Audiensi dengan Penulis, Ibas: Menulis Pertajam Pikiran, Bentuk Gagasan

5 hours ago 2

Jakarta -

Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menekankan bahwa menulis dan membaca adalah cara untuk mempertajam pikiran, mewujudkan impian, memajukan peradaban, dan menjawab kebodohan. Oleh karena itu, ia mendorong para penulis Indonesia, khususnya penulis muda, untuk terus berkarya dan meraih pengakuan di kancah global.

"Membaca dan menulis adalah salah satu cara kita untuk mempertajamkan pikiran. Dengan membaca dan menulis kita dapat terus bekerja dan berkarya. Setiap buku yang kita baca adalah jendela kehidupan. Setiap kata yang kita tulis membentuk ide-ide dan gagasan," ujar Ibas, dalam keterangan tertulis, Kamis (13/3/2025).

Hal itu ia sampaikan dalam kunjungan penulis muda perempuan Indonesia dengan topik 'Ibu Punya Mimpi, Perempuan Berkisah: Penulis Indonesia Mendunia Tak Terbatas' di gedung MPR RI, Rabu (12/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ibas menambahkan, bahwa membaca memperkaya wawasan, sementara menulis adalah sarana mengekspresikan pemikiran dan perasaan untuk menciptakan perubahan serta mewujudkan impian.

"Membaca dan menulis juga menjawab tentang kebodohan. Menjadi terdepan mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai cita-cita pendiri bangsa, dan pada saatnya menjadi pejuang masa kini untuk mengurangi kemiskinan serta pengangguran," ujarnya.

Ibas juga memberikan apresiasi kepada para penulis muda yang hadir, yang telah berkarya dan berkontribusi nyata dalam dunia literasi. Ia menekankan bahwa peran perempuan dalam literasi sangat penting, tidak hanya dalam tulisan tetapi juga perjuangan mewujudkan pendidikan yang lebih baik di Indonesia.

Sebagai bangsa dengan kekayaan sastra yang luar biasa, Ibas mencontohkan bagaimana kata-kata mampu membentuk peradaban, sebagaimana yang dilakukan oleh para penulis besar Indonesia di berbagai zaman.

"Sebut saja R.A. Kartini 'Habis Gelap, Terbitlah Terang' yang hingga hari ini hampir semua sastrawan penulis di Indonesia pasti paham dan tahu, sosok yang menginspirasi kita terkait emansipasi perempuan, tapi lebih lanjut tentang bagaimana seorang memperjuangkan kehidupan pendidikan yang ada di Indonesia," ungkapnya.

Selain R.A Kartini ada juga Sariamin Ismail, novelis perempuan pertama di Indonesia yang pertama kali menerbitkan novelnya pada tahun 1933, yang menciptakan karya-karya menginspirasi hingga hari ini, dengan judul 'Kalau Tak Untung' kala itu.

Menurutnya di era modern ini Indonesia juga memiliki banyak penulis hebat, seperti Ayu Utami dan Dee (Dewi) Lestari, yang terus membawa sastra Indonesia ke panggung internasional.

Namun, Ketua FPD DPR RI itu menegaskan, bahwa penulis bukan hanya sekedar keterampilan untuk mencari uang semata, tetapi juga bisa membentuk peradaban. Lewat menulis seseorang bisa menyampaikan gagasan, merekam sejarah dan lewat menulis kita bisa menawarkan solusi.

"Penulis memiliki kapasitas dalam membentuk jiwa generasi dan mengarahkan semangat bangsa. Menulis juga membangun Peradaban yang lebih maju dan karya tulis bisa live forever," tambahnya.

Sebagai penutup acara, Ibas mengutip sebuah kalimat dari novelis Andrea Hirata dan Pramoedya Ananta Toer.

"Andrea Hirata berkata: bermimpilah dalam hidup, jangan hidup dalam mimpi. Saya pikir kalian adalah penulis, kalian tidak sedang bermimpi, tapi kalian hidup dalam membuat mimpi-mimpi itu," ujarnya.

"Pramoedya Ananta Toer berkata: orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian," imbuhnya.

Ibas menekankan menulis adalah bentuk keberanian yang memberi warni dunia pendidikan, literasi dan pengembangan pengetahuan lintas zaman. Ia berharap penulis Indonesia harus tetap eksis.

"Ayo kita bergerak bersama wujudkan Indonesia maju, terdidik, menuju Indonesia yang lebih gemilang," pungkas ibas.

Dalam kesempatan tersebut, salah satu peserta yang juga novelis penulis buku Dear Nathan juga turut menyampaikan apresiasi dan aspirasinya.

"Saya sangat senang, Pak Ibas menyebutkan Sariamin Ismail. Sosok yang jarang dibaca dan dibahas di era modern ini. Saya berharap sastrawan sebelum era kontemporer punya kesempatan ruang untuk dibahas dan diperkenalkan ke generasi muda. Saya juga berharap bahwa stigma cerita yang ditulis perempuan kurang berbau nasionalisme itu dihapus. Padahal mereka penulis perempuan juga mempunyai peran membahas kemajuan dan pemikiran-pemikirannya," ungkap novelis Erisca Febrian.

Sebagai Informasi, acara ini juga turut dihadiri beberapa peserta yang merupakan penulis perempuan seperti, Meisya Salwa. Grace Reinda, Fayanna Alisha, Nadzira Shafa Askar, Erisca Febriani dan lain sebagainya, selain penulis perempuan turut hadir pula Anggota FPD DPR RI, Sabam Sinaga, Raja Faisal Manganju Sitorus dan Faujia Helga Br. Tampubolon.

(prf/ega)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial