Duit Setengah Triliun Hasil Sitaan Kasus Impor Gula Digelar Kejagung

5 hours ago 3

Jakarta -

Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang tunai Rp 565 miliar terkait kasus kasus impor gula. Uang tersebut disita dari sembilan tersangka.

"Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung RI telah melakukan penyitaan uang sebanyak Rp 565.339.071.925,25 (Rp 565 miliar)," kata Dirdik Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar saat jumpa pers di Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).

Sembilan tersangka itu merupakan petinggi perusahaan gula swasta. Uang dikembalikan para tersangka secara sukarela.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Uang dari 9 tersangka yang telah disita oleh penyidik tersebut dengan total sejumlah Rp 565.339.071.000.925,25 dititipkan di rekening penampungan lain pada Jampidsus di bank Mandiri," katanya.

Kejagung Sita Rp 565 Miliar dari 9 Tersangka Kasus Impor GulaPenampakan uang Rp 565 Miliar yang disita dari 9 Tersangka Kasus Impor Gula (Foto: Kadek Melda Luxiana/detikcom)

Berikut rincian uang dari sembilan tersangka:

1. Tonny Wijaya NG (TW) selaku Direktur Utama PT Angels Products (PT AP) tahun 2015-2016 Rp 150.813.450.163,81

2. Wisnu Hendraningrat (WN) selaku Presiden Direktur PT Andalan Furnindo (PT AF) tahun 2011-2024 Rp 60.991.040.276,14

3. Hansen Setiawan (HS) selaku Direktur Utama PT Sentra Usahatama Jaya (PT SUJ) tahun 2016 Rp 41.381.685.068,19

4. Indra Suryaningrat (IS) selaku Direktur Utama PT Medan Sugar Industry (PT MSI) tahun 2016 Rp 77.212.262.010.000,81

5. Then Surianto Eka Prasetyo (TSEP) selaku Direktur Utama PT Makassar Tene (PT MT) tahun 2016 Rp 39.249.282.287,52

6. Hendrogianto Antonio Tiwon (HAT) selaku Direktur PT Duta Sugar Internasional (PT DSI)
Rp 41.226.293.808,16

7. Ali Sanjaya B (ASB) selaku Direktur Utama PT Kebun Tebu Mas (PT KTM) Rp 47.868.288.631,28

8. Hans Falita Hutama (HFH) selaku Direktur Utama PT Berkah Manis Makmur (PT BMM)
Rp 74.583.958.290,79

9. Eka Sapanca (ES) selaku Direktur Utama PT Permata Dunia Sukses Utama (PT PDSU) tahun 2016 Rp 32.012.811.588,55

Dalam kasus ini, kejagung total telah menetapkan 11 tersangka. Dua tersangka lainnya yakni mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia Charles Sitorus.

Duduk Perkara

Kasus dugaan korupsi dalam impor gula pada 2015-2016 ini baru menjerat dua tersangka. Keduanya adalah adalah Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016 dan Charles Sitorus selaku mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).

Dalam kasus ini ada beberapa istilah yang harus dipahami, yaitu gula kristal mentah (GKM), gula kristal rafinasi (GKR), dan gula kristal putih (GKP). Mudahnya, GKM dan GKR adalah gula yang dipakai untuk proses produksi, sedangkan GKP dapat dikonsumsi langsung.

Berdasarkan aturan yang diteken Tom Lembong sendiri saat menjadi Mendag, hanya BUMN yang diizinkan melakukan impor GKP, itu pun harus sesuai kebutuhan dalam negeri yang disepakati dalam rapat koordinasi antarkementerian serta dalam rangka mengendalikan ketersediaan dan kestabilan harga GKP.

Sedangkan dalam perkara ini--pada 2016 Indonesia mengalami kekurangan stok GKP--seharusnya bisa dilakukan impor GKP oleh BUMN. Namun, menurut jaksa, Tom Lembong malah memberikan izin ke perusahaan-perusahaan swasta untuk mengimpor GKM, yang kemudian diolah menjadi GKP.

Jaksa mengatakan Tom Lembong menekan surat penugasan ke PT PPI untuk bekerja sama dengan swasta mengolah GKM impor itu menjadi GKP. Total ada sembilan perusahaan swasta yang disebutkan, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, PT MSI, dan terakhir PT KTM.

"Atas sepengetahuan dan persetujuan tersangka TTL (Thomas Trikasih Lembong), persetujuan impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung," kata Abdul Qohar selaku Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.

Setelah perusahaan swasta itu mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membelinya. Padahal yang terjadi, menurut jaksa, GKP itu dijual langsung oleh perusahaan-perusahaan swasta itu ke masyarakat melalui distributor dengan angka Rp 3.000 lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET).

"Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee sebesar Rp 105/kg. Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp 400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara," imbuh Abdul Qohar.

(dek/yld)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial