Awalnya Kepepet, Ini Alasan Orang 'Betah' Jadi Porter Pasar Tanah Abang

1 month ago 36

Jakarta -

Menjadi tukang angkut barang atau porter di Pasar Tanah Abang bukanlah pekerjaan ringan. Seorang porter harus siap mengangkut barang yang beratnya puluhan kilogram, dengan medan yang cukup menantang.

Tantangan lainnya adalah cuaca yang panas dan terik. Oleh karena itu, seorang porter harus memiliki fisik yang prima.

Meski berat, beberapa orang kemudian mengaku 'nyaman' dengan pekerjaan ini. Seperti halnya Endang (34) atau biasa dipanggil Aceng, salah seorang porter di Pasar Tanah Abang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum menunaikan salat Jumat, Aceng tampak asyik menikmati kopi di antara troli dan tumpukan karung besar atau bal yang siap diantarkan ke tempat ekspedisi. Namun tumpukan karung tersebut bukan barang yang ia akan antarkan.

Pasalnya, ia baru saja mengantarkan 4 karung besar milik pelanggannya ke tempat ekspedisi. Sehingga, Aceng baru akan mengantarkan barang milik pelanggannya usai salat Jumat.

Saat berbincang dengan detikcom, Aceng bercerita sudah 10 tahun menggeluti pekerjaan sebagai porter, sebuah profesi yang awalnya tak pernah ia bayangkan.

"Sebelum jadi porter, dulu saya awalnya bekerja di toko, karena bosnya bangkrut. Yaudahlah, apa saja kita kerjain, terus kecebur dah di porter," katanya di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Jumat (7/1/2025) lalu.

Berbeda saat bekerja di toko yang lebih banyak berurusan dengan pelanggan dan pengaturan barang. Aceng mengaku, cukup 'kaget' saat pertama menjadi porter. Ia tidak terbiasa dengan beban berat yang diangkutnya. Alhasil, badannya pun sakit-sakitan. Namun proses ini tetap harus ia jalani dan bertahan hingga 10 tahun.

"Kalau porter kan seberapa berat barangnya tetap harus kita angkut itu barang. Awal mula emang terasa juga capeknya, pegal-pegalnya ya, tapi kita nikmatin aja lama-lama juga terbiasa," katanya.

Setiap pekerjaan memiliki tantangannya sendiri, begitu pula menjadi porter. Aceng sendiri mengatakan, kini dirinya betah dengan pekerjaannya. Hal ini lantaran pekerjaan yang fleksibel, tidak terikat dengan atasan atau bos.

Meski, ia mengaku pernah meninggalkan pekerjaan sebagai porter dan menjadi sopir ketika pandemi COVID-19. Namun, ia kemudian tidak betah dan kembali lagi menjadi porter.

"Sempat beralih jadi sopir selama 1 tahun lah pas pandemi, cuma nggak betah dan balik lagi karena ya kadang kita udah nyaman di sini dan buat sehari-hari, sudah ketemu dan bisa nabung ya kita tekuni aja. Paling kalau ada yang manggil buat bawa mobil ya kita ambil," katanya.

Sementara, Sam (31) porter asal Tangerang mengaku sudah 8 tahun menjalani pekerjaannya. Ia bercerita, awal mula bekerja sebagai porter karena adanya ajakan dari saudaranya lebih dulu terjun.

Dengan perhitungan fleksibilitas sistem kerja, Sam rela meninggalkan pekerjaannya sebagai karyawan pabrik.

"Dulu sebelum jadi porter saya kerja di pabrik. Namun di sana banyak aturan, kalau mau izin di sana harus ada surat dokter dan lainnya. Tapi di sini kan enggak. Kalau kita punya dana lebih mau libur, ya tinggal libur," katanya.

Selain sistem kerja, Sam mengatakan penghasilan yang didapatkannya menjadi seorang porter bisa lebih besar asalkan mau bekerja lebih keras. Ia mengatakan, menjelang puasa hingga setelah lebaran bisa membawa pulang Rp 400 ribu per hari dengan total angkutan 7-8 kali angkut per bal-nya. Di mana satu kali angkut per bal-nya itu ia bisa mendapatkan Rp 35 ribu hingga Rp 60 ribu.

"Kalau hitung-hitungannya sih sama enggak jauh beda. Malahan kalau ada dapat rezeki lebih (kerjaan banyak) lebih gedean di sini," katanya.

Tonton juga Video: Cerita Asep, Porter Pasar Tanah Abang Raup Cuan Jelang Lebaran

(acd/acd)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial