Jakarta -
Dalam rangka memperingati Hari Bumi pada 22 April 2025, Kementerian Kehutanan bersama Yayasan BOS dan sejumlah mitra melepasliarkan enam individu orang utan ke alam liar. Lima orang utan merupakan hasil rehabilitasi, sementara satu lainnya dikembalikan dari Samboja Lestari ke Hutan Kehje Sewen di Kalimantan Timur.
Menteri Kehutanan (Menhut RI), Raja Juli Antoni menegaskan pelepasliaran ini bukan sekadar seremoni tetapi wujud nyata komitmen semua pihak untuk menjaga warisan alam Indonesia, khususnya spesies yang luar biasa dan sangat penting, yaitu orang utan Kalimantan.
Kementerian Kehutanan, kata dia, siap memperkuat kebijakan konservasi berbasis ilmu pengetahuan, pendekatan ekosistem, dan partisipasi masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Melalui program-program seperti restorasi ekosistem, penguatan kawasan konservasi, rehabilitasi satwa liar, dan pemulihan habitat, kami berupaya menghadirkan masa depan yang berkelanjutan bagi manusia dan alam," ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (24/4/2025).
Dia pun mengajak berbagai pihak untuk bekerja sama. Sebab menurutnya konservasi spesies tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah
"Tetapi memerlukan dukungan dan partisipasi semua pihak, guna mengakselerasi tercapainya tujuan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya," ungkapnya.
Karena itu, Raja Juli menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam upaya konservasi. Begitu juga halnya partisipasi dunia usaha memiliki peran strategis dalam pelestarian spesies.
"Konservasi bukan hanya tentang menyelamatkan spesies, tetapi juga tentang memperkuat hubungan antara manusia dan alam, menjaga warisan bagi anak cucu kita, dan memastikan bahwa hutan kita tetap lestari untuk generasi mendatang," terangnya.
Diketahui, sejak 2015 sisi selatan Hutan Kehje Sewen telah menjadi lokasi pelepasliaran orang utan, dan tahun ini kembali menjadi rumah baru bagi 5 orang utan yang telah menjalani rehabilitasi, serta 1 orang utan yang dikembalikan setelah menjalani perawatan intensif di Samboja Lestari.
Untuk mencapai lokasi tersebut, tim menggunakan berbagai sarana transportasi, mulai dari kendaraan mobil, perahu, hingga tenaga pengangkut untuk membawa kandang transport berisi orang utan ke titik pelepasliaran di hutan. Waktu perjalanan mencapai sekitar 20 jam, yang sangat bergantung pada kondisi lapangan, termasuk kerentanannya terhadap longsor yang dapat memperlambat perjalanan.
Dari enam individu orang utan yang dilepasliarkan, terdapat tiga jantan dan tiga betina. Salah satu orang utan jantan tersebut adalah Uli, yang kini berusia 28 tahun.
Uli pertama kali ditemukan pada tahun 2021 setelah memasuki kawasan permukiman di tepi hutan. Ia diselamatkan oleh tim wildlife rescue dari BKSDA Kalimantan Timur, Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Balikpapan, bekerja sama dengan Yayasan BOS di Samboja Lestari.
Setelah menjalani masa rehabilitasi, Uli kini berada dalam kondisi sehat, dengan berat badan mencapai 80 kg, dan siap untuk kembali hidup liar di habitat alaminya.
Sementara itu, Mikhayla, orang utan betina berusia sepuluh tahun sekaligus anggota termuda dalam kelompok pelepasliaran kali ini, diselamatkan di dekat jalan raya Sangatta-Bengalon, tepatnya di dalam konsesi tambang milik PT Kaltim Prima Coal. Lokasi penemuannya yang sangat dekat dengan jalan utama yang menghubungkan Bengalon dan Muara Wahau menambah ancaman terhadap keselamatannya.
Saat ditemukan pada 12 Januari 2025, kondisi Mikhayla sangat memprihatinkan, ia mengalami kekurangan gizi parah dan menunjukkan tanda-tanda stres berkepanjangan.
Operasi penyelamatan ini merupakan hasil kolaborasi erat antara Kementerian Kehutanan dengan beberapa mitra yakni, Yayasan BOS (BOSF), Centre for orang utan Protection (COP), dan Conservation Action Network (CAN).
Setibanya di Samboja Lestari, Mikhayla segera menerima perawatan medis intensif, termasuk pemberian suplemen nutrisi dan pengobatan cacingan. Setelah tiga bulan menjalani rehabilitasi, kondisinya membaik secara signifikan dan ia kini siap memulai babak baru kehidupannya di Hutan Kehje Sewen.
Selain itu, salah satu orang utan betina yang juga dilepasliarkan kembali ke Hutan Kehje Sewen adalah Mori. Mori sebelumnya telah dilepasliarkan pada tahun 2019, namun harus kembali ke Samboja Lestari pada tahun 2020 untuk menjalani perawatan intensif. Kini, setelah pulih dan dinyatakan siap, Mori akhirnya dapat kembali ke rumahnya di hutan.
Ketua Pengurus Yayasan Bos, Jamartin Sihite berharap pelepasliaran orang utan pada peringatan Hari Bumi ini menjadi pengingat yang kuat bahwa upaya rehabilitasi dan perlindungan satwa liar, khususnya orang utan yang kini berada di ambang kepunahan, adalah tanggung jawab bersama.
Jamartin mengutarakan meski pelepasliaran terus dilakukan, namun masih menghadapi banyak tantangan. Lebih dari 350 orang utan saat ini masih menunggu masa depan mereka di pusat rehabilitasi yang dikelola BOSF. Oleh karena itu, perlindungan orang utan harus terus dilakukan dengan semangat membangun bumi yang adil dan lestari bagi semua ciptaan.
"Kolaborasi yang erat antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan lembaga konservasi adalah kunci untuk memastikan bahwa hutan tetap menjadi rumah yang aman bagi orang utan dan seluruh kehidupan yang bergantung padanya," terang Jamartin.
Di sisi lain, Presiden Direktur PT RAPP, Sihol Aritonang mengatakan pihaknya menyambut baik kegiatan pelepasliaran enam orang utan. Menurutnya ini menjadi bentuk dukungan terhadap upaya konservasi satwa liar di Indonesia.
"Melalui kemitraan antara APRIL dan PT RHOI, serta sejalan dengan komitmen keberlanjutan kami dalam APRIL2030. Kami aktif mendukung perlindungan satwa liar yang dilindungi dan terancam punah seperti orang utan Kalimantan serta menjaga kelestarian habitat alaminya," tuturnya.
(prf/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini