetujuan akuisisi.

Padahal secara aturan izin untuk persetujuan yang dikirim ke Kementerian seharusnya melewati Dewan Komisaris PT ASDP. Sementara, Dewan Komisaris pada saat itu hanya mengetahui tentang kerjasama akuisisi, bukan terkait persetujuan untuk akuisisi.

Setelah proses akuisisi dilaksanakan, Ira lantas mengembalikan aturan sebelumnya yang menyatakan PT ASDP tidak boleh melakukan proses akuisisi suatu perusahaan. Hingga akhirnya pada tahun 2020 setelah Peraturan Direksi disusun diikuti dengan perubahan RJPP (Rencana Jangka Panjang Perusahaan) dilakukan perubahan bahwa akan melakukan akuisisi terhadap 53 kapal sesuai dengan yang dimiliki PT JN.

Budi juga mengungkap pada saat menyepakati harga, Ira bersama Adjie menggunakan tim penilai yaitu KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) untuk melegitimasi terhadap negosiasi harga tersebut. Namun KJPP ini tidak melakukan valuasi yang sesuai dan hanya menginput nilai sesuai dengan nilai negosiasi yang telah disepakati.

(isa/isa)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial