Jakarta -
Kementerian Koperasi (Kemenkop) menyampaikan salah satu penyebab koperasi bermasalah menjamur di Indonesia. Sepanjang 2014-2019, Kemenkop telah membubarkan sebanyak 82.000 koperasi bermasalah.
Menteri Koperasi (Menkop) Budi Aries Setiadi mengaku telah mengecek alasan kenapa banyaknya koperasi bermasalah di Indonesia. Salah satunya karena koperasi tersebut menawarkan bunga simpanan yang tinggi. Budi bilang ada koperasi yang menawarkan bunga simpanan mencapai 14%. Padahal, bunga simpanan di perbankan normalnya hanya 5%.
"Kan saya udah cek semuanya, kenapa sih kalian nabung di koperasi A sehingga enggak balik? Di mana ditawarin bunga 14%? Sementara bunga bank normal paling 5%. Jadi tergiur," kata Budi dalam acara konferens pers di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi menerangkan biasanya koperasi yang menawarkan bunga simpanan tinggi itu bisa berjalan satu tahun pertama. Sisanya, dana yang disimpan tidak balik kembali. Sebab itu, Budi mengimbau agar masyarakat jangan mudah tergiur dengan bunga simpanan yang tinggi.
"Ini ada oknum-oknum, dia pakai nama kooperasi. Karena itulah saya juga mengimbau kepada masyarakat untuk jangan mudah tergiur bunga simpanan yang selangit, yang akhirnya enggak balik. Makanya jangan tergiur dengan iming-iming bunga yang tidak masuk akal. Itu pasti ponzi. Setahun doang lancar, abis itu enggak balik," imbuh Budi.
Budi menjelaskan untuk menangani koperasi bermasalah itu, pihaknya telah membuka Pos Pengaduan dan yang terintegrasi dengan Satuan Tugas (Satgas) Revitalisasi Koperasi Bermasalah. Targetnya, tingkat pengembalian dana (recovery rate) untuk kerugian anggota koperasi dapat dilakukan semaksimal mungkin.
Dia juga meminta masyarakat untuk segera melaporkan apabila ada koperasi bermasalah. Dengan begitu, pihaknya bisa segera menindaklanjuti dan mencegah kerugian lebih besar.
"Jika ada apa-apa dilaporkan aja segera. Praktek-praktek berkoperasi yang dalam pandangan masyarakat kurang tepat Sehingga kita bisa menindaklanjuti, kita perbaiki sehingga koperasi tidak menjadi alat untuk melakukan praktek-praktek yang merugikan masyarakat," terang Budi.
Dana Korban Koperasi Bermasalah Sulit Balik 100%
Budi menerangkan korban koperasi bermasalah tidak bisa berharap dananya kembali seratus persen. Hal ini disebabkan aset-aset yang dimiliki koperasi tersebut tidak setara dengan kewajiban yang dibayarkan. Misalnya, kasus Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya yang mempunyai kewajiban ganti rugi Rp 13,8 triliun, sementara nilai aset yang dimiliki hanya Rp 8,6 triliun.
"Kalau bisa 100% bagus, tapi kalau di bawah itu paling enggak kita sudah memberitahu bahwa ini ada risiko enggak 100% balik, karena asetnya enggak sebanding," tutur Budi.
Kendati demikian, pihaknya mengupayakan peningkatan pengembalian dana (recovery rate) mendekati kewajiban yang harus dibayarkan. Recovery rate ini diharapkan dapat membantu korban-korban koperasi yang dananya telah dibawa lari.
Budi juga menegaskan bahwa negara tidak dapat menggantikan kerugian yang ditanggung oleh koperasi bermasalah tersebut. Sebab, saat ini belum ada payung hukum untuk pemerintah melakukan hal itu.
"Ini kan secara undang-undang tadi negara belum ada tanggung jawab untuk melakukan bailout ya. Tapi kita akan membantu penyelesaiannya semaksimal mungkin. Karena secara hukum dan undang-undang kita enggak ada kewajiban melakukan bailout," tambah Budi Arie.
Adapun koperasi bermasalah tersebut berjumlah 8 koperasi dengan total kerugian Rp 26 triliun. Di antaranya, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya dengan kerugian sebesar Rp 13,8 triliun, KSP Sejahtera Bersama sebesar Rp 8,6 triliun, Koperasi Jasa Berkah Wahana Sentosa dengan kerugian sebesar Rp 226 miliar, KSP Pracico Inti Utama sebesar Rp 623 miliar.
Lalu, KSP Pracico Inti Sejahtera sebesar Rp 763 miliar, KSP Intidana sebesar Rp 930 miliar, KSP Timur Pratama Indonesia Rp 400 miliar, dan KSP Lima Garuda sebesar Rp 570 miliar.
(acd/acd)