Jakarta -
Bintara Umum Seksi Hukum Polresta Bogor Kota, Bripka Agus Prio Pramono (38), menjadi salah satu pendiri Pondok Pesantren Al-Haniifiyyah 3, Cibinong, Kabupaten Bogor. Pesantren ini khusus untuk anak yatim dan duafa.
Atas aksinya itu, Bripka Prio diusulkan untuk Hoegeng Awards 2025 oleh pembaca detikcom. Ustaz Maulana, salah satu pengajar di pondok pesantren itu, mengatakan pihaknya banyak dibantu oleh Bripka Prio.
"Kita alhamdulillah banyak dibantu oleh beliau. Beliau memang tidak mengajar bagian agama di pondok pesantren, tapi umum, salah satunya memberikan pembelajaran tentang hukum kepada anak-anak santri, dan juga kami juga mau ngadain acara kami minta tolong kepada beliau untuk pengumpulan dana dan lain sebagainya," kata Maulana kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maulana menyebut Bripka Prio memiliki jiwa sosial yang tinggi. Dia disebut sangat peduli dengan anak yatim dan kaum duafa.
"Sosok pribadi beliau itu sosial tinggi, jiwa sosialnya dan untuk umum beliau toleransinya juga tinggi, jadi perpaduan antara sosialisasi dan toleransi sehingga beliau masuk di kalangan mana saja, terutama kalangan anak-anak kurang mampu seperti pondok pesantren yang beliau rintis ini salah satu pondok pesantren yatim duafa, kebanyakan orang di dalam yang tidak mampu," sebut dia.
Bripka Prio juga menjadi salah satu pengasuh di Ponpes Al-Haniifiyyah 3 ini. Maulana bersyukur salah satu anggota polisi peduli pada pesantren.
"Yang saya perhatikan dan juga saya merasakan, anak-anak santri dan juga para ustaznya mengenal peraturan yang sekiranya kita di luaran sana belum tahu yang sudah diterapkan di kepolisian. Yang kedua kita banyak mengenal para polisi hebat, teman-teman beliau. Yang image di luaran sana, mohon maaf, tentang kepolisian... tapi kami menyaksikan sendiri kok ada yang seperti itu," jelasnya.
Bripka Agus Prio Pramono mendirikan Ponpes di Cibinong, Bogor (Foto: dok. Istimewa)
Maulana menambahkan bahwa Bripka Prio juga sering memberikan materi pelajaran kepada anak-anak. Materi yang diajarkan biasanya mengenai pencegahan kenakalan remaja, bullying hingga mengenai hukum. Bripka Prio disebut tulus membantu pondok pesantren ini.
"Beliau membantu tok, udah jalankan saja sama beliau, mau bantu tentang material, tenaga, udah. Beliau itu nggak neko-nekolah, bantu, bantu," sebut dia.
Cerita Pendirian Ponpes Yatim dan Duafa
Pada 2019, Bripka Prio pindah rumah ke Karadenan, Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Saat itu di dekat rumahnya ada yayasan anak yatim. Pemilik yayasan yang juga tetangganya itu bercerita bahwa yayasan itu kekurangan dana hingga terancam bubar.
"Ketika itu yang pondok pesantren yang sekarang ini masih yayasan anak yatim. Yayasan itu dulu mengalami kesulitan ekonomi, waktu itu muridnya sekitar 12 anak, sempat mau dipulangkan, nah terus sama ketuanya saya bilang 'gimana, Pak, kalau kita asuh saja, jangan dipulangkan'," kata Prio kepada detikcom.
Bripka Prio mengusulkan anak-anak itu diajari mengaji. Dia juga menawarkan agar anak-anak itu agar tinggal di rumahnya.
"Ketua yayasan nanya, 'tempat tinggal gimana?' 'Ya udah kita bagi saja, yang kecil nanti di rumah saya, yang besar tinggal di rumah Bapak, untuk kegiatan mengajar mengaji atau segala macam di garasi saya saja, nanti saya kosongin'," tutur Bripka Prio.
Anak-anak yang bergabung semakin bertambah. Bripka Prio kemudian mengusulkan agar dibentuk menjadi pondok pesantren.
Bripka Prio dan pemilik yayasan menghubungi pendiri Pondok Pesantren Al-Haniifiyyah Bekasi, Abuya KH Syamsudin Ardhi. Lalu disepakati untuk mendirikan Pondok Pesantren Al-Haniifiyyah 3 di Bogor, sebagai cabang.
"Kenapa nggak kita bikin lebih ini, akhirnya guru kami Abuya KH Syamsudin Ardhi di Bekasi beliau mendelegasikan ya sudah dibikin saja pondok pesantren yatim duafa. 'Untuk akta notaris dan segala macam bagaimana, Buya?', sementara menginduk di Bekasi dulu, yang penting di sana kegiatannya pondok pesantren, dan seiring waktunya berjalan jadilah pondok pesantren itu," tutur dia.
Bripka Agus Prio Pramono mendirikan ponpes di Cibinong, Bogor (Foto: dok. Istimewa)
Prio mengatakan pondok pesantren yang didirikannya itu merupakan cabang dari Ponpes Al-Haniifiyyah Bekasi. Semua proses belajar mengajar mengikuti standar yang sudah ditentukan.
"Kami menginduk di pusat, kenapa (ponpes) saya disebut 3, karena pusatnya di Bekasi, sudah menginduk Kemenag segala macam proses belajar-mengajar mengikuti dinas," sebut dia.
Hingga saat ini ada 72 santri di Ponpes Al-Haniifiyyah 3 ini, yang terdiri dari 47 dan 25 perempuan. Para santri ada tingkat SD, SMP, dan SMA.
"Untuk tenaga pengajar, untuk ustaz ada 5, ustazah ada 3. Pengurus kan yang pimpinan yang awal itu sama saya, berdua," jelas dia.
Sumber pendanaan dari Pondok Pesantren ini bersumber dari donatur dan biaya pribadi Bripka Prio. Pondok pesantren ini terdiri dari satu asrama putra, satu asrama putri dan satu masjid yang juga digunakan sebagai ruang belajar.
"Asrama putri alhamdulillah waktu itu saya dapat donatur itu dibangunkan 3 lantai untuk yang putri, itu benar-benar free itu dibangunkan donatur. Untuk asrama putra kami dapat hak guna pakai aula sekolah jadi itu kami sulap untuk asrama putra. Kalau asrama ustaz saya sewa, per bulan saya bayar pemilih itu Rp 500 ribu, karena ke sini-sini pemilik ini 'ya sudah dipakai saja, Pak. Kalau nanti kami mau pakai, kami ambil'," jelasnya.
Jual Motor untuk Biaya Bangun Masjid
Masjid di pondok pesantren ini selesai dibangun tahun 2023. Lahan masjid merupakan wakaf dari warga setempat.
"Alhamdulillah oleh pemilih diberi respons baik kurang lebih sekitar 300 meter untuk dibangun masjid. Setelah wakaf ditandatangani, paginya kami pasang plang untuk pembangunan masjid itu donatur berdatangan, bahkan habib-habib mana pun saya nggak tahu ngirim batu, ngirim pasir segala macam," jelas dia.
Setelah semua material bangunan terkumpul, Birpka Prio sempat kebingungan mencari tukang karena terkendala biaya. Dia menjual motor KLX miliknya.
"Itu kan baru bahan material, nah untuk memulai bayar tukang, saya masih kesulitan, akhirnya saya jual motor untuk mulai bangunan fondasi itu. Ya kalau mau bicara nominal, alhamdulillah selesai pembangunan," jelasnya.
Selain itu, orang tua santri hanya dibebankan infak untuk pondok pesantren. Bagi mereka yang tidak mampu, tidak diberi kewajiban membayar.
"Karena mereka ini kan, kami kan kebanyakan duafa, mereka masih punya orang tua. Sebenarnya patok biaya, misalkan dalam sebulan itu 400 ribu, akan tetapi dari Buya kami sendiri dan sudah berjalan dari awal, jadi mereka hanya infak, jadi ya mungkin kalau orang tua hanya buruh sawah yang datang bawa hasil sawahnya, kadang bawa singkong, daun singkong. Intinya mereka nitipkan anaknya di kami tidak lepas tanggung jawab," jelasnya.
Selain itu, Bripka Prio juga mengusulkan agar anak-anak mendapatkan Kartu Indonesia Pintar (KIP). Sementara itu, seluruh perlengkapan belajar hingga makan sehari-hari santri ditanggung oleh pesantren.
"Dana kami ini kan jatuhnya dibilang mereka gratis, hanya infak tadi, tapi kan infak tidak wajib, kalau mampu ya silakan, kalau tidak mampu ya sudah. Kami yang mengatur makan mereka sehari-hari, kebutuhan alat tulis kami yang menyiapkan semua, jadi tidak dibebankan ke orang tua dan wali santri," sebutnya.
Mayoritas santri di Ponpes Al-Haniifiyyah 3 adalah anak-anak dari Karawang, Bekasi, hingga Jonggol. Mayoritas para santri adalah usia anak SMP.
"Kenapa bisa dari jauh-jauh itu, karena dari 12 anak itu jauh semua yang diambil, akhirnya dari penyampaian dari mulut ke mulut, orang tuanya di sana kondisi mereka di sana memang mengkhawatirkan, anaknya semangat belajarnya bagus, bahkan kita yang datang kita rayu ayo tetap belajar, sekolah, jangan tutup sekolah. Usia rata-rata di kita SMP, kan kalau putus sekolah kan labil, kan usia seperti itu kan bahaya," sebut dia.
Hingga saat ini, Ponpes Al-Haniifiyyah 3 sudah meluluskan dua angkatan. Tahun 2025 ini memasuki angkatan ketiga untuk kelulusan.
(lir/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini