Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI dari Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menyoroti soal isu plagiarism, royalti, hingga hibah literasi dan ketersedian ragam buku bacaan di kalangan penulis.
Ibas mengatakan saat ini ada banyak kendala yang dihadapi para penulis. Untuk itu, pihaknya akan terus mendorong kemajuan para penulis Indonesia. Sebab menurutnya, membaca dan menulis merupakan salah satu upaya untuk memajukan bangsa.
"Kita harus tau dalam kehidupan sekarang ini, tidak mudah menjadi penulis. Ada tantangan dan kendala yang dihadapi. Apalagi di era digital saat ini. Pertama, rendahnya tingkat literasi Indonesia. Menurut peringkat UNESCO tahun 2021, Indonesia berada di peringkat 100 dari 208 negara," papar Ibas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini menunjukan kurangnya minat baca yang berdampak pada lemahnya apresiasi karya tulis. Tidak hanya berbicara yang ada di Jakarta dan di kota-kota besar, tetapi di seluruh pelosok Tanah Air," sambung Ibas.
Hal tersebut disampaikannya dalam Audiensi dengan penulis perempuan muda Indonesia bertema 'Ibu Punya Mimpi, Perempuan Berkisah: Penulis Indonesia Mendunia Tak Terbatas' di Gedung MPR RI, pada Rabu (12/3/2025).
Ibas menilai teknologi dapat mempermudah akses, namun juga bisa menjadi distraksi digital media sosial. Bahkan, teknologi terkadang juga menjadi penghambat fokus menulis dan membaca. Belum lagi adanya kendala lainnya seperti plagiarisme.
"Plagiarisme, pembajakan buku masih cukup marak. Merugikan penulis yang bergantung pada royalti. Hak cipta kerap diabaikan dan mengancam kesejahteraan para penulis. Akibatnya penulis pemula akan kesulitan mengembangkan keahliannya dalam menulis," kata Ibas.
"Jadi tidak hanya di dunia musik, tapi di dunia cipta karya buku ini juga masih perlu kita dengar, kita carikan solusi terbaiknya, dan kita pikirkan bagaimana yang menguntungkan untuk semua pihak," lanjutnya.
Pada kesempatan tersebut, Ibas menegaskan akan terus mendengar dan mengawal agar negara hadir menciptakan kebijakan dan regulasi yang berpihak pada kesejahteraan penulis Indonesia.
"Kami di MPR RI, Fraksi Partai Demokrat mendengar, bekerja dan mengawal agar peran negara hadir melalui regulasi, kebijakan, dan insentif yang tepat untuk para penulis," jelasnya.
Ia pun memaparkan tentang UU 28 tahun 2014 yang memberikan kepastian hukum. Hal ini termasuk insentif pajak final 0.5% untuk penghasilan di bawah 500 juta pertahun.
"Kalau pajaknya terlalu tinggi, terlalu mahal, membuat motivasi dari para penulis itu terdegradasi (menurun)," imbuhnya.
Kemudian, Ibas juga membahas tentang pendanaan dan hibah literasi agar dapat terus meningkat. "Kami juga berharap negara bisa memperhatikan agar pendanaan dan hibah literasi bisa terus tumbuh dan meningkat, lebih besar. Pendanaan terkait dengan dana Indonesia, terakhir di masa lalu itu sekitar 2T (triliun), itu bisa terus kita lanjutkan atau tingkatkan," tegasnya.
Ibas juga berharap adanya keberpihakan dalam pendidikan. Salah satunya seperti beasiswa seni budaya bagi mereka yang ahli dalam bidang seni dan karya tulis.
Dalam sambutannya, Ibas juga membahas sistem pendidikan di Swedia, yang saat ini kembali menerapkan pembelajaran melalui textbook. Untuk itu, Ibas mengajak seluruh pihak agar memberikan dorongan, dukungan dan memastikan agar semua bisa terus mempromosikan buku.
"Yang awalnya berbasis online, pendekatan dengan peralatan teknologi, hari ini kembali pada proses konservatif, menggunakan buku, pembelajaran melalui teks book. Artinya Indonesia tidak tertinggal untuk pengembangan dunia pendidikan, dunia baca, tulis, dan lainnya," papar Ibas.
"Melalui pameran buku atau bisa kita lakukan dengan international book fair, kolaborasi serupa di tingkat nasional dan tingkat dunia, memastikan minat baca anak kita semakin meningkat," sambungnya.
Ibas juga mendorong agar jumlah buku yang beredar semakin besar, berkualitas, dan bervariasi. "Kita dorong agar jumlah buku beredar pun semakin besar. Berkualitas, apalagi buku-bukunya melegakan pikiran, memberikan kreativitas. Bukan buku negatif, yang hoax, yang keluar dari sebuah etika kehidupan bangsa," tegasnya.
Lebih lanjut, Ibas menekankan pentingnya memberikan penghargaan dan apresiasi kepada penulis melalui berbagai event. "Literasi bukan sekedar membaca, tapi juga mengambil makna dari setiap kata," paparnya
Ibas optimistis Indonesia memiliki kesempatan menciptakan sumber daya yang unggul. "Mengutip yang disampaikan Lewis Carrol dalam buku 'Alice's Adventures in Wonderland': It's no use going back to yesterday. Because I was a different person then," urainya.
"Setiap perjalanan hidup seperti buku, selalu menghadirkan bab baru dalam kehidupan. Karenanya kita jangan terus terpaku pada masa lalu, tapi kita gapai masa depan penuh tantangan. Setuju ya?" kata Ibas.
Di akhir sambutannya, Ibas mengajak untuk menjaga asa, terus maju, dan berkarya. "Akhirnya teman-teman yang cerdas dan kreatif. Mari jaga asa kita untuk terus maju, berkarya, demi menjaga warisan intelektual bangsa. Semoga diskusi ini menjadi penyemangat dan sebagai landasan kita semua dalam merancang kebijakan yang lebih progresif, inklusif dan berkelanjutan," ungkapnya.
"Membaca dan menulis bukan hanya ekspresi diri tapi merupakan bagian dari memajukan Ibu Pertiwi. Teruslah membaca dan menulis. Berbagi cerita dan menginspirasi," lanjut Ibas.
Senada, penulis novel sekaligus peserta acara Meisya Sallwa berharap agar pemerintah dapat bergerak bersama memberikan efek jera pada tindakan plagiarism.
"Banyak sekali buku diplagiat, tapi tidak ada tindakan yang memberikan efek jera. Sebagai penulis banyak efek buruk, tidak hanya berdampak pada penulis tapi seluruh industri penulisan yang dirugikan. Semoga pemerintah bergerak bersama membuat kebijakan yang memberikan efek jera pada plagiarism. Bisa diberikan langkah konkret untuk disosialisasikan lebih luas lagi," pungkasnya.
Sebagai informasi, acara ini turut dihadiri beberapa peserta yang merupakan penulis perempuan, di antaranya Meisya Sallwa, Grace Reinda, Fayanna Allisha, Nadzira Shafa Askar, Erisca Febriani, dan lain sebagainya. Hadir pula Anggota FPD DPR RI Sabam Sinaga, Raja Faisal Manganju Sitorus, dan Faujia Helga Br. Tampubolon.
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu