Aipda Man Odix, Pak Bhabin yang Gigih Lestarikan Kakaktua-Jalak di Mojokerto

3 weeks ago 22

Jakarta -

Aipda Achmad Sodiq atau Man Odix melestarikan satwa langka burung kakaktua, burung jalak hingga macan akar di Mojokerto, Jawa Timur (Jatim). Bhabinkamtibmas Desa Mojokembang, Polsek Pacet itu mengembangbiakkan satwa untuk kemudian dilepasliarkan.

Aipda Sodiq menjadi salah satu kandidat yang diusulkan untuk Hoegeng Awards 2025 melalui formulir digital di detikcom. Salah seorang warga setempat bernama Aris (32) memberikan kesaksiannya tentang aksi yang dilakukan Aipda Sodiq.

Aris mengatakan Aipda Sodiq menyulap halaman di belakang rumahnya sebagai rumah untuk satwa tersebut. Mayoritas satwa yang dipelihara Aipda Sodiq adalah burung yang saat ini sudah sulit ditemukan di alam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Rumah saya pas di belakang rumah Pak Sodiq. Dampaknya bagus untuk pelestarian burung-burung di sekitar sini, kan banyak burung-burung di sekitar rumah, itu burung dibiarkan liar," kata Aris kepada detikcom.

Aris menyebut para burung tidak dibuatkan sangkar. Akan tetapi, kata dia, hanya dibuatkan kandang di atas pohon, sehingga satwa itu bisa pulang dan terbang liar di alam. Dia menyambut positif aksi Aipda Sodiq melestarikan unggas-unggas itu.

"Ya senang kan, sekarang kan burung-burung banyak yang ditangkap, jadi adanya pelestarian ini jadi banyak lagi. Burungnya kan bebas liar, nanti kalau sore pulang lagi, siang sama sore pulang, beranak ya tetap di pohon itu," jelasnya.

Menurutnya, Aipda Sodiq ingin Desa Mojokembang menjadi tempat pelestarian burung-burung yang sudah jarang ditemukan. Aipda Sodiq disebut juga menginspirasi warga agar tidak menangkap burung.

"Pinginnya sih di sini jadi desa pelestarian, cuman kepengin orang-orang kampung biar nggak sampai menangkap burung-burung yang dilindungi," tutur dia.

Aipda Achmad Sodiq lestarikan burung kakaktua di Mojokerto.Kandang burung kakaktua yang dilestarikan Aipda Achmad Sodiq di halaman rumahnya di Mojokerto. (Foto: dok. Istimewa)

Lestarikan Satwa Sejak 2009

Aipda Sodiq melestarikan dan mengembangbiakkan satwa burung sejak tahun 2009. Mulanya dia hanya melestarikan burung lokal yang sudah jarang ditemui di alam liar karena perburuan.

"Karena burung-burung kampung banyak yang punah, seperti contoh burung prenjak, itu kan burung mitos bahwa kalau burung itu berbunyi di depan rumah, itu artinya ada tamu yang akan datang. Tapi saat ini sudah punah, dalam artinya di kampung-kampung itu sulit ditemui, itu kita beli dari pasar burung kita lepaskan," kata Aipda Sodiq saat berbincang dengan detikcom.

Ada 18 jenis satwa yang pernah dilestarikan oleh Aipda Sodiq. Di antaranya, burung glatik jawa, burung manyar, burung glatik batu, burung prenjak merah/tamu, burung ciblek, betet Jawa, jalak putih, jalak kebo, jalak Bali, serindit, ruak-ruak, landak Jawa, macan akar, ayam hutan hijau, ayam hutan merah, burung kolibri, burung nuri pelangi hingga burung kakaktua jambul kuning.

Aipda Sodiq mendapatkan burung itu dari pecinta satwa hingga membeli di pasar burung. Pada tahun 2020, Aipda Sodiq mulai mengembangbiakkan burung kakaktua.

"Akhirnya ini ada burung kakaktua juga kita lestarikan sejak 2020. Tahun 2021 mulai nyarang, beranak satu, berlanjut hingga saat ini total 10 ekor, awalnya dari sepasang," kata Sodiq.

Aipda Achmad Sodiq lestarikan burung kakaktua di Mojokerto.Aipda Achmad Sodiq lestarikan burung kakaktua di Mojokerto. (Foto: dok. Istimewa)

Pada saat mengembangbiakkan burung kakaktua itu, Aipda Sodiq langsung melapor kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur. Saat ini, proses izin penangkaran sedang berlangsung.

"Alhamdulillah sejak saat itu sudah kita laporkan ke dinas terkait, kemudian disurvei dan kita lengkapi izinnya, sudah masuk. Dari Dinas BKSDA dan Dinas Kehutanan Provinsi datang ke rumah, 'apakah benar seperti ini?' dan beliau melihat sendiri burung-burung liar di sekitar rumah kita," tutur dia.

Penangkaran ini dibuat oleh Aipada Sodiq di halaman belakang rumahnya dengan luas 5x5 meter. Dia tidak membuat sangkar burung, akan tetapi rumah atau glodok di atas pohon. Sehingga satwa itu bisa kembali ke rumahnya kapan saja.

"Dia bebas liar, tidak ada pembatasnya sama sekali. Balik nanti, kalau jangkauan mainnya radius 5 kilometer. Kalau pulang tidur di pohon belakang rumah, itu kan saya sediakan glodok untuk tempat beranak-pinak, dan sebagian tidur di teras rumah, kita buatkan angkringan aja dia tidur di situ, pagi dia main lagi, tapi semua itu kita supply makanan," kata dia.

Aipda Achmad Sodiq lestarikan burung kakaktua di Mojokerto.Aipda Achmad Sodiq sedang memeriksa kandang burung kakaktua. Foto: dok. Istimewa

Aipda Sodiq mengoperasikan penangkaran satwa itu dengan dana pribadinya. Terkadang, ada pihak pecinta hewan yang menyumbangkan pakan ataupun warga yang memberikan jagung hasil panen mereka.

"Kita tidak menghitung biaya, karena kalau kita menghitung biaya takut, yang kita kelola setiap hari itu kisaran Rp 45 ribu, kita pernah mentotal-lah, ya wis kita sediakan seperti itu," sebut Aipda Sodiq.

Aipda Sodiq juga mengunggah kegiatannya di media sosial. Aipda Sodiq menamai channelnya dengan Man Odix seperti sapaan akrabnya oleh warga sekitar.

Man Odix sengaja tidak membuat sangkar untuk burung-burung yang dilestarikannya. Burung-burung itu juga tidak dicari apabila pergi ke alam liar.

"Kalau dia membuat sarang di alam kita tidak memaksakan menangkap lagi, kita biarkan. Jadi kadang nggak kelihatan, mungkin satu minggu sekali dia pulang, seperti itu," jelasnya.

Lestarikan Burung untuk Jaga Rantai Makanan

Man Odix mengisahkan, sudah menjadi tradisi keluarganya merawat satwa. Sejak kecil, Man Odix telah merawat burung kemudian dilepasliarkan ke alam. Man Odix hanya ingin rantai makanan terus terjaga.

"Kita berusaha berjuang untuk melestarikan, menyadarkan masyarakat itu bahwa pelestarian itu memang panting untuk rantai makanan ya. Contoh burung pemakan serangga, sekarang kan memang sulit sudah ditemui di alam ini, banyak diambil kan, jadi (burung) yang makan ulat, makan serangga, belalang itu sudah berkurang, akhirnya ulat, belalang makin marak menjadi-jadi, jadi hama kan," kata dia.

Dia juga mencontohkan burung hantu yang biasanya memakan tikus di sawah. Menurutnya, perburuan burung hantu yang masif membuat tikus-tikus menjadi hama bagi petani.

"Burung hantu itu pemburu senyap makan tikus di sawah, kalau burungnya tidak ada tikus berkembangbiak pesat. Kita berupaya melakukan pelestarian memberi kesadaran kepada masyarakat, semoga berhasil," ujarnya.

Aipda Achmad Sodiq melestarikan burung kakaktuaAipda Achmad Sodiq melestarikan burung kakaktua Foto: dok. Istimewa

BKSDA Jatim Pantau Burung Kakaktua

Kegiatan Man Odix mengembangbiakkan burung kakaktua jambul kuning ini juga dipantau oleh BKSDA. Hal itu dipastikan oleh Pengendali Ekosistem Hutan Resort Konservasi 9 Mojokerto BBKSDA Jatim Fajar Dwi Nur Aji.

"Kita arahnya untuk proses perizinan penangkaran, untuk indukannya berarti satwa itu punya negara, jadi saat ini satwa memang posisinya BKSDA Jatim yang dititipkan kepada Aipda Sodiq untuk ditangkarkan dan dikembangkan," kata Fajar kepada detikcom.

Fajar mengatakan metode yang dilakukan Man Odiq berbeda dengan penangkaran lainnya. Sebab, Man Odix, tidak membuat sangkar sehingga burung kakaktua memiliki insting untuk bertahan hidup di alam.

"Kan kalau penangkar di kandang, kalau Mas Sodiq batasnya udara batasnya. Jadi harapan kami ini salah satu bentuk mekanisme penangkaran memang nanti anaknya bisa langsung dirilis di alam, karena memang tidak ada proses sentuhan oleh penangkar dan dia mencari instingnya di alam, satwa itu liar di alam bukan di kandang," jelas Fajar.

Hingga saat ini, proses penangkaran yang diajukan Man Odix ke BKSDA masih dalam proses pengajuan. Fajar menyebut masih ada beberapa tahapan lagi hingga izin penangkaran burung kakaktua itu terbit.

"Man Odiq harapan kami, kemudian sekarang masih proses izin penangkaran, sehingga beliau melakukan itu dapat secara legal dapat diakui oleh negara. Iya prosesnya panjang, saya sedikit banyak tahu, juga saya pantau, karena itu memang aset negara punya BKSDA dia hanya untuk merawat dan mengembangbiakkan," tutur dia.

Menurut Fajar, Man Odix mengajukan izin penangkaran mengikuti mekanisme yang ada. Sehingga, kata dia, ada beberapa tahapan yang dilakukan hingga nanti izin diterbitkan.

"Karena seorang aparat penegak hukum ketika dia melakukan proses secara prosedur itu sebagai contoh yang baik, itu harapan kami begitu. 'Saya sebagai petugas saya ngurus izin kok, resmi kok' harapan kami seperti itu. Jadi ngurus proposal kami dampingi semuanya. Kebetulan Man Odiq dekat dengan kantor, jadi sewaktu-waktu kita mampir, diskusi. Sekarang kan juga canggih, ada HP, WA, jadi komunikasi nggak pernah putus," jelasnya.

Fajar mengatakan hingga saat ini ada 10 ekor burung kakaktua yang dirawat oleh Man Odix. Dia menyebut setiap spesies burung kakaktua itu memiliki sertifikat.

"Ada 10, kemarin sempat beranak terus ada yang mati anaknya, sudah kita laporkan, kita bikin sertifikat kematian juga, karena posisi hujan, kita tahu itu, kita minta laporan secara tertulis dan dikirim ke kami, dan sekarang proses bertelur," jelasnya.

Man Odix juga pernah merawat kucing hutan macan akar. Kucing itu kini telah dilepasliarkan oleh Man Odix.

"Terkait dengan macan akarnya itu sudah tidak ada, waktu itu macan akar berhasil, dan dilepas di sekitar rumah beliau, karena kalau kucing hutan bisa berdampingan dengan masyarakat, apalagi di lingkungan itu memang masih banyak rumpun-rumpun bambu yang memungkinkan kucing hutan untuk liar dan secara alami, dan situ tempat habitatnya juga," jelasnya.

Aipda Achmad Sodiq lestarikan burung kakaktua di Mojokerto.Kucing hutan yang sempat dirawat oleh Aipda Sodiq sebelum dilepasliarkan. (Foto: dok. Istimewa)

(lir/knv)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial