Jakarta -
Ketua majelis sidang panel 2, Saldi Isra, mencecar KPU dan Bawaslu Sulawesi Selatan (Sulsel) terkait banyaknya pemilih tidak tanda tangan dalam daftar hadir Pilgub Sulsel. Saldi mengaku bingung lantaran pemilih yang tidak tangan cukup banyak.
Hal itu disampaikan Saldi saat memimpin sidang perkara 257/PHPU.GUB-XXIII/2025, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (20/1/2025). Mulanya, kuasa hukum KPU Sulsel, Hifdzil Alim, membantah dugaan anomali surat suara tidak sah dan manipulasi daftar hadir pemilih.
"Dalil pemohon mengenai manipulasi daftar hadir memilih tetap secara masif di Sulawesi Selatan tidak benar, termohon tidak pernah melakukan manipulasi dalam bentuk apapun, baik data maupun proses pemilihan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Selatan," ujar Hifdzil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemohon adalah pasangan calon gubernur Sulsel nomor urut 1 Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto-Azhar Arsyad. Sementara termohon adalah KPU.
Saldi mempertanyakan terkait membludaknya pemilih datang bersamaan ke TPS. Hifdzil menduga para pemilih ingin segera berlibur, sehingga datang bersamaan di satu waktu.
"Berdasarkan klarifikasi yang dilakukan kepada KPPS di TPS Bodoa yang dimaksud tersebut TPS 13 itu memang banyak sekali para pemilih yang hadir secara bersamaan, karena waktu itu yang dipilih adalah ingin memilih pagi karena setelah memilih mereka langsung bekerja," jawab Hifdzil.
"Bekerja? Kan hari libur pak? Kan hari libur diliburkan saat pemungutan suara," tanya Saldi.
Pertanyaan Saldi itu hanya dijawab Hifdzil "Mohon maaf Yang Mulia,".
"Tapi ini kebetulan datang, pada waktu yang bersamaan gitu ya? Karena mungkin mau libur dan sebagainya?" lanjut Saldi.
"Iya mau liburan kemudian harus menjaga rumah yang ditinggalkannya. Berdasarkan hasil klarifikasi demikian yang mulia," imbuh Hifdzil.
"Nggak membludak itu apakah melebihi dari jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap) atau tidak?" sambung Saldi.
"Tidak Yang Mulia," jawab Hifdzil.
Saldi bertanya-tanya alasan para pemilih itu tidak menandatangani daftar hadir. Sebab, kata Saldi, banyak pemilih tidak menandatangani daftar hadir merupakan hal aneh.
"Kota Makassar kan bukan kota yang tingkat pendidikannya lebih rendah dari kota lain di Sulawesi Selatan, sama kayak Padang kalau di Sumatera Barat. Masa orang datang memilih tidak tanda tangan dengan jumlah yang banyak itu harus dikasihkan rasionalnya ke kami dengan bukti-bukti yang kuat. Apa yang bisa dijelaskan oleh KPU sebagai pemain utama, coba jelaskan. Kalau satu dua lupa itu masuk akal, tapi kalau puluhan orang tidak tanda tangan dalam satu TPS itu pertanyaan besar?" sambung Saldi.
Keterangan anggota KPU Sulsel, Ahmad Adiwijaya, senada dengan Hifdzil. Sejumlah TPS memang terjadi penumpukan di satu waktu.
"Memang dijawaban yang kami buat Yang Mulia, memang faktanya di lapangan terjadi beberapa TPS di mana ada penumpukan pemilih yang datang secara bersamaan di waktu tertentu," ujarnya.
"Pak kalau orang menumpuk datang kan nggak menumpuk datang ke TPS secara langsung kan ke bilik suara itu? Tetap bergilir kan? Ke bilik keluar tanda tangan kan? Apa rasionya orang bisa sebanyak itu tidak tanda tangan?" tanya Saldi.
"Kalau penjelasan dari KPU kabupaten kota, apa yang disampaikan dijawaban bahwa memang...," kata Ahmad yang dipotong Saldi.
Saldi pun menanyakan hal yang sama kepada Bawaslu, yakni bagaimana bisa pemilih yang datang ke TPS tidak tanda tangan. Namun, anggota Bawaslu Sulsel Mardiana Rusli malah menjelaskan penyebab suara tidak sah.
"Izin Yang Mulia kami melakukan pengawasan di 14.548 se-Sulsel dan Kota Makassar dari hasil laporan pengawasan yang kami terima dari pengawas TPS sebenarnya penyebab dari suara tidak sah dan sah adalah variatif yang pertama adalah keliru mencoblos, yang kedua adalah salah kertas suara yang rusak," jawab Mardiana.
"Ini yang saya tanyakan ada orang datang mencoblos tidak tanda tangan dan jumlahnya banyak dan itu sebagiannya di Kota Makassar apa yang bisa ibu jelaskan sebagai pengawas?" cecar Saldi.
Mardiana mengatakan terdapat alasan beragam dari kasus tersebut. "Di beberapa TPS sebenarnya variatif kasusnya misalnya ada TPS yang terjadi pemilih datang kemudian mencatatkan dalam daftar hadir. Tetapi dia kembali lagi sehingga pada saat selesai pemungutan suara itu tidak menggunakan hak pilihnya," ujarnya.
"Kedua, rata-rata kita temukan informasi adanya perlakuan pengawas KPPS yang tidak memberikan ruang kepada pemilih jika dia tidak membawa C pemberitahuan meski membawa KTP elektronik," sambung Mardiana.
Rupanya jawaban Mardiana tak memuaskan Saldi. "Bu kalau kita mengawasi itu orang keluar dari bilik suara masukkan hasilnya ke kotak suara, kemudian kan dikasih tinta, tanda tangan kan, sebelumnya tanda tangan kan. Nah ini kan jadi aneh masa belum tanda tangan sudah dikasih masuk bilik suara?" tanya Saldi.
"Sebelum tanda tangan dipersilakan antrean duduk di yang sudah disediakan," jawab Mardiana.
"Iya, kalau sebanyak itu apa yang bisa ibu jelaskan sebagai pengawas? Kalau satu dua orang tidak tanda tangan make sense mungkin lupa, tapi kalau segerombolan orang nggak tanda tangan apa yang bisa menjelaskan ini?" ujar Saldi.
Sebelumnya, pasangan calon nomor urut 1 Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto-Azhar Arsyad mendalilkan adanya praktik 'Politik Gentong Babi' sebagai upaya memenangkan pasangan nomor urut 2 Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi di Pilgub Sulsel 2024. Danny-Azhar meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi pasangan Andi-Fatmawati.
Istilah politik gentong babi adalah penggunaan sumber daya negara untuk merebut suara pemilih atau bisa juga dikenal politik iming-iming. Pada sidang sengketa perkara 257/PHPU.GUB-XXIII/2025 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (9/1/2025), Danny-Azhar menuding adanya keterlibatan ASN mendukung pasangan Andi-Fatmawati. Selain itu, adanya anomali surat suara tidak sah pada TPS-TPS di Kota Makassar.
"Kami menemukan adanya perbedaan tanda tangan pemilih dengan daftar hadir pemilih tetap. Pengakuan petugas KPPS dia sendiri yang tanda tangan daftar hadir. Pengakuan pemilih yang hadir di TPS tapi tidak diminta tanda tangan. Tanda tangan yang kasat mata identik pada dua nama atau lebih yang tercantum dalam satu daftar hadir," ujar kuasa hukum Danny-Azhar, Donal Fariz.
(amw/isa)