Jakarta -
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) memberikan empat catatan terkait Program Sekolah Rakyat yang hendak diterapkan Kementerian Sosial (Kemensos). LMND berpendapat Program Sekolah Rakyat memerlukan anggaran besar, yang nantinya menambah beban pengeluaran negara.
"Belum tentu berhasil dalam memberantas kemiskinan. Publik harus meragukan karena belum ada blueprint Sekolah Rakyat dalam pemberantasan kemiskinan sampai saat ini. Ketakutannya hanya mengikuti pemahaman umum kalau pendidikan dapat mengeluarkan seseorang dari kemiskinan," kata Ketua Umum LMND Muhammad Asrul dalam keterangan tertulis, Rabu (30/4/2025).
Menurut Asrul, program pendidikan semestinya diurus Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), dan Kemensos sebagai penyedia data.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena selain praktek asrama, tidak terlihat perbedaan subtantif dengan sekolah pada umumnya yang sudah berjalan dalam waktu lama, dan memiliki arah yang jelas dalam membangun manusia di bawah Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah. Juga tidak ada rencana selain hanya ingin mengurangi angka partisipasi pendidikan pada setiap jenjang," ucap Asrul.
Dia berharap Presiden Prabowo Subianto meninjau kembali Program Sekolah Rakyat, dan mengalokasikan anggaran untuk program yang lebih tepat sasaran. Dia pun menilai Sekolah Rakyat sebagai program yang tak memiliki perencanaan jelas.
"Ada baiknya Presiden meninjau rencana pelaksanaan sekolah rakyat dan mengalihkan anggaran agar lebih tepat sasaran. Namun kami menilai program ini disusun tanpa perencanaan yang jelas dan matang," ujar Asrul.
Berikut empat poin catatan LMND terkait Program Sekolah Rakyat Kemensos:
1. Tak Punya Blueprint
Menurut Asrul, Indonesia harus memiliki blueprint pendidikan sebagai pedoman yang dipakai untuk menyokong visi panjang pendidikan nasional. Dengan adanya blueprint pendidikan, sambung dia, pemerintah dapat merencanakan sumber daya yang dimiliki, untuk membangun pendidikan yang adaptif, kompeten dan memiliki kesadaran kritis.
"Sehingga dengan adanya tujuan dan kerangka yang jelas, kita tidak akan menjalankan pendidikan dengan serampangan atau tanpa arah. Tidak menjalankan program-program pendidikan yang jauh dari kebutuhan dan perkembangan zaman, apalagi kita dihadapkan dengan situasi dan tantangan zaman yang begitu kompleks," tutur Asrul.
Asrul mengatakan jika Sekolah Rakyat diterapkan tanpa blueprint, maka persoalan pendidikan yang ada selama ini tak terjawab.
"Tanpa adanya blueprint pendidikan, kita hanya akan mengulangi kesalahan dan tidak menjawab persoalan pendidikan selama ini," kata dia.
2. Kurikulum Tak Jadi Solusi Masalah Dasar Pendidikan
Asrul menyebut pendidikan harus mampu membawa perubahan kualitas diri. Perubahan kualitas manusia, tambah dia, bukan hanya akan berdampak pada individu anak, melainkan juga berdampak pada bangsa.
"Selama ini pendidikan nasional telah banyak melakukan upaya perubahan kurikulum untuk mewujudkan kemajuan sumber daya manusia. Namun mulai tahun 2000, sejak Indonesia terlibat dalam tes PISA, justru tidak menunjukan adanya perubahan kualitas SDM yang signifikan, kita hanya berhenti dibarisan 10 negara terakhir," jelas dia.
Peringkat 10 terbawah SDM, lanjut Asrul, menunjukan sistem pendidikan nasional gagal membawa perubahan bagi kualitas anak bangsa. Baginya, Pemerintah seharusnya melakukan perubahan terhadap seluruh instrumen pendidikan dengan dasar riset mendalam.
"Untuk menemukan bentuk pendidikan yang baru termasuk kurikulum. Ketua Tim Formatur Sekolah Rakyat Mohammad Nuh mengatakan akan merancang kurikulum khusus, namun tetap memadukan dengan kurikulum nasional. Tentu ini mengejutkan bagi LMND, sebab tidak ada satu terobosan baru didalam konsep pendidikan yang coba diajukan oleh pemerintah," ungkap Asrul.
"Mengadopsi kembali kurikulum yang gagal tentu sebuah tindakan yang keliru dan menunjukan ketidakmampuan kementrian sosial dalam menangani pendidikan. Meningkatkan sumber daya manusia Indonesia saja tidak mampu lalu bagaimana mau menyelesaikan kemiskinan," ucap dia.
3. Beban Anggaran
Asrul lebih lanjut mengatakan pemerintah saat ini tengah menghemat anggaran 48 kementerian/lembaga. Dan Indonesia masih menghadapi masalah pendidikan, kekurangan tenaga pengajar, keterbatasan teknologi dan kemiskinan terutama di wilayah-wilayah terpencil.
Lalu, imbuh Asrul, sektor pendidikan mendapat anggaran 20 persen dari APBN atau sekitar 724,3 triliun ditahun 2025 dari seluruh total anggaran. Setengah dari jumlah tersebut dialokasikan melalui transfer ke daerah, kemudian dialokasikan kepada Kemendidasmen dan Kementerian Pendidikan Sains dan Teknologi (Kemendiksaintek) dan kementrian-kementrian lainnya yang mengelola pendidikan.
Dari total keseluruhan anggaran, Kemendidasmen hanya menerima 8,03 triliun. Menurut Asrul anggaran tersebut sekecil dan tak sebanding dengan beban masalah pendidikan nasional.
"Kita akan sulit mempercepat peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Program Sekolah Rakyat oleh Kementerian Sosial tentu akan berimbas pada Kementerian Pendidikan, sebab pengelolaan anggaran untuk pendidikan, sudah jadi barang tentu akan dibagi ke Program Sekolah Rakyat. Ini menjadi beban baru bagi pendidikan nasional," terang Asrul.
4. Soal Pendidikan Dikelola Total oleh Kemendikdasmen
Masih kata Asrul, kondisi pendidikan nasional yang secara kualitas masih terpaut jauh dari negara-negara maju dan berkembang lainnya, membutuhkan formulasi yang tepat untuk bisa maju. Perihal perbaikan pendidikan, Asrul beranggapan menjadi tanggung jawab Kemendikdasmen dan Kemendiksaintek.
"Perbaikan pendidikan dilakukan oleh lembaga yang berwenang, serta memiliki pengalaman panjang dalam mengelola pendidikan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Daripada membangun Sekolah Rakyat, lebih baik sumber daya pemerintah difokuskan kepada Kemendidasmen untuk melakukan pemerataan pendidikan serta perbaikan pendidikan dalam negeri," ucap Asrul.
(aud/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini