Ada Bonus Demografi, Lapangan Kerja Diprediksi Minim Meski Banjir Investasi

20 hours ago 6

Jakarta -

Indonesia diperkirakan menghadapi lonjakan penduduk usia produktif alias bonus demografi pada 2030. Ini bisa menjadi peluang sekaligus petaka bagi Indonesia.

Ketua Dewan Pengawas Indonesia Business Council (IBC) Arsjad Rasjid mengatakan, bonus demografi harus dimanfaatkan dengan serius agar tidak menimbulkan isu sosial, salah satunya lapangan pekerjaan. Indonesia tidak hanya perlu mengandalkan penciptaan lapangan pekerjaan di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Apalagi saat ini penduduk usia produktif Indonesia mencapai 156 juta dan setiap tahunnya ada 2,5 juta lulusan baru yang siap bersaing.

"Pertanyaan pertama, cukup nggak lapangan pekerjaan di Indonesia? Dengan jumlah bonus demografi, saya bilang nggak cukup. Kenapa? Karena ada pun yang sekarang itu berkurang. Kenapa? Simpelnya digitalization, ada AI, ada segala macam. Udah pasti berkurang," kata Arsjad dalam acara Coffee Break with Arsjad di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemerintah terus menggenjot penciptaan lapangan pekerjaan dengan membuka peluang investasi besar-besaran. Namun, menurutnya sebanyak apapun investasi masuk, tetap tidak akan cukup menyerap tenaga kerja.

"Assure kita sukses bawa investasi. Berapa banyak? Memang labor intensive? Karena udah digitalize untuk efisien, untuk produknya digitalize. Pasti lebih capital intensive daripada labor intensive. Jadi, fakta yang harus kita lihat, kita harus sadari, mau berapa banyak investasi masuk, (lapangan kerja) tetap kurang," ujarnya.

Oleh karena itu, membuka akses dan peluang untuk menjangkau lapangan kerja di luar negeri menjadi salah satu langkah yang harus dipersiapkan untuk menampung pekerja produktif.

Arsjad mencontohkan beberapa kisah sukses sejumlah negara dari dukungan para warganya yang bekerja di luar negeri atau diaspora, misalnya Filipina dengan sumbangsih pertumbuhan ekonominya 2% dari remitansi atau transfer uang dari pekerja di luar negeri.

"Duit yang dikirim oleh orang-orang Filipina yang kerja di luar. Dan malahan, tadi saya bilang kan, kalau kita bisa mereka kira teman-teman ada di sana, jadi diaspora sementara di sana, bisa menjadi juga banyak daripada distribution channel kita. Bisa kita leverage hal-hal yang lain," terang dia.

Di sisi lain, Arsjad mengatakan, saat ini masih banyak pengusaha luar negeri yang tidak begitu mengenal Indonesia, misalnya saja di Arab Saudi. Menurutnya para pengusaha Arab Saudi kebanyakan hanya mengenal Indonesia dari dua sisi, yakni Asisten Rumah Tangga (ART) serta jemaah haji dan umrah.

"Saudi, orang-orang di Saudi kebanyakan businessman-nya, tahunya kita Indonesia cuma dua, mostly ya itu ngomongin, contohnya satu ART, yang kedua haji-umrah. That's it," ujarnya.

Bahkan, para pengusaha Arab Saudi ini juga kaget Indonesia juga menghasilkan produk-produk manufaktur serta komoditas lainnya. Oleh karena itu, menurutnya kondisi ini patut menjadi perhatian agar bisa tercipta peluang untuk membuka lapangan kerja lebih banyak di luar negeri.

Selain itu, Indonesia juga punya pekerjaan rumah (PR) besar untuk menaikkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Perlu dipastikan agar para diaspora ini juga bisa naik kelas sehingga kemampuan dan posisinya juga berkembang.

"Jangan gini-gini aja, jadi ART terus. Tiga tahun dulu kerja jadi ART. Dimonitor, balik ke Indonesia, ambil dulu vokasi. Untuk apa? Misalnya jadi chef restoran. Berangkat lagi udah sebagai cook, tiga tahun lagi. Balik lagi, ambil lagi vokasi, sertifikasi lagi. Naik lagi jadi senior, abis itu bisa di kapal pesiar," kata dia.

(shc/ara)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial