Jakarta -
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid mengingatkan kembali tentang pentingnya negara mengingatkan warga bangsa terhadap sejarah RI menjadi NKRI, melalui Mosi Integral Mohammad Natsir di Parlemen RIS pada 3 April 1950 yang berhasil mengembalikan NKRI, setelah sebelumnya melalui Konferensi Meja Bundar 27 Desember 1949 diubah Belanda menjadi RIS.
Sehingga usulan ditetapkannya tanggal 3 April sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan bulan April sebagai bulan NKRI, wajar dipertimbangkan serius oleh Presiden Prabowo.
Diungkapkan HNW, dipilihnya tanggal 3 April karena sebagai peringatan dan penghormatan akan hadirnya kembali NKRI melalui mosi integral yang disampaikan oleh Mohammad Natsir, seorang tokoh Islam dan Ketua Partai Islam Masyumi ketika itu, di Parlemen RIS, pada 3 April 1950.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hari itu adalah fakta sejarah yang tak bisa dipungkiri, dia tonggak bersatunya berbagai elemen bangsa buah ijtihad, jihad politik dan mujahadah luarbiasa dari M. Natsir, Ketua Fraksi Partai Masyumi, yang faktanya didukung oleh semua fraksi yang ada di Parlemen RIS, termasuk Partai Katolik, Partai Kristen, bahkan PKI dan PNI juga mendukung, bahkan PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang dipimpin Soemitro Djojohadikusumo, ayah dari Presiden Prabowo. Mereka semua, sekalipun haluan dan ideologi politik berbeda dengan M. Natsir, tapi mereka bersatu untuk secara aklamasi mendukung mosi integral Natsir, kembali kepada NKRI," ujar HNW dalam keterangannya, Minggu (13/4/2025).
Hal tersebut disampaikan Pimpinan MPR RI dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, saat berbincang dengan Pengurus Pusat Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), organisasi massa Islam yang didirikan oleh M Natsir, di Ruang Kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (11/4).
Dalam konteks kekinian, lanjut HNW, ditetapkannya tanggal 3 April tersebut, akan menyatukan bangsa Indonesia dan menyelesaikan dikotomi yang membelah antara ideologi beragama dan bernegara dengan adanya fenomena Islamophobia dan Indonesia Phobia yang ada di tengah umat dan masyarakat. Dan Mosi Integral itu terbukti berhasil menyatukan semua partai politik yang berbeda latar ideologinya agar bersatu menyelamatkan Indonesia kembali menjadi NKRI, yang sekarang diteriakkan menjadi 'NKRI Harga Mati'.
Islamophobia adalah mereka yang memiliki pandangan tidak suka dengan Islam dan umat Islam, seolah-olah umat Islam tidak ada perannya untuk negara dan bangsa ini dan karenanya umat Islam tidak perlu dihargai atau cukup untuk dipojokkan saja. Padahal, yang memperjuangkan Indonesia menjadi NKRI adalah M. Natsir seorang tokoh Islam, ulama dan politisi.
Sedangkan Indonesia Phobia adalah mereka yang memiliki pandangan negatif terhadap negara. Seperti, negara Indonesia disebut bid'ah, thogut sampai kafir,.
"Maka dengan ijtihad M. Natsir menghadirkan kembali NKRI dan didukung oleh semua kekuatan politik di DPR RIS, harusnya dikotomi dan salah paham itu sudah selesai. Karena M. Natsir selain Pimpinan Partai Islam Masyumi, juga seorang Ulama dan pejuang cendekiawan Muslim, tapi justru beliaulah Negarawan yang berhasil memperjuangkan kembalinya NKRI setelah diubah Belanda jadi RI," jelas HNW.
Dikatakan HNW, jatuhnya Hari NKRI di bulan April juga memiliki catatan sejarah yang sangat penting untuk Indonesia. Sebab, di bulan April juga terselenggaranya Konferensi Asia Afrika (KAA) pada tanggal 18-24 April 1955 di Bandung, Jawa Barat. Itulah tonggak bersatunya negara-negara Asia dan Afrika untuk Merdeka dari pecah belah penjajah-penjajah Barat.
HNW menekankan, melihat pentingnya usulan untuk menjadikan atau menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari NKRI, HNW berharap agar DDII (ormas yang didirikan almarhum Buya M. Natsir) untuk berada di garda terdepan mengambil peran memperkuat usulan tersebut.
HNW bersyukur dan mengucap Alhamdulillah, para Pimpinan DDII yang hadir, yakni Wakil Ketua Umum II Dr. H. Muhammad Noer, MA, Wakil Ketua Umum IV Dr. H. Imam Zamroji, MA, Sekretaris Umum Drs. H. Avid Solihin, MM, Bendahara Umum H. Ade Salamun, M.Si, Ketua Bidang Pendidikan Dr. Ujang Habibie, M.Pd, Ketua Bidang Bina Masjid, Pesantren, Kampus Dr. H. Imam Zamrozi, MA, Ketua Bidang Pengembangan Daerah Dr. H. Ahmad Misbahul Anam, MA dan Hairul Anwar, MM, antusias menyambut positif masukan dan usulan dari HNW itu.
"Maka bagus bila dalam acara silaturrahim keluarga besar DDII tanggal 19 April 2025 nanti, dibuat semacam resolusi usulan dari Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia dan para tokohnya, agar tanggal 3 April dijadikan sebagai Hari Nasional yakni Hari NKRI. Apalagi kita di Indonesia ini sudah punya Hari Pancasila, Hari Konstitusi, wajar saja bila juga ada Hari NKRI," katanya.
Momentum Hari NKRI ini, lanjut HNW, sangat penting dimaksimalkan untuk bersatu dan menghilangkan segala polemik, kemudian bersama membangun bangsa menyongsong Indonesia Emas 2045.
"Untuk Presiden Prabowo Subianto, mumpung di tahun pertama masa jabatannya sebagai Presiden, ini akan sangat positif dan bahkan bisa menjadi _legacy_ beliau, memulainya dengan mewujudkan penguatan ke-NKRI-an. Menyatukan kekuatan-kekuatan politik dan kelompok masyarakat dalam satu semangat NKRI. Hal ini selaras dengan apa yang diperjuangkan dan menjadi _legacy_ ayah beliau, Prof. Soemitro Pimpinan PSI, yang juga mendukung mosi integralnya Moh. Natsir, pada 3 april 1950, dan itu menjadi tonggak hadirnya kembalI NKRI, yang kini kita jadikan slogan NKRI Harga Mati," pungkasnya.
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini