Alasan Koalisi Masyarakat Sipil Tolak RUU TNI, RUU Polri, dan RUU Kejaksaan

3 weeks ago 18

Jakarta -

Koalisi masyarakat sipil menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU TNI, UU Polri, dan UU Kejaksaan. Koalisi sipil menilai reformasi lembaga hukum dan militer dilakukan bukan dengan menambah kewenangan, tetapi dengan memperkuat lembaga pengawas independen.

Hal itu disampaikan koalisi sipil yang terdiri atas PBHI, Imparsial, Elsam, HRWG, Walhi, Centra Initiative, Koalisi Perempuan Indonesia, Setara Institute, dan BEM SI Kerakyatan. Pernyataan bersama koalisi sipil itu diawali dengan pemaparan data dari World Justice Project (WJP) yang meletakkan Indonesia pada urutan ke-68 untuk Indeks Rule of Law tahun 2024.

"Urutan ini menurun 2 poin dari tahun 2023 yang ada di urutan 66 atau mengalami penurunan 0,53 poin. Laporan ini menunjukkan, dari 8 dimensi rule of law, 6 di antaranya mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, termasuk pada dimensi criminal justice," demikian pernyataan bersama koalisi sipil yang dikutip, Senin (17/2/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi sipil menilai situasi tersebut tidak luput dari kondisi penegakan hukum di Indonesia. Mereka menyoroti beragam kasus belakangan ini yang menunjukkan kecenderungan kuat seharusnya lembaga penegak hukum memperbaiki diri.

Dari berbagai kasus yang meliputi sejumlah lembaga penegak hukum itu, koalisi sipil melihat tak ada indikasi perbaikan institusi. Sejumlah lembaga penegak hukum itu dinilai malah berlomba-lomba menambah kewenangannya yang dapat dilihat dari sejumlah draf RUU yang bergulir di DPR, yaitu RUU Polri, RUU TNI, dan RUU Kejaksaan.

Draf RUU Polri sebelumnya mendapatkan kritik saat pembahasan di DPR lantaran mengandung beberapa pasal yang kontroversial. Begitu pula draf RUU TNI yang beredar pada tahun lalu, kewenangan TNI menjadi lembaga penegak hukum menuai kritik.

Selain itu, RUU Kejaksaan yang masuk Prolegnas dikritik oleh koalisi sipil. Revisi aturan tersebut justru dinilai diarahkan untuk memperluas kewenangan kejaksaan dan sekaligus juga tumpang tindih dengan kewenangan instansi lainnya.

Koalisi sipil meminta berbagai kondisi tersebut diperhatikan DPR dan para pengambil kebijakan. Mereka mempertanyakan keinginan lembaga tersebut untuk memperluas kewenangan di tengah situasi penegakan hukum yang membutuhkan perbaikan.

"Lembaga penegak hukum maupun militer dengan kewenangan yang ada sekarang saja sudah berulangkali menyalahgunakan kewenangannya sehingga terjadi praktik korupsi, kekerasan dan penyimpangan lainnya. Apalagi jika ditambah kewenangan-kewenangan lagi dalam RUU yang mereka ajukan (RUU Polri, RUU Kejaksaan, RUU TNI), maka akan menjadi jadi potensial penyalahgunaan kewenangannya," demikian pernyataan bersama koalisi sipil.

"Apalagi jika mereka disalahgunakan oleh rezim yang berkuasa untuk mempertahankan rezim yang berkuasa maupun untuk kepentingan pemenangan politik dalam pemilu, maka penambahan kewenangan itu dalam beragam RUU yang ada hanya akan menambah kerusakan penegakan hukum dan demokrasi di Indonesia," sambung pernyataan tersebut.

Koalisi sipil menilai salah satu cara untuk memperbaiki kondisi penegakan hukum itu dengan memperkuat lembaga lembaga independen yang ada untuk mengawasi lembaga penegak hukum. Sebab, selama ini lembaga independen, seperti Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, Komnas HAM, Komnas Perempuan, hingga KPK, hanya memiliki kewenangan terbatas.

Atas dasar tersebut, koalisi sipil mendesak agar reformasi sistem penegakan hukum ini dapat diarahkan pada dua hal, yaitu:

1. Mengevaluasi sistem pengawasan internal bagi masing-masing lembaga penegak hukum. Pengawasan internal masing-masing lembaga penegak hukum ini dinilai masih cenderung melakukan praktik impunitas atas nama esprit de corps lembaga masing-masing. Pengawasan internal yang lemah tentunya cenderung melonggarkan praktik jahat atau pelanggaran dilakukan oleh masing-masing oknum anggota penegak hukum.

2. Memperkuat pengawasan eksternal terhadap masing-masing lembaga penegak hukum, seperti Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Nasional, KPK, Komnas HAM , Komnas Perempuan untuk dapat mengawasi, memproses, dan melakukan penindakan bagi para penegak hukum menyalahi kode etik atau melakukan pelanggaran. Perlu dipastikan bahwa lembaga pengawas eksternal ini dapat bekerja secara efektif yang dilengkapi dengan kewenangan yang memadai dan sumber daya yang cukup.

(knv/fjp)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial