Jampidum Kejagung Dorong Hukuman Mati di Kasus Narkotika: Apalagi Bandar

5 hours ago 1

Jakarta -

Jampidum Kejagung Asep Nana Mulyana menyampaikan penerapan hukuman mati masih diperlukan. Asep mengatakan pihaknya lebih banyak menerapkan tuntutan hukuman mati kepada pelaku pidana narkotika.

Hal itu disampaikan Asep dalam acara Seminar Nasional Hukuman Mati dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif, dan Hukum Internasional di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2025). Asep awalnya menjelaskan bagaimana modus peredaran narkotika yang semakin canggih dan melibatkan masyarakat.

"Memang betul, kebanyakan di kami itu narkotika, kenapa kami tuntut mati? Itu luar biasa, kemarin BNN itu datang ke kami, itu modusnya sudah tambah canggih, jadi kalau konvensional biasanya kan diselipkan di truk di segala macam, jadi sekarang, tangki bensin itu dipotong dua, dibelah dua, kemudian masukin barang-barang haram itu ke sebagian tangki itu, kalau dilacak pakai anjing pelacak tidak akan kecium, karena bau bensinnya, bau bahan bakar," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Asep, peredaran narkotika juga melibatkan masyarakat kecil. Dia mencontohkan bagaimana nelayan di Jawa Barat diminta menjadi kurir narkoba hanya dengan upah Rp 1 juta hingga Rp 2 juta.

"Saya waktu di Jawa Barat Itu hampir berapa ton yang tadi menggunakan penduduk, tanda kutip nelayan tradisional untuk memanfaatkan. Jadi dia (pengedar) sewa di situ, ngontrak di situ, bergaul dengan masyarakat lokal, dikasih nelayan itu Rp 1-2 juta rupiah saja, ngambil ke sana kemudian di kapal besar, kapal yang itu ngambil seolah itu barang bawa ke darat," ucapnya.

Karena itu Asep mengatakan, pihaknya menindak tegas pelaku tindak pidana narkotika, salah satunya dengan tuntutan hukuman mati. Menurutnya, Kejagung selalu melihat dampak negatif atau mudarat yang besar dari suatu kasus seperti kasus narkotika untuk menentukan tuntutan hukuman mati.

"Bayangkan kalau kami tidak betul-betul tegas, dalam narkotika ini, bagaimana nasib bangsa? Jadi memang betul, kalau kami di Kejaksaan, begitu barang buktinya sudah 2 kilo ke atas, sudah tidak mungkin, kalau meja saya pasti (tuntutan) mati itu, tidak ada istilah, tidak ada tawar-tawar," ucapnya.

"Jadi begitu posisi Kejaksaan, jadi kami melihat itu melihat bagaimana aspek mudaratnya itu sangat lebih besar daripada manfaatnya itu, impact benefitnya itu, kemudian cost benefitnya, itu sangat-sangat luar biasa, jadi memang kebanyakan betul, kami itu tuntut mati itu, apalagi sudah namanya bandar, itu sudah nggak ada ampun itu," tegasnya.

Asep juga menyinggung mengenai penerapan KUHP baru yang akan berlaku mulai tahun 2026. Dia mengatakan, dalam KUHP baru terdapat perubahan paradigma dalam penegakan hukum, dari retributif menuju restoratif. Dia mengatakan perubahan paradigma itu adalah hal yang baik.

"Kemudian juga kita juga sudah punya KUHP baru, yang insyaallah akan berlaku tanggal 2 Januari 2026, di mana di dalam KUHP nasional, memang KUHP ini banyak sekali merubah apa namanya, yang dikit-dikit penjara dikit-dikit penjara, jadi kalau kemudian saat ini kita merasakan dampak negatifnya, karena kita semuanya, termasuk saya, mungkin sebagian teman-teman hakim, penyelidik, semua, penjara sebagai instrumen utama," katanya.

"Nah sekarang digeser ke arah bagaimana kemudian dari retributif ke restoratif dan rehabilitatif," ujarnya.

Menurut Asep, dengan perubahan paradigma itu maka tidak semua kasus hukum harus berlanjut ke persidangan.

"Kami pun menyesuaikan, terutama dalam hal-hal yang kaitan yang bisa kita restorasikan, kita bisa koreksi bareng-bareng, kita kemudian bisa rehabilitasi bareng-bareng, maka tidak semua perkara itu sampai ke temen-temen hakim," katanya.

(azh/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial