Akselerasi Swasembada Pangan Lewat Kolaborasi Pemangku Kepentingan

5 hours ago 4

Jakarta -

Swasembada Pangan bukan lagi cita-cita dan harapan sebagian orang atau komunitas tertentu. Akan tetapi sudah menjadi tujuan dan gerakan bersama masyarakat Indonesia yang ditabalkan lewat Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto.

Kita patut bersyukur, kolaborasi antarpemangku kepentingan atau stakeholders di pemerintahan, mulai dari mulai tingkat pusat dan daerah semakin terbangun soliditas.

Kebijakan yang diselaraskan Kementerian Koordinator Bidang Pangan (Kemenko Pangan) menjadi partitur bersama dalam simponi untuk mewujudkan mahakarya Swasembada Pangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Swasembada Pangan adalah kolaborasi kolosal yang melibatkan kementerian/lembaga dari pusat hingga daerah dengan payung 41 undang-undang, 23 Peraturan Pemerintah dan 6 Peraturan Presiden dan Instruksi Presiden. Luar biasa.

Identifikasi Tantangan

Menko Pangan sudah sejak awal mengidentifikasi berbagai tantangan yang bakal mengganggu kelancaran mewujudkan Swasembada Pangan. Tantangan ini mulai dari masalah iklim dan bencana alam sampai masalah ketersediaan lahan produktif.

Setidaknya ada delapan masalah krusial yang selain harus diantisipasi juga dicari solusi praksisnya agar ketersediaan pangan nasional yang tujuan akhirnya Swasembada Pangan terwujud sesuai target.

Pertama, perubahan iklim. Perubahan iklim telah membawa dampak signifikan pada sistem pangan global. Perubahan pola cuaca yang ekstrem, peningkatan suhu, dan naiknya permukaan air laut telah mengganggu produksi pertanian di berbagai belahan dunia.

Dampaknya, produksi pangan menurun, kekeringan yang lebih sering dan parah menyebabkan gagal panen, berkembang biaknya hama dan penyakit tanaman serta perubahan suhu dan pola curah hujan mempengaruhi ukuran dan kualitas nutrisi tanaman.

Kedua, kondisi perekonomian global. Kondisi perekonomian global memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap ketersediaan, akses, dan harga pangan di seluruh dunia.

Perubahan dalam ekonomi global, seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar mata uang, dan kebijakan perdagangan, dapat memicu fluktuasi harga pangan dan mempengaruhi ketersediaan pangan bagi masyarakat.

Ketiga, gejolak harga pangan global. Ini merupakan masalah kompleks yang memerlukan solusi komprehensif dari para pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat sipil.

Para pihak perlu bekerja sama untuk mengatasi masalah ini dan memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan terjangkau bagi semua orang.

Gejolak harga akan mengakibatkan ketidakpastian harga dan banyak spekulasi di tingkat pasar sehingga dampaknya selain harga yang melonjak dan mahal akan berakibat pada daya beli masyarakat yang rendah.

Dalam bahasa sederhana, muara dari gejolak harga ini berimbas pada peningkatan angka kemiskinan dan stunting bahkan kelaparan.

Keempat, bencana alam. Bencana alam merupakan ancaman serius bagi ketahanan pangan. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, sektor swasta, hingga masyarakat.

Dengan memperkuat sistem peringatan dini, membangun infrastruktur yang tahan bencana, dan menerapkan praktik pertanian yang berkelanjutan, kita dapat mengurangi dampak bencana alam terhadap pangan dan meningkatkan ketahanan pangan.

Kelima, teknologi dan SDM. Sinergi teknologi dan SDM yang unggul akana berdampak pada peningkatan produktivitas, efisiensi penggunaan sumber daya (air, pupuk dan pestisida), adaptasi terhadap perubahan iklim dan peningkatan kualitas produk hasil panen.

Keenam, peningkatan jumlah penduduk. Peningkatan jumlah penduduk dunia dan di sebuah negara secara signifikan telah menjadi salah satu tantangan terbesar dalam pemenuhan kebutuhan pangan.

Semakin banyak jumlah penduduk, semakin besar pula permintaan akan pangan. Hal ini menimbulkan berbagai masalah kompleks dalam sistem pangan global.

Ketujuh, distribusi pangan. Masalah distribusi di Indonesia memiliki ciri khas tersendiri sebagai negara kepulauan.

Karena itu distribusi pangan yang efektif sangat penting untuk memastikan ketersediaan pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan mengatasi masalah distribusi pangan, kita dapat mewujudkan ketahanan pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kedelapan, alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan adalah perubahan penggunaan lahan dari pertanian menjadi non-pertanian, seperti permukiman, industri, atau infrastruktur.

Otomatis alih fungsi ini akan menurunkan jumlah produksi pertanian sementara jumlah penduduk terus bertambah.

Pendanaan yang Maksimal

Di tengah keterbatasan anggaran, Pemerintah berusaha maksimal untuk mewujudkan Swasembada Pangan. Pembangunan infrastruktur umum tetap berlangsung tetapi akan lebih banyak melibatkan swasta.

Sementara infrastruktur yang terkait dengan daya dukung ketahanan pangan tetap melibatkan anggaran negara (APBN). Misalnya untuk merevitalisasi 61 bendungan dan irigasi.

Untuk mewujudkan Swasembada Pangan, Pemerintah sampai menggelontorkan dana mencapai Rp144,6 triliun. Dana sebesar itu di antaranya tersebar untuk beberapa kementerian dan lembaga di pusat dan daerah.

Diantaranya Kementan sebesar Rp29,4 triluun Kementerian Pekerjaan Umum Rp22 triliun, Kementerian Kelautan dan Perikanan 6,2 triliun serta Dana Desa Rp16,3 triliun. Selebihnya dana yang disalurkan ke Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Total anggaran ketahanan pangan sebesar itu untuk tahun anggaran 2025 dialokasikan untuk intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian, peningkatan ketersediaan dan akses sarana pertanian (pupuk, bibit dan pestisida).

Kemudian penguatan infrastruktur pertanian (bendungan/irigasi), perbaikan rantai distribusi pertanian, penguatan cadangan pangan dan lumbung pangan, penguatan bisnis dan perlindungan usaha pertanian sert penguatan perikanan budi daya.

Swasembada Pangan Semakin Dekat

Upaya Pemerintah untuk mendorong Swasembada Pangan tidak hanya soal anggaran dan teknis. Untuk apa Swasembada Pangan bila petani yang menjadi garda terdepan justru tidak sejahtera.

Karena itu Pemerintah pun sudah memutuskan harus ada kenaikan harga di tingkat petani. Maka diputuskan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering sesuai spesifikasi menjadi Rp6.500.

Kemudian HPP jagung menjadi Rp5.500. Bulog pun diputuskan membeli beras dari penggilingan dengan HPP Rp12.000.

Dengan keputusan dan kebijakan tersebut Pemerintah pun tidak hanya yakin tapi sudah memutuskan pada 2025, Indonesia tidak lagi impor beras, gula dan garam konsumsi.

Ya, Insyaallah Swasembada Pangan Semakin Dekat. Semua Untuk Kesejahteraan Rakyat.

Intan Fauzi, Stafsus Menko Pangan

(maa/maa)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial