Windu Aji Sutanto Didakwa Cuci Uang dengan Beli Alphard-Land Cruiser

19 hours ago 8

Jakarta -

Pemilik PT Lawu Agung Mining (PT LAM), Windu Aji Sutanto didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan membeli mobil mewah seperti Alphard dan Land Cruiser. Jaksa mengatakan Windu juga menerima Rp 1,7 miliar terkait kasus korupsi pertambangan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Sidang dakwaan Windu digelar bersama satu terdakwa lainnya yakni Glenn Ario Sudarto selaku pelaksana lapangan PT LAM di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/3/2025). Jaksa mengatakan Windu melakukan pencucian uang hasil korupsi penjualan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

"Terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa harta kekayaannya tersebut merupakan hasil dari tindak pidana korupsi yaitu hasil penjualan ore nikel yang berasal dari Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT Antam, Tbk, blok Mandiodo-Lasolo-Lalindu, propinsi Sulawesi Tenggara, dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta Kekayaan tersebut," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Konstruksi Kasus

Jaksa mengatakan Glenn mendirikan PT LAM bersama saksi Tan Lie Pin sesuai akta pendirian tertanggal 21 Januari 2020. Glenn tertulis sebagai direktur PT LAM sementara Tan Lie sebagai komisaris.

Jaksa mengatakan Windu merupakan salah satu pemegang saham PT Khara Nusa Investama. Windu lalu membeli saham PT LAM sebanyak 1.900 lembar saham.

"Dengan nilai per lembarnya sebesar Rp. 1.000.000 sehingga PT Khara Nusa Investama memiliki sebanyak 95% saham," kata jaksa.

Jaksa mengatakan KSO Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea (KSO MTT) ditunjuk untuk mengelola pertambangan di blok Mandiodo-Tapunggaya-Tapumea. Jaksa mengatakan PT LAM merupakan salah satu anggota KSO MTT.

Dalam proses pelaksanaan proyek itu, Glenn yang hanya selaku pelaksana PT LAM justru lebih aktif berperan dalam proses penambangan ore nikel, melakukan pengangkutan dan penjualan ke pihak lain. Padahal, hasil penambangan yang dilakukan PT LAM seharusnya langsung diserahkan ke PT Antam.

"Tidak dapat dilakukan pengangkutan dan penjualan ke pihak lain, akan tetapi saksi Glenn Ario Sudarto dengan cara membeli dokumen PT Kabaena Kromit Pratama (PT KKP) dari Saudara Andi Adriansyah alias Iyan dan dokumen PT Tristaco Mineral Makmur (PT TMM) melalui Saudara Rudy Hariyadi Tjandra dengan harga antara US$ 3 s.d. US$ 5 per MT sehingga seolah-olah ore nikel tersebut berasal dari Wilayah IUP PT KKP dan PT TMM, dapat menjual ore nikel tersebut kepada pihak lain," ujar jaksa.

Jaksa mengatakan Glenn meminta Tan Lie membuka rekening atas nama orang lain pada periode Desember 2021-Januari 2022. Tujuan pembuatan rekening itu untuk menampung pengiriman uang hasil keuntungan penjualan ore nikel.

Kemudian, Tan Lie meminta Supriono dan Opah Erlangga Pratama untuk membuat rekening. Supriono dan Opah merupakan karyawan office boy di PT LAM.

Jaksa mengatakan Glenn melakukan kontrak kerja sama dengan 38 perusahaan dan beberapa perusahaan lain tanpa kerja sama. Namun, untuk masuk dan melakukan penambangan harus dengan persetujuan Glenn.

Jaksa mengatakan total penjualan ore nikel ilegal itu sebesar Rp 135,8 miliar. Glenn meminta hasil penjualan itu tak dikirimkan ke PT LAM melainkan ke rekening Supriono dan Opah Erlangga.

"Bahwa terhadap hasil penjualan ore nikel ilegal oleh saksi Glenn Ario Sudarto yang diterima dari trader yang membeli ore nikel tersebut seharusnya masuk ke dalam rekening PT LAM namun oleh saksi Glenn Ario Sudarto meminta kepada para penambang dan/atau perusahaan yang bekerja di Wilayah IUP-OP PT Antam untuk PT Lawu Agung Mining, dikirimkan ke rekening atas nama saksi Supriono dan saksi Opah Erlangga Pratama dengan total sejumlah Rp 135.836.898.026," ujar jaksa.

Sebagian besar uang keuntungan hasil penjualan ore nikel yang dikirim ke rekening Supriono dan Opah kemudian ditarik secara tunai. Jaksa mengatakan sebagian uang itu lalu ditransfer ke rekening PT LAM.

Jaksa mengatakan Windu menggunakan uang itu untuk membayar kebutuhan pribadinya. Di antaranya untuk membeli Land Cruiser, Alphard dan Mercedes Benz.

"Pembelian 1 unit kendaraan roda empat merk Toyota Land Cruiser 70 V8 4.6 M/T warna coklat 4.500 cc bahan bakar solar tahun 2022, pembelian 1 unit kendaraan roda empat merk Mercedes Benz Maybach GLS 600 warna hitam 4.000 cc bahan bakar bensin, pembelian 1 unit kendaraan roda empat merk Toyota Alphard," kata jaksa.

Jaksa mengatakan keseluruhan kendaraan roda empat tersebut seolah-olah kepemilikannya terdaftar atas nama PT LAM. Jaksa menuturkan Windu juga menerima transfer senilai Rp 1,7 miliar.

"Terdakwa juga telah menerima sejumlah uang melalui transfer bank yang dikirim dari rekening PT Lawu Agung Mining di bank BCA dengan nomor 3353351113, 4017266666, 4013616666 dengan total keseluruhan sebesar Rp 1.708.700.000," kata jaksa.

Windu Aji Sutanto didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau atau Pasal 5 ayat 1 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke -1 KUHP.

Sementara, Glenn didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 Ayat 1 ke -1 KUHP.

(mib/isa)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial