Jakarta -
Urban farming menjadi alternatif ketahanan pangan dan produk mandiri di Kota Surabaya. DPRD Kota Surabaya mendorong urban farming bisa lakukan di setiap kampung di Kota Pahlawan.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Laila Mufidah dalam kunjunganya di Kampung Kendasari Gang 1, Kecamatan Tenggilis Mejoyo, Surabaya. Disana warga sudah menikmati dari hasil urban farming.
"Tugas semua pihak untuk terus menjaga dan mempertahankan urban farming. Budidaya sayur di media pot dan hidroponik adalah cara tepat mewujudkan ketahanan pangan di perkotaan," kata Laila dalam keterangannya, Selasa (25/2/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun mulai sayur sawi, kangkung, selada, tomat hingga cabe mereka tanam. Warga kampung ini bisa menikmati hasilnya. Selain bisa untuk kebutuhan harian sendiri juga bisa menyuplai warung-warung dan lalapan sehingga bernilai ekonomi.
Lebih lanjut, selain bisa mendorong warga menjadi mandiri terkait ketahanan pangan, suasana kampung pun terlihat asri dengan penghijauan yang dihasilkan warga.
Meski begitu, di kampung tersebut pernah menjadi salah satu kampung percontohan itu Kampung Ijo sekitar tahun 2020, pernah produktif menghasilkan sayur dengan omzet sampai Rp 7 juta untuk sekali panen. Setiap 1,5 bulan panen.
Namun saat ini, kondisinya mulai berubah setelah lima tahun berjalan. Media hidroponik yang semula mencapai 25 titik kini tinggal 12 titik. Kini tinggal 2.000 lubang hidroponik. Sementara hasil panennya pun juga tidak sebaik sebelumnya.
Jika kondisi ini dibiarkan, keberlangsungan kampung yang berjuluk Kampung Ijo Kendangsari itu dipertaruhkan. Warga yang sudah secara mandiri membangun Kampung Ijo selama lima tahun itu belum ada dukungan optimal dari Pemkot Surabaya.
Politisi perempuan PKB ini mengapresiasi kemandirian warga Kampung Kendangsari melahirkan Kampung Ijo. Namun dirinya lebih mengapresiasi jika kemandirian warga itu juga didukung Pemkot Surabaya. Selama lima tahun menjalankan program urban farming belum mendapat dukungan optimal Pemkot.
Warga di Kendangsari ingin Pemkot memberikan jalan untuk menjadikan Kampung Ijo mendapat link dan jaringan yang lebih luas. Tidak hanya jaringan warung makan yang dibangun warga sendiri, tapi bisa masuk pasar yang lebih besar.
Disisi lain, warga bersyukur jika bisa bermitra dengan hotel atau supermarket. Semua panen urban farming organik di Kampung Kendangsari bisa ditampung mereka. Namun hingga impian itu belum terwujud, kondisi urban farming di kampung ini mulai menyusut.
Koordinator urban farming Kendangsari RT 01/RW 05, Wahyu Agustiana mengatakan ancaman hujan yang berkepanjangan menjadi salah satu kendala ketika menerapkan urban farming.
"Hidroponik salah satu yang dihindari adalah kena hujan langsung. Kami ingin Pemkot membantu mini green house," ujarnya.
Dengan tetap menyuplai warung makan dan lalapan, warga yang tergabung dalam Kelompok Tani Maju Bersama itu tetap konsisten menggerakkan warga untuk urban farming. Dengan media pot dan hidroponik, warga tetap melanjutkan program kampung itu.
Dengan kemandiriannya, warga memasarkan lewat medsos dan klasikal di warung terdekat kampung. Branding online warga menjadikan program urban farming Kendangsari cukup dikenal. Saat ini ada 20 anggota dari warga yang aktif.
Warga yang aktif melestarikan urban farming di Kendangsari ini terus berjuang ditengah keterbatasan mereka. Ancaman hujan dan membengkaknya biaya produksi adalah tantangan tersendiri bagi warga. Mereka berusaha tetap menjalankan program tersebut. Sudah lima tahun mendukung program ketahan pangan, warga tetap merasa berjalan sendiri.
"Ini tidak boleh terjadi. Pemkot Harus hadir mendukung program ketahan pangan mandiri yang digalang warga kampung. Caranya, fasilitasi mereka," tandas Laila.
Saat ini, warga Kendangsari mengimpikan green house mini untuk melindungi sayuran dari ancaman hujan. Warga saat ini juga dibebani listrik karena setiap hidroponik perlu siraman air rutin.
Namun pompa ini masih harus bergantung pada listrik. Warga berharap ada intervensi dari Pemkot Surabaya akan kebutuhan teknis seperti ini. Para pelaku urban farming di Kendangsari ingin didukung solar Cell agar bisa menghemat dan efisiensi.
"Kami berharap Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Surabaya memperhatikan warga yang sudah bertahun-tahun menjalankan program urban farming. Green house mini dan solar Cell mestinya bisa diupayakan. Kalau tidak dari APBD ya CSR perusahaan bisa diarahkan ke Kendangsari," ungkap Laila.
Laila mengungkapkan dengan keberadaan kelompok tani dan kemandirian warga hanya dibutuhkan Pemkot saat acara seremoni.
Tapi pada saat warga butuh dukungan, Pemkot mestinya juga saling menguatkan. Selama Pemkot mampu sebaiknya dibantu. Atau paling tidak mendata pihak perusahaan untuk menyebar CSR mereka membantu warga dalam ketahanan pangan mandiri.
(ega/ega)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu