Daftar 6 Negara Pernah Bangkrut karena Gagal Bayar Utang Luar Negeri

1 day ago 5

Jakarta -

Bangkrut tak hanya dialami negara kecil dengan kekuatan ekonomi terbatas. Sejumlah negara besar pernah mengalami bangkrut akibat gagal bayar utang luar negeri.

Kebangkrutan bahkan dialami lebih dari sekali selama sejarah berdirinya negara tersebut. Negara tersebut lantas meminta bailout atau menemukan solusi lain untuk menyelesaikan kewajibannya.

6 Negara yang Pernah Bangkrut

Dikutip dari The Business Standard, berikut 6 negara yang pernah bangkrut karena gagal bayar utang:

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Sri Lanka

Pada 2022, Sri Lanka menyatakan diri telah bangkrut gagal mengembalikan utang luar negeri. Perdana menteri saat itu Ranil Wickremesinghe mengakui kebangkrutan Srilanka dan memperkirakan kondisi ini akan berlangsung hingga tahun berikutnya.

Utang luar negeri Sri Lanka adalah sebesar USD 51 miliar atau sekitar Rp 816 triliun (kurs USD 1= Rp 16 ribu). Pemerintah kemudian bernegosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk pengajuan dana talangan (bailout).

Berdasarkan The Straits Times, Sri Lanka diproyeksikan akan mengakhiri kebangkrutan pada 2026. Saat ini kondisi ekonomi Sri Lanka perlahan membaik dan mulai mampu mengendalikan inflasi. Sri Lanka juga berhasil melakukan restrukturisasi utang untuk memulihkan perekonomian negara.

2. Lebanon

Lebanon mengalami krisis pada akhir 2019 setelah pemerintah mengumumkan usulan pajak baru. Usulan ini termasuk biaya bulanan penggunaan WhatsApp video call sebesar USD 6 atau setara Rp 98 ribu.

Hal ini memicu kemarahan yang besar dari berbagai kelompok masyarakat. Protes massa pun terjadi hingga berbulan-bulan. Masyarakat juga kehilangan uang di tabungan mereka karena nilai mata uang yang terus merosot.

Pada Maret 2020, Lebanon gagal membayar utangnya yang sangat besar mencapai USD 90 miliar atau sekitar Rp 1.440 triliun. Jumlah ini mencapai 170% dari PDB. Pada April 2020, pemerintah mengumumkan kebangkrutannya dan bank sentral Lebanon.

Pada Juni 2021, nilai mata uang Lebanon telah anjlok sampai 90%. Bank Dunia menyebut krisis ini sebagai salah satu yang terburuk di dunia selama lebih dari 150 tahun. Kondisi ekonomi Lebanon belum membaik akibat konflik bersenjata yang tidak kunjung selesai.

3. Islandia

Islandia pernah mengalami kebangkrutan pada 2008 dengan jumlah utang sebesar USD 85 miliar atau sekitar Rp 1.360 triliun. Utang ini disebut setara dengan 10 kali PDB Islandia.

Tiga bank terbesar di Islandia juga mengalami kebangkrutan, sehingga negara tersebut jatuh pada depresi ekonomi. Perekonomian Islandia pun menyusut hingga 10% selama dua tahun.

Namun Islandia memulihkan krisis tersebut dengan tingkat pengangguran yang stabil di angka 4%. Pada 2014, perekonomian mereka berhasil dipulihkan dan 1% lebih besar daripada sebelum 2008. Di tahun 2023, ekonomi Islandia berhasil tumbuh hingga lima persen.

4. Argentina

Pada 2001, Argentina bangkrut dengan utang sebesar USD 145 miliar atau sekitar Rp 2.320 triliun. Krisis diakibatkan kebijakan yang mempertahankan nilai tukar tetap peso terhadap dolar AS.

Akibatnya utang publik menjadi tidak terkendali. Hal ini diperparah karena korupsi yang merajalela. Perekonomian negara menjadi terguncang dan tidak bisa bertahan menghadapi krisis ekonomi.

Pada tahun tersebut, utang Argentina mencapai lebih dari 20%. Argentina kemudian dinyatakan gagal bayar utang dengan utang terbesar dalam sejarah. Sejumlah paket ekonomi diluncurkan pemerintah untuk mengatasi krisis tersebut.

Di 2025, ekonomi Argentina kemungkinan bisa tumbuh sekitar 4,2 persen. Namun inflasi dan angka pengangguran di Argentina masih tetap tinggi. Karena itu, krisis di Argentina belum pulih meski perekonomian memberi sinyal positif.

5. Rusia

Selanjutnya ada negara Rusia yang mengalami kebangkrutan pada 1998. Kebangkrutan tersebut merupakan yang kesembilan kalinya dialami Rusia.

Utang mereka mencapai USD 17 miliar atau Rp 270 triliun. Hal ini merupakan dampak dari krisis keuangan Asia dan penurunan permintaan minyak. Akibatnya perekonomian Rusia tertekan dan menimbulkan utang internasional yang sangat besar.

Krisis dan kebangrutan Rusia pada 1998 yang disebut Ruble Crisis ini, mengakibatkan bursa saham kehilangan nilainya hingga 75 persen. Inflasi meroket hingga 80 persen karena investor memilih meninggalkan market Rusia

Rusia hanya bisa melunasi utangnya kurang dari USD 10 miliar atau sekitar Rp 160 triliun kepada IMF. Saat itu, angka pengangguran mencapai 13 persen dan ekonomi terkontraksi hingga 5,3%.

Di tengah krisis dan jatuh bangun kondisi negara, ekonomi Rusia di 2024 berhasil tumbuh hingga 4,2 persen. Peningkatan ini didukung kenaikan dan permintaan pasokan minyak dunia kemajuan sektor manufaktur Rusia.

6. Meksiko

Terakhir ada Meksiko yang bangkrut pada 1982. Mereka gagal bayar utang senilai USD 80 miliar atau sekitar Rp 1.280 triliun. Utang publik semakin tumbuh dengan pesat karena pemerintah melakukan ekspansi fiskal besar-besaran.

Ini berawal dari krisis minyak pada akhir 1970-an dan perekonomian yang memburuknya. Uang peso Meksiko terdepresiasi 50%, tetapi pemerintah tetap tidak mampu membayar utangnya, sehingga Meksiko gagal bayar utang ke AS dan IMF.

Lima tahun setelahnya, PDB Meksiko turun 11% dan memicu krisis utang Amerika Latin. Negara-negara di seluruh kawasan tersebut juga tidak mampu membayar utang luar negeri mereka.

Sejarah kebangkrutan Meksiko tampaknya memberi banyak pelajaran bagi pemerintahan berikutnya. Di tahun 2024, Meksiko adalah negara dengan perekonomian terkuat nomor 12 di dunia. Meksiko mengandalkan manufaktur lokal, menciptakan lapangan kerja, dan birokrasi sederhana untuk menarik investasi.


(bai/row)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial