Bisakah China Gantikan AS sebagai Pemimpin Dunia?

3 weeks ago 22

Jakarta -

Kehadiran Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) JD Vance minggu lalu di Munich Security Conference (MSC) tahun ini menarik begitu banyak perhatian dan menjadi sorotan internasional, terutama dari para pemimpin Eropa.

Kembalinya Presiden AS Donald Trump ke Gedung Putih membuat para pemimpin negara-negara Uni Eropa cukup gelisah, dan ketidakpastian begitu terasa dalam konferensi tahun ini. Oleh karena itu, semua mata kini tertuju pada Vance untuk melihat bagaimana ia akan meredakan kekhawatiran itu.

Namun, pidato Vance di Konferensi Keamanan München pada Jumat (14/02) pekan lalu itu justru memperburuk keadaan. Kritik tajamnya terhadap Eropa membuat banyak peserta kesal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius bahkan menyebut pernyataan Vance itu "tidak dapat diterima." Komentar Vance tentang perang Rusia-Ukraina juga membuat Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan, "hubungan yang terjalin selama puluhan tahun antara Eropa dan AS kini harus berakhir."

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, yang juga berbicara di Konferensi Keamanan München itu menyampaikan pidatonya dengan lebih ramah dan bersahabat, saat merujuk Eropa. Ia mengatakan, negaranya melihat Eropa sebagai mitra bukan pesaing, dan menawarkan untuk memainkan "peran konstruktif" dalam dialog perdamaian Ukraina-Rusia.

Wang Yi mengatakan kepada Kanselir Jerman Olaf Scholz bahwa Cina siap memperdalam "kerja sama secara utuh" dengan Jerman sebagai bagian dari upaya bilateral positif untuk menjaga perdamaian dan stabilitas global.

Kesempatan bagi Cina

Sementara AS menarik diri dari forum dan perjanjian internasional serta mengancam untuk keluar dari NATO di bawah kepemimpinan Trump, Cina tampaknya justru semakin aktif terlibat dalam urusan global.

Apakah ini berarti Beijing siap menggantikan Washington sebagai pemimpin global?

"Tidak diragukan lagi bahwa sebagai kekuatan yang sedang naik daun, Cina ingin menjadi yang terbaik," kata Graham Allison, profesor politik internasional di Universitas Harvard dan pakar Cina, kepada DW di sela-sela Konferensi Keamanan München.

"Jika AS menarik diri dari perjanjian dagang, negara-negara yang menginginkan perjanjian dagang agar berkembang secara ekonomi, misalnya Cina, akan mengisi kekosongan ini," tambahnya.

Allison menegaskan, jika Trump terus meninggalkan badan-badan internasional, "Cina akan menjadi juaranya. Presiden Cina Xi Jinping telah melihat ada banyak peluang di luar sana, dan jika AS memainkan kartunya dengan buruk, itu memudahkan Beijing untuk lebih sukses."

Cina telah berinvestasi secara besar-besaran di banyak bagian dunia, termasuk Asia dan Afrika, yang meningkatkan pengaruhnya di kawasan-kawasan itu dalam beberapa dekade terakhir. Baik itu di Afganistan maupun Timur Tengah, Cina telah menggunakan pengaruhnya untuk menengahi konflik-konflik di sana.

Bisakah Eropa dan Cina jadi lebih erat?

Yao Yang, direktur Pusat Riset Ekonomi Cina di Universitas Peking, mengatakan kepada DW bahwa Eropa perlu mengadopsi kebijakan independen terhadap Cina, jika ingin menjalin hubungan yang lebih erat.

"Jika AS (di bawah kepemimpinan Trump) ingin memberi lebih banyak prioritas pada masalah domestiknya, maka Eropa seharusnya melakukan hal yang sama," kata Yao. "Eropa harus melakukannya untuk pertahanan, keamanan, dan kebijakan luar negeri mereka. Ada banyak ruang bagi Cina dan Eropa untuk berkolaborasi."

Namun, hubungan erat Cina dengan Rusia bisa menjadi hambatan. Beijing baru-baru ini menyambut langkah Trump untuk menjalin kontak dengan rekannya, Presiden Rusia Vladimir Putin, untuk mengakhiri perang di Ukraina dan mengatakan bahwa Cina siap memainkan perannya.

"Cina ingin mempresentasikan dirinya sebagai pembawa perdamaian, bahwa mereka tidak mendukung perang, dan mereka ingin terlibat dalam upaya menghentikan perang," menurut Allison.

Yao juga meyakini bahwa mengakhiri perang Rusia di Ukraina adalah kepentingan ekonomi Cina. "Cina berdagang dengan Rusia dan Ukraina. Jadi Beijing pasti ingin mendorong perdamaian di wilayah itu," tegasnya.

Namun, agar Eropa dapat mempercayai Cina, akan sangat penting jika Presiden Xi tidak mendukung kesepakatan yang bertentangan dengan kepentingannya sendiri.

Wang Yi juga berusaha meyakinkan para pemimpin Eropa di München bahwa Cina dapat dipercaya, dan perdamaian di Ukraina bisa tercapai jika semua pihak yang terlibat berpartisipasi dalam negosiasi.

Artikel ini diadaptasi dari bahasa Inggris

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial