Jakarta -
Bareskrim Polri mengungkap kasus penyelewengan bahan bakar minyak (BBM) jenis solar bersubsidi di Tuban dan Karawang. Dalam kasus ini, polisi menyebut para pelaku melakukan aksinya menggunakan kode batang atau barcode secara ilegal.
Dirtipidter Bareskrim Polri Brigjen Nunung Syaifuddin menyebut, total ada delapan tersangka yang ditangkap pihaknya dalam pengungkapan ini.
Tiga tersangka pelaku kecurangan di Tuban berinisial BC, K dan J serta lima tersangka lainnya merupakan pelaku kecurangan di Karawang LA, HB, S, AS dan E. Nunung menyebut keduannya merupakan sindikat berbeda yang beroperasi di beda tempat namun menggunakan modus yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk di TKP Tuban, Jawa Timur, melakukan pengambilan dan pengangkutan BBM jenis solar dari SBPU dengan menggunakan kendaraan yang sama secara berulang, dan menggunakan 45 barcode (My Pertamina) yang berbeda dan disimpan di dalam handphone milik tersangka BC," kata Nunung Syaifuddin dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (6/3/2024).
"Di Kerawang modusnya membuat dan mengurus surat rekomendasi pembelian solar bagi petani dan beberapa orang warga di kantor keluarahan desa untuk memperoleh barcode MyPertamina yang kemudian dikumpulkan lalu digunakan untuk pembelian dan pengangkutan solar subsidi dari SPBU," lanjutnya.
Nunung menyebut, solar subsidi yang dibeli SPBU menggunakan sejumlah barcode, aksi itu dilakukan secara berulang. Solar subsidi yang dibeli lantas dikumpulkan lalu dijual kembali ke masyarakat dengan harga industri.
"Pasti untuk wilayah industri biasanya ya, untuk industri, untuk alat berat, dan kegiatan-kegiatan yang menggunakan solar industri, dengan solar harga industri," ungkap Nunung.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, para tersangka mengaku telah melakukan aksi curang tersebut selama lima bulan. Sedangkan di Karawang, sindikat itu telah melakukan praktik curang tersebut selama satu tahun.
"Jadi total dari perkara ini keuntungan yang mereka peroleh lebih kurang Rp 4.416.000.000.000 (empat miliar empat ratus enam belas juta rupiah)," ucapnya.
Simak halaman selanjutnya, peran tersangka.
Peran Tersangka
Kemudian, Nunung merinci peran dari para tersangka. Tersangka BC di Tuban melakukan pengambilan BBM jenis solar dari SPBU menggunakan mobil Isuzu Panther Nopol S 1762 AC yang di dalamnya sudah dimodifikasi.
"Pengambilan BBM jenis solar tersebut dilakukan dengan menggunakan 45 barcode My Pertamina berbeda yang tersimpan di dalam handphone milik tersangka," jelas Nunung.
Selain bertugas melakukan pengambilan BBM jenis solar, tersangka BC juga menyewakan lahan miliknya kepada saudara FRG Rp1 juta per bulan. Lahan itu digunakan sebagai gudang dan kegiatan penyimpanan dan pemindahan BBM jenis solar tersebut.
Sedangkan, tersangka K dan tersangka J, selaku sopir dan kernet truk tangki PT Trisaka Adi Rajasa (TAR). Kedua tersangka berperan mengambil dan mengirim BBM jenis solar yang tersimpan di lahan samping rumah tersangka BC.
Adapun, kata Nunung, proses pemindahan BBM jenis solar tersebut dengan cara menyedot menggunakan pompa atau sibel dari kempu ke truk tangki yang dikemudikan oleh tersangka K. Diketahui proses pemindahan tersebut dilakukan COM dan CRN, yang saat ini masih melarikan diri dan tengah diburu.
"Jadi, ada dua DPO (daftar pencarian orang) untuk tkp (kasus penyalahgunaan BBM jenis solar bersubsidi) di Tuban," sebut dia.
"Saat truk tangki berkapasitas 8.000 liter tersebut sudah terisi penuh, selanjutnya BBM jenis solar dikirim ke pembeli oleh kedua tersangka K dan J," jelas Nunung.
Sementara itu, peran lima tersangka kasus di Karawang, pertama tersangka E membeli solar bersubsidi dari SPBU. Pembelian dilakukan tidak sesuai prosedur, yaitu menggunakan kendaraan bermotor secara berulang-ulang dengan beberapa barcode My Pertamina yang berbeda.
"Kemudian, ditampung di lokasi pangkalan milik tersangka. Tersangka E juga menjual solar kepada pembeli dengan harga yang lebih tinggi dari harga subsidi," terang Nunung.
Selanjutnya tersangka LA, S, AS, dan HB membeli dan mengangkut solar subsidi dari SPBU tanpa melakukan pembayaran. Mereka menggunakan kendaraan yang sama secara berulang-ulang memakai barcode yang berbeda-beda.
Tanpa pembayaran maksud Nunung ialah para pelaku bertransaksi dengan metode nontunai atau transfer.
Nunung menduga para pelaku telah bekerja sama dengan operator SPBU untuk memperoleh barcode-barcode tersebut. Termasuk dalam aktivitas menggunakan barcode yang tidak sesuai nopol kendaraan secara berulang.
"Nah ini yang akan kita dalami peran dari pihak SPBU," tuturnya.
Delapan tersangka kini telah ditangkap dan ditahan di rumah tahanan (rutan) Bareskrim Polri.
Mereka dijerat Pasal 40 Angka IX Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta kerja menjadi Undang-Undang Perubahan Atas Ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 tentang Minyak dan Gas Bumi yaitu pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
"Dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun serta denda paling banyak Rp 60 miliar," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu