Bamsoet Dukung agar RUU Perampasan Aset Segera Dibahas dan Disahkan

12 hours ago 5

Jakarta -

Anggota Komisi III DPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendukung Presiden Prabowo Subianto agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset segera dibahas dan disahkan oleh DPR dan pemerintah. RUU Perampasan Aset dinilai merupakan instrumen hukum yang sangat penting dalam upaya memberantas korupsi dan berbagai bentuk kejahatan ekonomi.

Menurutnya, dengan memberikan kekuatan hukum untuk merampas aset yang diperoleh dari tindakan pidana. RUU ini diharapkan dapat menghasilkan dampak yang signifikan terhadap pengembalian kerugian negara dan memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan.

Dia menjelaskan RUU Perampasan Aset sempat masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) DPR RI tahun 2023 dan 2024. Namun hingga masa sidang DPR berakhir, RUU ini tidak juga dibahas. Di tahun 2025, RUU Perampasan Aset ini terpental dan tidak masuk dalam Prolegnas 2025. Hal itu diungkapkan oleh Bamsoet saat di Jakarta, hari ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"RUU Perampasan Aset tidak hanya sekadar langkah hukum, tetapi merupakan terobosan untuk mengubah paradigma pemberantasan kejahatan ekonomi dan korupsi di Indonesia. Dengan memfasilitasi perampasan aset tanpa perlu menunggu putusan pengadilan, negara dapat lebih signifikan dalam memulihkan kerugian akibat tindak pidana," kata Bamsoet dalam keterangannya, Jumat (2/5/2025).

"RUU ini diharapkan dapat memberikan efek jera yang lebih nyata di kalangan pelaku kejahatan, membangun kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum, dan meningkatkan transparansi serta akuntabilitas dalam pengelolaan sumber daya negara," sambungnya.

Dia menjelaskan, Indonesia belum memiliki undang-undang khusus yang mengatur perampasan aset secara komprehensif. Beberapa ketentuan penyitaan aset tersebar di UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), UU Korupsi, dan UU Narkotika, namun masih terdapat kelemahan.

Beberapa di antaranya, proses perampasan aset sering terhambat karena harus menunggu putusan pengadilan, sulit membuktikan hubungan langsung antara aset dengan tindak pidana, serta aset-aset hasil kejahatan sering dialihkan atau disembunyikan sebelum proses hukum selesai.

"Tingkat pengembalian aset hasil kejahatan di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan total kerugian negara yang ditimbulkan. KPK dan Kejaksaan Agung terus berupaya, namun instrumen hukum yang ada seringkali belum memadai untuk mengejar aset yang disembunyikan atau dialihkan secara kompleks," jelasnya.

"Berdasarkan data PPATK di tahun 2023, sekitar Rp 300 triliun aset korupsi dan kejahatan keuangan lainnya belum berhasil dikembalikan ke negara. RUU Perampasan Aset diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pemulihan aset negara yang hilang akibat korupsi," tambah Bamsoet.

Dia memaparkan, dalam RUU Perampasan Aset akan digunakan mekanisme non-conviction based asset forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa perlu menunggu vonis pengadilan. Dalam paradigma hukum yang ada saat ini, proses hukum seringkali memerlukan putusan pidana untuk merampas aset.

Namun, dengan adanya RUU Perampasan Aset, negara dapat melakukan perampasan bahkan dalam kasus di mana pelaku belum dihukum atau proses hukumnya masih berjalan. Hal tersebut merupakan langkah inovatif yang bertujuan untuk memecahkan kendala-kendala yang selama ini menghambat penegakan hukum dalam kasus-kasus korupsi, pencucian uang, dan terorisme.

"Data Transparency International menunjukkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada tahun 2024 berada di angka 35 dari skala 0-100, di mana angka 0 menunjukkan tingkat korupsi yang sangat tinggi. Menempatkan Indonesia di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei. Hal ini mempertegas perlunya langkah-langkah hukum yang lebih kuat dan efektif dalam memerangi korupsi," urai Bamsoet.

Dia menambahkan keberadaan RUU Perampasan Aset dapat memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional. Negara-negara lain sudah lebih dahulu menerapkan sistem serupa, seperti Australia, Amerika Serikat, Thailand, Inggris, Swiss, Italia, Kanada, Afrika Selatan, Singapura, Malaysia serta sejumlah negara lainnya.

Menurutnya, dengan menerapkan RUU Perampasan Aset, Indonesia tidak hanya akan mendapatkan keuntungan dalam hal pemulihan aset, tetapi juga meningkatkan reputasinya di mata masyarakat internasional dalam hal komitmen anti korupsi.

"Nantinya, implementasi RUU Pengawasan Aset memerlukan dukungan politik yang kuat dan pengawasan ketat agar tidak disalahgunakan. Potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum menjadi tantangan yang perlu waspadai, sehingga mekanisme pengawasan dan akuntabilitas menjadi sangat krusial. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil dan lembaga non pemerintah, dalam pengawasan proses perampasan aset patut dipertimbangkan," tutup Bamsoet.

(prf/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial