Efisiensi Anggaran dan Kualitas Kerja Pemerintah

3 weeks ago 41

Jakarta -

Pemerintahan Prabowo mengawali masa jabatannya dengan kebijakan kontroversi: pemangkasan anggaran masif senilai Rp 306,69 triliun. Melalui Inpres No.1/2025, pemotongan terbesar menghantam kementerian/lembaga (Rp 256,1 triliun) dan transfer daerah (Rp 50,59 triliun).

Meski diklaim untuk mendukung program unggulan seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan bantuan sosial, skala pemotongan yang drastis ini menimbulkan tanda tanya tentang dampaknya pada kinerja pemerintahan. Kementerian Keuangan bersikeras efisiensi ini tidak akan mengganggu layanan publik, namun besaran angkanya sulit untuk tidak mempengaruhi roda birokrasi.

Dampak pemangkasan anggaran langsung menghantam sektor vital: Kementerian Pekerjaan Umum (PU) terpaksa memangkas Rp 81 triliun, mengancam kelanjutan proyek-proyek infrastruktur strategis. Kemendiktisaintek juga terkena imbas dengan pemotongan Rp 22,5 triliun, memaksa pengurangan program riset sebesar 20%. Ironis, di tengah ambisi Indonesia mengejar ketertinggalan teknologi, justru anggaran riset yang dipotong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kementerian kini berlomba menghemat: perjalanan dinas dibatasi, acara seremonial dipangkas, bahkan ATK pun diperketat. Rapat online menjadi solusi darurat --tapi pertanyaannya, sampai kapan efisiensi dadakan ini bisa mempertahankan kualitas kerja pemerintahan?

Operasional Kementerian

Yang paling terpukul? Kementerian PU dengan pemotongan drastis Rp 81,38 triliun atau 80% dari anggaran awalnya. Dari total Rp 110,95 triliun, kini hanya tersisa Rp 29,57 triliun --angka yang mengkhawatirkan mengingat peran vital infrastruktur bagi ekonomi nasional.

Dampaknya? Puluhan proyek strategis mandek. Pembangunan 14 bendungan baru dan perbaikan irigasi 38.550 hektare terpaksa dicoret dari daftar. Lebih mengkhawatirkan lagi, sektor konstruksi yang menjadi tulang punggung ekonomi kini di ambang krisis dengan ancaman PHK massal yang bisa mencapai jutaan pekerja.

Efisiensi anggaran memaksa kementerian menerapkan kebijakan "diet" dalam operasional sehari-hari. Perjalanan dinas dipangkas hingga 50%, hanya menyisakan tugas yang benar-benar vital. Bahkan untuk operasional kantor sehari-hari, penghematan dilakukan sampai level mikro --dari mematikan lampu di beberapa area gedung hingga pembatasan penggunaan AC.

Perubahan drastis juga terlihat dari hilangnya acara-acara seremonial yang biasanya menjadi "pemandangan umum" di lingkungan pemerintahan. Rapat-rapat beralih ke format virtual, menghilangkan biaya logistik dan akomodasi yang selama ini rutin dianggarkan. Transformasi mendadak ini artinya betapa dalamnya dampak pemangkasan anggaran hingga ke level operasional paling dasar.

Fakta di lapangan terlihat tanda-tanda mengkhawatirkan. Kementerian PU yang anggarannya dipangkas 80% kini kesulitan menjamin keselamatan pengguna jalan dan kelanjutan proyek infrastruktur vital. Sementara kementerian lain terpaksa memangkas program-program esensial demi mengakomodasi pemotongan drastis ini.

Menariknya, saat pemerintah bicara soal efisiensi, struktur kabinet justru tetap "gemuk" dengan tumpang tindih fungsi antar kementerian. Mungkin sudah saatnya efisiensi tidak hanya dari sisi pengeluaran, tapi juga pembenahan struktur birokrasi yang lebih ramping dan efektif.

Program Prioritas

Program MBG menjadi "proyek raksasa" pemerintahan Prabowo dengan anggaran awal Rp 71 triliun. Namun angka ini ternyata hanya mampu bertahan hingga pertengahan 2025. Ambisi untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat memaksa pemerintah mencari tambahan Rp 100 triliun

Meski diklaim mampu mendorong ekonomi lokal melalui pemberdayaan UMKM dan menciptakan efek pengganda hingga 0,8% pertumbuhan ekonomi, besarnya anggaran yang dibutuhkan menimbulkan kekhawatiran akan beban fiskal negara. Ironis, di tengah pemangkasan anggaran berbagai kementerian, program ini justru berpotensi menyedot dana tambahan yang sangat besar.

Di tengah kebijakan pemangkasan anggaran, pemerintah tetap menggelontorkan dana besar untuk program prioritas lainnya: Rp 20 triliun untuk renovasi sekolah dan Rp 3,2 triliun untuk layanan kesehatan gratis. Yang paling mencolok adalah anggaran ketahanan pangan sebesar Rp 139 triliun --angka fantastis yang diklaim untuk mendorong swasembada pangan dan memberdayakan petani-nelayan. Pengalaman sebelumnya menunjukkan program-program serupa sering terkendala implementasi di lapangan. Terlebih dengan track record swasembada pangan yang selalu gagal tercapai.

Prioritas anggaran yang tidak seimbang memunculkan paradoks dalam pembangunan nasional. BRIN terpaksa memangkas anggaran riset hingga 35,52% dari pagu Rp 5,8 triliun, menghentikan survei nasional, dan bahkan tidak bisa melanjutkan langganan data satelit. Kemendiktisaintek juga harus memotong program riset 20% dari total Rp 1,1 triliun. Sementara itu, Kementerian PU membatalkan puluhan proyek infrastruktur vital karena pemotongan drastis hingga 80% dari anggaran awalnya.

Keuntungan Pemangkasan

Pemangkasan anggaran yang digaungkan pemerintah diklaim akan menghapus pemborosan birokrasi. Dari belanja barang APBN 2024 senilai Rp 405 triliun, pemotongan 10% berhasil menghasilkan "tabungan" Rp 40,5 triliun. Target utamanya adalah pos-pos yang selama ini dianggap boros: perjalanan dinas, acara seremonial, dan pengadaan barang non-esensial.

Pemerintah mengalihkan hasil pemangkasan anggaran ke program-program unggulan dengan total hampir Rp 240 triliun. Program terbesar adalah ketahanan pangan (Rp 144,6 triliun), disusul MBG (Rp 71 triliun), renovasi sekolah (Rp 20 triliun), dan pemeriksaan kesehatan gratis (Rp 3,2 triliun). Program-program ini dirancang dengan pendekatan ganda: selain memberi manfaat langsung ke masyarakat, juga diharapkan menggerakkan ekonomi lokal melalui keterlibatan UMKM dalam rantai pasoknya. Dari penyediaan bahan makanan untuk MBG hingga material renovasi sekolah, UMKM ditempatkan sebagai mitra utama dalam implementasi program.

Pemangkasan anggaran bisa menjadi momen untuk mendorong reformasi birokrasi yang lebih efisien dan akuntabel. Penerapan e-budgeting dan audit berkala membantu memastikan setiap rupiah anggaran digunakan secara tepat sasaran. Lebih penting lagi, efisiensi ini memaksa birokrasi untuk bergeser dari budaya "menghabiskan anggaran" menjadi budaya "berbasis kinerja" --di mana setiap program harus membuktikan manfaat nyatanya bagi masyarakat.

Kerugian Pemangkasan

Gelombang pemangkasan anggaran mulai menunjukkan dampak terhadap layanan publik. Kemenhub yang dipotong Rp 17,87 triliun terpaksa mengurangi subsidi transportasi umum --sebuah pukulan telak bagi masyarakat menengah ke bawah yang bergantung pada angkutan publik, terlebih di daerah terpencil.

Sektor pendidikan dan kesehatan juga tidak luput dari dampak efisiensi ini. Program beasiswa dan pelatihan guru terancam dipangkas, sementara layanan kesehatan gratis terancam berkurang. Ironis, saat pemerintah mengklaim ingin membangun SDM unggul, justru akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang dikorbankan.

Efisiensi anggaran memaksa ASN bekerja dalam kondisi serba terbatas --dari AC yang dimatikan hingga kendaraan dinas yang dikurangi. Beberapa kementerian mengambil jalan pintas dengan menerapkan Work From Anywhere (WFA), tapi ini justru menimbulkan masalah baru: pegawai honorer terancam kehilangan pekerjaan karena pos anggaran yang dipangkas.

Yang lebih mengkhawatirkan, pemangkasan ini berpotensi melumpuhkan roda ekonomi nasional. Kementerian PU yang dipotong Rp 81 triliun terpaksa menghentikan proyek-proyek vital seperti jalan tol, bendungan, dan irigasi.

Pemangkasan anggaran infrastruktur menghantam sektor konstruksi yang menyumbang 10,43% PDB, juga mengancam mata pencaharian jutaan pekerja. Dari kontraktor hingga produsen material bangunan, semua berada dalam pusaran ketidakpastian akibat proyek-proyek yang mandek.

Efek domino dari kebijakan ini berpotensi melumpuhkan roda ekonomi nasional. Ketika investasi publik di sektor produktif seperti infrastruktur terhenti, dampaknya akan terasa hingga level akar rumput: lapangan kerja menyusut, daya beli melemah, dan pertumbuhan ekonomi terancam stagnan.

Selektivitas Pemangkasan

Kebijakan pemangkasan anggaran memunculkan kekhawatiran dari berbagai kalangan. Terutama ketika pisau efisiensi ini menyasar sektor-sektor vital seperti pendidikan dan kesehatan --dua pilar utama pembangunan SDM yang memiliki efek pengganda besar terhadap perekonomian. Pemotongan yang terlalu agresif di sektor strategis bisa menjadi bumerang bukan hanya menghambat pembangunan manusia, tapi juga mengancam stabilitas sosial dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Pelajaran dari India bisa jadi peringatan bagi Indonesia. Pemangkasan anggaran pendidikan tinggi sebesar 17% di negara tersebut memicu gelombang protes dari kalangan akademisi, yang mengkhawatirkan merosotnya kualitas pendidikan dan akses bagi masyarakat kurang mampu.

Lebih jauh, efek domino pemangkasan anggaran bisa berbahaya bagi ekonomi. Ketika belanja produktif seperti infrastruktur dipotong, dampaknya akan mengalir ke sektor konstruksi dan rantai pasoknya --menciptakan efek spiral: PHK meningkat, daya beli turun, konsumsi melemah, dan akhirnya pertumbuhan ekonomi melambat.

Pemangkasan anggaran negara dan ketidakjelasan arah kebijakan fiskal membuat investor ragu untuk investasi jangka panjang di Indonesia. Hal ini diperparah dengan pemotongan anggaran infrastruktur. Efisiensi anggaran sebaiknya fokus mengurangi pemborosan birokrasi, bukan memotong layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan.

Pemotongan anggaran memang perlu, tapi harus tepat sasaran. Pengalaman Amerika Serikat menjelaskan dampak buruk pemangkasan anggaran kesehatan mental di sekolah. Pemotongan besar-besaran pada program kesehatan mental berbasis sekolah dalam APBN 2025 di sana telah menuai protes keras dari berbagai organisasi kesehatan masyarakat.

Jadi, efisiensi sebaiknya fokus pada pos-pos yang tidak produktif, bukan mengorbankan layanan publik penting seperti pendidikan dan kesehatan yang justru sangat dibutuhkan masyarakat.

Heru Wahyudi dosen di Prodi Administrasi Negara Universitas Pamulang

(mmu/mmu)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial