Jakarta -
Jaksa KPK memutar rekaman suara buron Harun Masiku soal diperintah merendam ponsel dan standby di DPP PDIP. Rekaman suara itu merupakan percakapan telpon.
Rekaman suara itu diputar jaksa saat bertanya ke satpam kantor DPP PDIP, Nurhasan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/5/2025). Nurhasan dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun dan perintangan penyidikan, terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Mulanya, Nurhasan mengakui pernah bertemu dengan Harun Masiku. Dia mengaku diminta dua orang tak dikenal untuk menelfon Harun saat sedang bertugas di Rumah Aspirasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Izin melanjutkan Yang Mulia, kalau di BAP, pertanyaan ke-7 poin ke-11, 'Karena saya takut, terpaksa saya mengikuti instruksi mereka berdua dan setelah saya sadar, ternyata yang dihubungi via telepon tersebut adalah saudara Harun Masiku'," kata jaksa membacakan BAP.
"Ini saudara (Nurhasan) bisa menjelaskan di sini, tadi kan saudara ngomongnya karena gelap saudara nggak tahu orangnya, sehingga nggak tahu itu Harun Masiku. Tapi di BAP ini saudara menyampaikan bahwa, 'Setelah saya sadar ternyata yang dihubungi via telfon tersebut adalah saudara Harun Masiku',?" imbuh jaksa.
"Itu belum Pak, itu pas udah kelamaan baru saya tahu," jawab Nurhasan.
"Jadi setelah ramai-ramai saudara tahu itu Harun Masiku?" tanya jaksa.
"Iya itu, oh ini orangnya," jawab Nurhasan.
Singkatnya, Nurhasan dan Harun sepakat bertemu di kawasan Jalan Cut Meutia, Jakarta Pusat. Dia mengatakan dua orang tak dikenal itu mengawasinya dari kejahuan.
"Dia nggak menempel dengan saudara ya?" tanya jaksa.
"Nggak, nggak menempel," jawab Nurhasan.
"Dia hanya mengawasi dari kejahuan?" tanya jaksa.
"Iya, ngawasin saya," jawab Nurhasan.
Nurhasan mengaku dititipi tas laptop oleh Harun dalam pertemuan tersebut. Dia mengatakan tas itu kemudian diambil oleh dua orang tak dikenal tersebut.
"Terus selain itu ada komunikasi apa lagi setelah titip tas bagaimana kejadiannya?" tanya jaksa.
"Udah saya balik Pak. Saya balik ke rumah, terus orang itu berhentiin saya, ngambil tas itu, dibawa tas itu," jawab Nurhasan.
Jaksa mendalami percakapan Nurhasan dengan Harun soal perintah khusus. Nurhasan mengaku tak ada perintah khusus yang ia sampaikan ke Harun.
"Apakah ada perintah-perintah khusus kepada yang bersangkutan yang saudara sampaikan?" tanya jaksa.
"Kalau perintah khusus saya kurang tahu pak, khusus apa saya kurang tahu," jawab Nurhasan.
Jaksa lalu memutar rekaman suara saat Nurhasan menelfon Harun. Begini bunyinya:
Harun: halo, iya?
Nurhasan: halo?
Harun: halo, iya, iya?
Nurhasan: ini ada amanat Pak, bapak handphonenya.
Harun: ke mana?
Nurhasan: handponenya harus direndam air.
Harun: iya Pak, iya.
Nurhasan: bapak standby di DPP.
Harun: gimana?
Nurhasan: DPP.
Harun: iya, iya, oke, di mana disimpannya Pak?
Nurhasan: di air pak, direndam di air.
Harun: di mana itu?
Nurhasan: nggak tahu saya, bilangnya gitu aja.
Harun: ini aja Pak Hasan segera ini, Pak Hasan segera itu, kita ke itu ke apa namanya, apa namanya, halo halo?
Nurhasan : iya Pak, halo Pak?
Harun: naik motor aja Pak.
Nurhasan: iya, ke mana Pak?
Harun: di gang yang rumah dekat samping itu.
Nurhasan: oh pinggir sini Pak? kali?
Harun: yang ya, iya, yang nomor 10 itu situ kan? Atau di mana? Atau di DPP?
Nurhasan: ya di situ aja Pak nanti ketemuan di situ aja.
Harun: bapak di mana?
Nurhasan: ya jadi saya.
Harun: bapak di mana? Bapaknya di mana?
Nurhasan: bapak lagi di luar pak.
Harun: di mana?
Nurhasan: lagi di luar.
Harun: bapak suruh ke mana?
Nurhasan: perintahnya Pak Harun suruh standby di DPP, terus handphone itu harus direndam di air katanya gitu
Harun: di mananya? di mana?
Nurhasan: nggak tahu saya juga, ya terserah bapak.
Harun: iya, iya, bapak meluncur sekarang, saya tunggu di dekat, naik motor aja.
Nurhasan: iya, iya pak.
Harun: sekarang yang di itu, di pom bensin mana itu? Dekat, dekat, yang di Hotel Sofyan?
Nurhasan: Hotel Sofyan, oh Cut Meutia.
Harun: depan Cut Muetia, iya, sekarang berangkat ya.
Nurhasan: oke ya pak ya.
Harun: oke, terima kasih.
Jaksa lalu menanyakan suara dalam rekaman suara tersebut. Nurhasan mengakui itu suaranya.
"Itu maksudnya, ini apakah percakapan yang kami putar ini apakah betul percakapan yang tadi saudara ceritakan tadi? Coba diingat-ingat," pinta jaksa.
"Tadi kan saudara sudah dengar suara ya, apakah salah satu dari itu suara saudara?" imbuh jaksa.
"Yang saya telfon sama dia?" tanya Nurhasan memastikan.
"Iya tadi itu," ujar jaksa.
"Iya, saya kan telfonan," jawab Nurhasan.
"Itu suara saudara bener ya?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Nurhasan.
Jaksa lalu mendalami siapa sosok 'bapak' yang disebutkan Harun. Nurhasan mengaku tak tahu dan hanya mengikuti instruksi dari dua orang tak dikenal tersebut.
"Bapak di mana, ini yang dimaksudkan siapa?" tanya jaksa.
"Itu kan di loudspeaker pak, bapak di mana, yang satu depan itu gini, bapak di luar," kata Nurhasan sambil mempraktikan instruksi kode yang diberikan oleh dua orang tak dikenal.
"Yang dimaksud bapak itu siapa?" tanya jaksa.
"Ya orang itu ngomong, saya ikutin dia," jawab Nurhasan.
Jaksa tak puas dengan jawaban Nurhasan dan kembali bertanya soal sosok 'bapak' yang disebutkan Harun. Nurhasan berasumsi 'bapak' yang dimaksud ialah dua orang tak dikenal yang menghampirinya tersebut.
"Iya, maksudnya kan yang nanya Harun, yang ditanya Harun itu, yang dicari oleh Harun itu siapa? Bapak di mana itu maksudnya bapak siapa?" tanya jaksa
"Ya nggak tahu," jawab Nurhasan.
"Perkiraan saya bapak, orang itu," imbuhnya.
"Orang itu?" tanya jaksa.
"Iya," jawab Nurhasan.
KPK sebelumnya mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku, yang jadi buron sejak 2020.
"Dengan sengaja telah melakukan perbuatan mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan terhadap Tersangka Harun Masiku," kata jaksa saat membacakan dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.
"Memberi atau menjanjikan sesuatu, yaitu Terdakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku telah memberi uang sejumlah SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, yaitu kepada Wahyu Setiawan selaku anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) periode 2017-2022," kata jaksa, Jumat (14/3).
(mib/dek)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini