Jakarta -
Potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) diprediksi meningkat selama musim kemarau 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau seluruh pihak, mulai dari masyarakat hingga pemerintah untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap bencana karhutla.
Dikutip dari situs BMKG, pencegahan dini menjadi langkah paling efektif untuk menghindari kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, hingga dampak kesehatan masyarakat.
"Saat ini Indonesia tengah memasuki musim kemarau dan karhutla berpotensi terjadi. Seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas perlu melakukan aksi mitigasi untuk mengurangi risiko dan dampak dari karhutla," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati dalam Apel Kesiapsiagaan Nasional Karhutla di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Riau, Selasa (29/4).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wilayah dengan Potensi Karhutla
Menurt BMKG, awal musim kemarau 2025 terjadi secara bertahap mulai akhir April hingga Juni di sebagian besar wilayah, dengan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada periode Juni - Agustus. Sifat kemarau diprediksi didominasi kondisi normal (sekitar 60%), namun 26% wilayah berpotensi mengalami kemarau atas normal (lebih basah) dan 14% bawah normal (lebih kering).
Berikut ini prediksi karhutla di sejumlah wilayah Indonesia.
- Pada periode April - Mei 2025, risiko karhutla umumnya rendah, namun beberapa area di Riau, Sumatera Utara, dan NTT mulai menunjukkan risiko menengah hingga tinggi.
- Di bulan Juni 2025, peningkatan signifikan risiko karhutla terjadi di wilayah Riau (41,5% wilayah berisiko tinggi), Sumatera Utara, Jambi, dan sekitarnya.
- Di bulan Juli - September 2025, risiko karhutla meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. NTT, NTB, Papua Selatan, Kalimantan Selatan, serta Bangka Belitung menjadi wilayah dengan potensi risiko tertinggi.
- Pada bulan Oktober 2025, risiko karhutla diprediksi tetap tinggi di NTT, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
"Khusus Wilayah Riau, secara alamiah berpotensi mengalami dua kali musim kemarau, yakni pada Februari-Maret dan kembali pada Mei hingga Agustus, yang diprediksi menjadi puncak kemarau. Kondisi ini menyebabkan provinsi ini lebih sering mengalami hotspot dibanding wilayah lain. Bahkan meski tanpa pembakaran, potensi kebakaran tetap ada karena faktor angin dan gesekan ranting. Maka prediksi berbasis data sangat penting untuk mitigasi," ujar Dwikorita.
Bentuk Siap Siaga Karhutla
Sebagai bentuk antisipasi terhadap potensi karhutla, BMKG bersama BNPB dan pemerintah daerah melakukan hal-hal berikut.
- Mendorong upaya-upaya pembasahan lahan, upaya-upaya mempertahankan tinggi muka air di lahan, dan pengisian embung-embung serta kanal dengan memanfaatkan hujan yang masih ada saat periode transisi menjelang musim kemarau.
- Bentuk penyiagaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), patroli udara, serta pengawasan lapangan secara berkala, khususnya di wilayah Riau yang saat ini telah berstatus siaga darurat karhutla.
Selain itu, Dwikorita juga mengajak seluruh pihak untuk memanfaatkan informasi prediksi iklim dan potensi karhutla yang tersedia melalui situs resmi BMKG, termasuk data kualitas udara dan titik panas yang diperbarui setiap jam.
"BMKG berkomitmen untuk terus memantau perkembangan iklim dan potensi karhutla serta menyampaikan informasi terkini kepada masyarakat dan pihak terkait demi mencegah dampak buruk yang mungkin terjadi. Dengan data yang akurat dan tindakan yang cepat, kita bisa mencegah bencana besar," ujarnya.
(kny/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini