Tarif Trump Bikin Pasar Goyang, Arsjad Rasjid Minta Jangan Terlalu Panik

11 hours ago 4

Jakarta -

Langkah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dalam menerapkan tarif resiprokal membuat pelaku pasar hingga masyarakat menjadi waswas. Sebab, tarif tersebut menuai beragam respons dari negara-negara mitra AS hingga memicu perang dagang.

Ketua Dewan Pengawas Indonesia Business Council (IBC) sekaligus eks Bos Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menilai, tarif Trump mengubah sistem dunia. Ditambah lagi dengan respons China yang juga menerapkan tarif balasan untuk AS.

"Nggak ada yang tau siapa yang akan menang, apakah Amerika atau China siapa yang akan menang, nobody knows, tapi sudah pasti dunia geger dengan Trump melakukan hal ini," ujar Arsjad dalam acara Coffee Break with Arsjad, di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"There is a new order in global situation. Ini Trump ingin merubah, utamanya itu. Eropa bingung, tetangganya Kanada aja sebel, China kurang ajar. Belum bicara kita-kita sendiri yang di Asia dan negara yang lagi mau berkembang. He change the world order," sambungnya.

Menurutnya, langkah yang dilakukan Trump merupakan strateginya sebagai pengusaha untuk memperoleh keuntungan. Rencana penerapan tarif pun akhirnya berdampak pada goyangnya pasar, hingga mempengaruhi nilai tukar dolar AS terhadap rupiah hingga Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

"(Pasar) pasti goyang, sudah pasti. Nilai tukar rupiah buat kita melemah, IHSG goyang. Makanya masih belum balik. Harga emas melonjak," ujarnya.

Kondisi ini terjadi karena investor panik dalam menempatkan uangnya, hingga akhirnya memilih instrumen investasi yang dirasa paling aman. Namun, satu hal yang penting menurutnya, langkah ini bisa membuat perekonomian tidak berputar.

"Uang semua keambil oleh emas. Nggak ada uang yang berputar, ekonomi simple. Nggak ada duit muter, ekonomi nggak jalan. Kepanikan bisa membuat yang namanya uang ini nggak berputar. Nah itu yang kita takutin," kata dia.

Oleh karena itu, menurutnya perlu ada optimisme di balik kondisi ini sehingga ekonomi tetap bisa berputar dan ekonomi tumbuh. Arsjad menilai, di balik semua gejolak pasti ada peluang.

Menurutnya, saat ini ada peluang besar di mana dunia tengah mencari lokasi baru untuk rantai pasok global. Indonesia menjadi salah satu negara strategis yang bisa mengisi kekosongan itu.

"Kenapa? Karena kita bukan hanya bisa meningkat supply chain atau sebagian dari supply chain. Kita punya national resources dan human resources, yang kita miliki yang mungkin berbeda sama negara lain," kata dia.

Dari sisi manufaktur, Arsjad mengatakan Vietnam memiliki fasilitas yang lebih hebat. Meski demikian, dari sisi ekonomi Indonesia punya pasar domestik yang besar, dengan ketergantungan terhadap pasar luar yang lebih kecil. Ekspor produk Indonesia hanya mengambil porsi 25%, sedangkan 75% sisanya berputar untuk kebutuhan dalam negeri.

"Dan itulah yang menyelamatkan kita di tahun '98. Itulah yang menyelamatkan kita tidak ter-shake dengan global situation pada 2008, the global, the US. Kita nggak begitu pengin, karena memang tadi kita punya domestic market. Ini konteks yang perlu kita lihat," kata Arsjad.

"Jangan lihat linear saja, kalau melihat Amerika, tarif, perang tarif, tapi kita mesti melihat juga kekuatan kita, dan apa yang kita miliki. Jadi, jangan terlalu panik-panik juga, tapi suka kalau orang panik, orang itu suka, jadi orang dibikin panik juga, karena pasar goyang karena ketakutan tadi," sambungnya.

Trump sebelumnya menetapkan tarif resiprokal untuk Indonesia sebesar 32%. Namun, masih lebih rendah dibandingkan dengan sejumlah negara, seperti Vietnam, yang terkena tarif hingga 46%.

(shc/ara)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial