Trump Ancam Lonjakan Tarif Bagi Negara Pendukung BRICS

7 hours ago 4

Jakarta -

Presiden Donald Trump menyatakan bahwa Amerika Serikat akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 10% terhadap negara mana pun yang menunjukkan dukungan terhadap "kebijakan anti-Amerika," merujuk kepada hasil Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS di Brasil, Minggu (6/6).

BRICS, yang kini mewadahi lebih dari separuh populasi dunia dan 40% output ekonomi global, ingin menampilkan diri sebagai poros baru kerja sama multilateral, di tengah konflik geopolitik dan perang dagang yang kian memanas.

KTT yang berlangsung di Rio de Janeiro sebabnya disebut-sebut sebagai forum tandingan atas kebuntuan di G7 dan G20, serta pendekatan unilateral "America First" yang diusung Trump.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ancaman tarif tanpa pengecualian

Dalam pernyataan bersama yang dirilis Minggu sore waktu setempat, negara-negara BRICS mengingatkan bahwa kenaikan tarif global mengancam perdagangan dunia. Meski tak menyebut Trump secara eksplisit, kritik terhadap kebijakan tarif AS kuat membias pada dokumen akhir.

Beberapa jam berselang, Trump mengeluarkan pernyataan keras di platform Truth Social. "Setiap negara yang mendukung kebijakan anti-Amerika dari BRICS akan dikenakan TARIF TAMBAHAN SEBESAR 10%. Tidak ada pengecualian. Terima kasih atas perhatian Anda!"

Dia tidak menjelaskan maksudnya mengenai "kebijakan anti-Amerika" yang dia tuduhkan. Pemerintahannya sendiri sedang berpacu menyelesaikan berbagai kesepakatan dagang sebelum tenggat 9 Juli, hari dimulainya tarif "balasan" yang lebih besar.

BRICS berekspansi di tengah ketegangan global

Dari tadinya cuma Brasil, Rusia, India, dan Cina pada KTT pertama tahun 2009, keanggotaan BRICS telah berkembang dengan tambahan Afrika Selatan, dan kini juga mencakup Mesir, Etiopia, Indonesia, Iran, dan Uni Emirat Arab.

Adapun Arab Saudi masih belum meresmikan keanggotaan, sementara sekitar 30 negara lain menyatakan sudah minat untuk bergabung, baik sebagai anggota penuh maupun mitra.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia, Airlangga Hartarto, hadir di Brasil untuk KTT BRICS, dan menurut seorang pejabat kementerian kepada Reuters, dijadwalkan terbang ke AS pada Senin (7/7) untuk mengurus negosiasi tarif.

Menurut Presiden Brasil Luiz Incio Lula da Silva, BRICS adalah "pewaris" alami Gerakan Non-Blok era Perang Dingin, kata dia dalam pidato pembukaan.

"BRICS adalah penerus Gerakan Non-Blok," kata Lula. "Ketika multilateralisme diserang, otonomi kita kembali dipertaruhkan."

Absennya dua tokoh utama

KTT dua hari ini sedikit meredup oleh absennya dua pemimpin BRICS, yakni Presiden China Xi Jinping, yang untuk pertama kalinya absen sejak menjabat pada 2012, dan Presiden Rusia Vladimir Putin yang hanya hadir secara virtual karena masih dibayangi surat penangkapan internasional terkait invasi Ukraina.

Di antara sejumlah kepala negara yang hadir adalah Perdana Menteri India Narendra Modi, Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa. Pertemuan berlangsung di Museum Seni Modern Rio pada Minggu dan Senin.

Presiden Iran Masoud Pezeshkian batal hadir akibat eskalasi konflik dengan Israel, dan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Abbas Araghchi. Dalam pidatonya, Araghchi mengajak seluruh anggota untuk mengecam keras Israel. Menurutnya, dampak perang di Timur Tengah "tidak akan terbatas pada satu negara saja".

Kritik terhadap tarif dan perang

Dalam pernyataan bersama, BRICS mengutuk kenaikan tarif perdagangan global dan serangan terhadap Iran, tanpa secara eksplisit menyebut Presiden AS Donald Trump. Pernyataan bersama kelompok ini, yang juga mengkritik aksi militer Israel di Timur Tengah, secara mencolok juga tidak menyasar Rusia sebagai anggota, dan hanya menyebut konflik Ukraina satu kali.

BRICS menyatakan dukungan atas keanggotaan penuh Etiopia dan Iran di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan mendesak pemulihan segera atas mekanisme penyelesaian sengketa perdagangan WTO.

Dalam sindiran terselubung terhadap AS, deklarasi BRICS mengungkapkan "keprihatinan serius" atas lonjakan tarif perdagangan global yang dinilai "tidak sejalan dengan aturan WTO". Pembatasan tersebut dianggap mengancam perdagangan internasional, mengganggu rantai pasok global, dan menciptakan ketidakpastian.

Presiden Brasil Luiz Incio Lula da Silva, tuan rumah KTT, juga mengkritik keputusan NATO menaikkan anggaran pertahanan hingga 5% PDB pada 2035. Kritik ini kemudian dimasukkan dalam deklarasi resmi.

"Selalu lebih mudah berinvestasi untuk perang dibanding perdamaian," ujar Lula dalam pidato pembukaan.

Upaya hindari sanksi

Meski Lula lantang menyerukan reformasi lembaga global yang didominasi Barat, Brasil tetap memilih jalur moderat untuk menghindari risiko ekonomi.

Trump sebelumnya sempat mengancam akan mengenakan tarif 100% jika BRICS mencoba melemahkan dominasi dolar. Usulan ini didorong Rusia sejak tahun lalu, demi membangun sistem pembayaran alternatif guna menghindari sanksi Barat pascainvasi Ukraina.

Menurut Prof. Ana Garcia dari Universitas Federal Pedesaan Rio de Janeiro, Brasil sengaja mengarahkan KTT kali ini ke isu-isu yang tidak kontroversial seperti kerja sama perdagangan dan kesehatan global.

"Brasil ingin menghindari kerusakan dan tidak menarik perhatian pemerintahan Trump demi menjaga stabilitas ekonomi nasional," kata Garcia.

Inisiatif Baru: jaminan multilateral dan etika AI

Negara-negara anggota mendukung inisiatif BRICS Multilateral Guarantees yang akan dijalankan melalui New Development Bank. Tujuannya adalah menurunkan biaya pembiayaan dan memperbesar investasi di negara anggota.

Dalam pernyataan terpisah terkait kecerdasan buatan (AI), para pemimpin menyerukan perlindungan terhadap penyalahgunaan AI, pembatasan pengumpulan data yang berlebihan, dan mekanisme pembayaran yang adil bagi penyedia data.

Isu iklim dan peran Brasil

Menjelang COP29 PBB yang juga akan digelar di Brasil, Lula memanfaatkan momentum KTT BRICS untuk menunjukkan komitmen negara-negara berkembang terhadap perubahan iklim. Trump, sebaliknya, dikabarkan memperlambat inisiatif iklim AS.

Sumber Reuters menyebut bahwa Cina dan UEA menyatakan niat untuk berinvestasi dalam Tropical Forests Forever Facility, skema Brasil untuk konservasi hutan hujan global yang terancam punah.

Editor: Hendra Pasuhuk

Simak juga Video: RI Targetkan Negara BRICS Jadi Pasar Dagang Baru

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial