Dugaan Penyelewengan Solar Subsidi di Sultra, Negara Dirugikan Rp 105 M

12 hours ago 4

Jakarta -

Bareskrim Polri tengah mengusut dugaan penyelewengan Biosolar di Kolaka, Sulawesi Tenggara (Sultra). Praktik curang itu diduga merugikan negara hingga Rp 105 miliar.

Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin menduga praktik penyelewengan tersebut telah dilakukan selama dua tahun. Dalam sebulan, pelaku ditaksir bisa meraup keuntungan hingga Rp 4,3 miliar.

"Berdasarkan pengakuan, ini baru berdasarkan pengakuan, nanti akan kita dalami lagi rekan-rekan, mereka mengoperasionalkan ini sudah dua tahun," kata Nunung dalam jumpa pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (3/3/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kita berhitung lagi, kalau 1 bulannya Rp 4.392.000.000, kalau 2 tahun ya lebih kurang Rp 105.420.000.000. Kira-kira itulah keuntungan yang mereka sudah peroleh dari hasil kecurangannya atau kerugian negara yang ditimbulkan akibat kecurangan dalam tata kelola ini," ungkapnya.

Nunung menjelaskan, penghitungan kerugian disparitas atau selisih harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi cukup tinggi untuk di daerah Kolaka.

Dimana harga BBM subsidi hanya Rp 6.800, sedangkan untuk nonsubsidi pada saat itu mencapai Rp 19.300. Sehingga ada selisih harga hingga Rp 12.550 per liternya.

"Dengan asumsi sesuai dengan data buku yang kita dapat di gudang bahwa dalam sebulan mereka bisa mendapatkan 350.000 liter, maka sebulan kita kalikan Rp12.550 dengan 350.000 liter, maka keuntungannya ada Rp 4.392.500.000," jelas Nunung.

Baca selanjutnya: modus operandi

Modus Operandi

Nunung mengungkap pelaku diduga menampung solar bersubsidi secara ilegal untuk kemudian dijual dengan dengan harga industri atau nonsubsidi. Biosolar yang disita itu ditemukan di gudang penampungan BBM ilegal di Lorong Teppoe, Balandete, Kolaka.

"BBM jenis solar bersubsidi B-35 yang berasal Fuel Terminal BBM Kolaka, di bawah kendali PT Pertamina Patra Niaga Operation Region VII Makassar disalahgunakan dengan cara dibelokkan ke gudang penimbunan tanpa perizinan," terang Nunung.

"Isi muatan biosolar tersebut dipindahkan langsung ke mobil tangki solar industri," sambungnya.

Padahal, kata dia, seharusnya BBM tersebut dikirimkan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) dan stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN) swasta serta agen penyaluran minyak dan solar (APMS).

Lalu, biosolar bersubsidi yang telah diselewengkan itu dijual kembali dengan harga solar industri atau nonsubsidi kepada para penambang dan kepada kapal penarik tongkang.

Nunung menduga pemilik SPBU ataupun SPBUN menggunakan ID khusus yang terhubung dengan aplikasi MyPertamina guna melakukan transfer untuk menebus BBM bersubsidi ke PT Pertamina Patra Niaga (PPN).

Skema tersebut, kata dia, by system terhubung dengan sistem pengangkutan BBM yang dikelola oleh PT EP Atau PT Elnusa Petrofindo yang mendapat kontrak kerja transportasi BBM dari PT PPN.

Adapun dalam penyalurannya, lanjut Nunung, truk wajib menggunakan sistem navigasi berbasis satelit Global Positioning System (GPS) agar lokasinya bisa dipantau secara real time oleh PT EP. Namun, dalam perkara ini, GPS di dalam truk sengaja dimatikan.

"Terjadi pengelabuan sistem GPS di mana truk pengangkut BBM subsidi milik PT EP seolah-olah mengangkut ke SPBN tujuan pengiriman yang selanjutnya truk tangki PT EP yang mengangkut BBM subsidi tersebut kembali ke arah Kolaka dan mendekati gudang ilegal penimbunan. Pada saat itulah GPS dimatikan," ungkapnya.

Selama GPS mati sekira 2 jam dan 27 menit lamannya diduga terjadi pemindahan isi muatan biosolar subsidi yang berlangsung di gudang ilegal penimbunan BBM.

Dari pengungkapan ini, penyidik menyatakan sudah ada sejumlah pihak yang diduga bertanggung jawab. Mereka akan menjalani pemeriksaan lebih lanjut. Diantaranya:

1. Pengelola gudang penampungan ilegal berinisial BK
2. Pemilik SPBNU inisial A
3. Oknum pegawai BUMN
4. Pemilik truk inisial T

"Minggu ini kita akan melakukan pemanggilan terhadap orang-orang ini yang baru saja saya sebutkan sehingga saat ini belum bisa kita hadirkan," tutur Nunung.

Adapun barang bukti yang diamankan di antaranya adalah truk yang digunakan untuk memindahkan BBM subsidi serta tandon yang berisi BBM sisa. Penyidik sendiri telah mengamankan 10.957 liter BBM jenis solar bersubsidi dalam pengungkapan ini.

"Jumlah volume barang bukti yang disita dari hasil penyalahgunaan ini memang hanya 10.957 liter Kenapa? Karena BBM subsidi yang bersifat habis dipakai yang disita merupakan barang bukti biosolar sisa hasil sehari sebelumnya. Jadi perputarannya setiap hari," rincinya.

Pasal yang diterapkan dalam proses penyidikan ini adalah Pasal 40 ayat (9) Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023 dan Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja atas perubahan ketentuan Pasal 55 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial