Jaksa Minta Hakim Tolak Eksepsi Ibunda Ronald Tannur di Kasus Suap Rp 4,6 M

3 weeks ago 16

Jakarta -

Jaksa penuntut umum (JPU) meminta majelis hakim menolak nota keberatan atau eksepsi ibunda Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja. Jaksa mengatakan Pengadilan Tipikor Jakarta berwenang mengadili perkara suap dan gratifikasi hakim pembebas Tannur.

"Berkenaan dengan hal itu, penuntut umum berpendapat bahwa keberatan tersebut tidak berdasar hukum, karena kewenangan mengadili perkara a quo di pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sudah sesuai dengan ketentuan," kata jaksa saat membacakan tanggapan eksepsi Meirizka di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (17/2/2025).

Jaksa menyebut surat dakwaan yang disusun telah menguraikan secara lengkap perbuatan Meirizka. Jaksa menyebut surat dakwaan itu juga teleh memenuhi syarat formil dan materil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penuntut umum berpendapat bahwa dakwaan terhadap diri terdakwa yang telah dibicarakan pada persidangan tertanggal 10 Februari 2024 telah disusun secara jelas, cermat, dan lengkap sebagaimana ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf a dan huruf b KUHAP yaitu telah diberi tanggal dari tanda tangan ini serta telah menunjukkan syarat formil nama lengkap, tempat lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka," kata jaksa.

"Dan syarat materil uraian secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan," tambahnya.

Jaksa mengatakan peran Meirizka yang mengupayakan vonis bebas Ronald Tannur juga tertuang lengkap dalam surat dakwaan. Jaksa mengatakan unsur pidana dalam surat dakwaan masuk pokok perkara dan harus dibuktikan dalam persidangan dengan menghadirkan saksi.

"Selanjutnya penuntut umum juga dengan jelas telah menguraikan peran terdakwa dalam kapasitas telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan yang merupakan bagian dari unsur penyertaan sebagaimana diatur dalam pasal 551 KUHP yang pembuktiannya juga bersifat alternatif," ucapnya.

Jaksa minta majelis hakim mengesampingkan eksepsi Meirizka. Jaksa juga minta pemeriksaan materi pokok perkara Meirizka dilanjutkan.

"(Memohon majelis hakim) menolak keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh tim penasihat hukum Terdakwa Merizka Widjaja untuk seluruhnya, menyatakan bahwa Surat Dakwaan nomor PDS 01/M.1.10/FT.1/01/2025 tanggal 30 Januari 2025 yang telah dibacakan pada persidangan hari Senin tanggal 10 Februari 2025 telah memenuhi syarat sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 143 ayat 2 huruf a dan b KUHAP," kata Jaksa.

"Menyatakan bahwa pengadilan tindak pilihan korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara ini, mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap pekara atas nama Terdakwa Merizka Widjaja untuk dilanjutkan," pinta jaksa.

Sebelumnya, ibunda Gregorius Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, didakwa memberi suap dan gratifikasi total Rp 4,6 miliar agar anaknya divonis bebas dalam kasus tewasnya Dini Sera. Suap itu diberikan kepada tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang mengadili Ronald.

"Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Lisa Rachmat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim yaitu memberi uang tunai keseluruhan sebesar Rp 1.000.000.000 dan SGD 308.000 (sekitar Rp 3,6 miliar)," kata jaksa dalam sidang dakwaan Meirizka di PN Tipikor Jakarta, Senin (10/2).

Suap itu diberikan melalui pengacara Meirizka, Lisa Rachmat. Uang suap tersebut lalu diserahkan kepada tiga hakim majelis kasus Ronald Tannur di PN Surabaya, mulai dari Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

Ronald Tannur merupakan terdakwa kasus penganiayaan berujung tewasnya Dini Sera Afrianti. Dia lalu divonis bebas oleh PN Surabaya. Vonis bebas itu rupanya didapat karena suap dari Meirizka Widjaja.

Erintuah Damanik mendapatkan SGD 38 ribu, Mangapul menerima SGD 36 ribu SGD dan hakim Heru Hanindyo mendapatkan SGD 36 ribu. Sisa SGD 30 ribu kemudian disimpan oleh hakim Erintuah Damanik.

Meirizka melalui Lisa Rachmat juga memberikan SGD 48 ribu kepada Erintuah Damanik. Erintuah merupakan ketua majelis hakim yang mengadili kasus penganiayaan Ronald Tannur di PN Surabaya.

"Uang tunai SGD 48 ribu dari terdakwa Meirizka Widjaja melalui Lisa Rachmat kepada Erintuah Damanik dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan padanya untuk diadili, yaitu supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara pidana Gregorius Ronald Tannur menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum," ungkap jaksa.

Jaksa mengungkap Lisa Rachmat ditugaskan oleh Meirizka untuk mencari tahu susunan hakim yang akan mengadili Ronald Tannur. Pada 25 Januari 2024, Lisa lalu bertemu dengan mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Zarof diketahui sebagai makelar kasus di MA selama tahun 2012 hingga 2022.

Singkat cerita, Erintuah Damanik, Heru Hanindyo, dan Mangapul ditunjuk sebagai majelis hakim PN Surabaya yang mengadili kasus Ronald Tannur. Meirizka lalu mengirimkan total uang Rp 1 miliar dan SGD 308 ribu kepada ketiganya sebagai jaminan agar anaknya divonis bebas.

"Bahwa sebagai upaya mempengaruhi hakim yang akan memeriksa dan memutus perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur, maka selama proses persidangan perkara pidana atas nama Gregorius Ronald Tannur di Pengadilan Negeri Surabaya, terdakwa Meirizka Widjaja melalui Lisa Rachmat memberikan uang tunai sebesar Rp 1.000.000.000 dan SGD 308.000," ungkap jaksa.

Jaksa mendakwa Meirizka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Meirizka juga didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(mib/yld)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial