Testimoni Tentang Integritas Kombes Yoedhoro, 22 Tahun Pilih Mengajar di Akpol

4 hours ago 4

Jakarta -

Kombes Yoedhoro Anandoko disebut sebagai sosok yang menjaga integritas sebagai polisi. Perwira menengah Polri ini mengabdi selama 22 tahun sebagai pengajar di Akademi Kepolisian (Akpol), Semarang, Jawa Tengah (Jateng).

Yoedhoro diusulkan sebagai kandidat Hoegeng Awards 2025 oleh pembaca detikcom Alma Nurmayanti melalui formulir usulan di tautan ini. Alma mengatakan Yoedhoro sosok yang berintegritas.

"Polisi berintegritas," tulis Alma seperti dikutip detikcom di formulir digital pada Selasa (20/3/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pembaca detikcom lainnya, Ardi, menyebut Yoedhoro dikenal mendidik dan menghukum para taruna Akpol tanpa pandang bulu. Taruna yang orang tuanya jenderal pun tetap dihukum jika melakukan kesalahan.

"Dia nggak lihat anak siapa. Orangnya keras," ucap Ardi.

Dihubungi terpisah Yoedhoro menjelaskan pengabdiannya selama 22 tahun di Lembaga Pendidikan dan Latihan (Lemdiklat) Polri, khususnya di Akpol, adalah pilihannya untuk menjaga nama baik institusi. Dia mengaku sikapnya memang keras pada hal yang bersifat pelanggaran atau kesalahan.

"Yang jelas di sini (Akpol) pun orang akan bilang saya seperti katak dalam tempurung di Lemdik, tidak berkembang dan lainnya. Saya PTIK pun berangkat dari Akpol, dan setelah lulus, saya pulang ke Akpol lagi," ucap Yoedhoro.

"Saya pernah berucap kalau lulus PTIK, nggak balik Akpol, saya lebih baik keluar (dari Polri). Saking saya nggak mau di wilayah (polda atau polres), saya mau di Lemdik saja," sambung alumnus Akpol 1996 ini.

Yoedhoro merasa sifatnya yang 'kaku' dan gampang marah terhadap pelanggaran baik yang dilakukan masyarakat dan anggota, akan menjadi kendala ketika dia berdinas di wilayah. Dia pun menekankan dengan menjadi pengajar di Akpol, bukan berarti pekerjaan dan tanggung jawabnya mudah.

"Saya kalau melihat hal yang nggak sesuai, saya maunya langsung mengungkapkan. Seperti kaya kemarin ada masalah penyerapan anggaran, yang menurut saya nggak sesuai, itu saya gampang marah," ujar dia.

Yoedhoro mengatakan ia juga tak merasa harus berkompetisi untuk mendapatkan promosi jabatan atau kenaikan pangkat. Oleh sebab itu dia nyaman dengan keseharian sebagai pengajar taruna di Akpol, dan menurutnya sifat kerasnya cocok untuk mendidik dan membentuk mental para taruna.

"Saya walaupun di Lemdiklat, bukan berarti makan gaji buta. Semua penugasan pasti dilakukan dengan maksimal dan tidak menghindar.
Kalau sekarang saya di wilayah, nanti merugikan institusi (bila muncul citra polisi pemarah), walaupun di Akpol juga saya mungkin lebih temperamen sama taruna," jelas dosen kepolisian madya tingkat III Akpol ini.

"Taruna saya perlakukan sama, walaupun anak jenderal, anak teman. Ya pasti ada rasa nggak enak, tapi (nilainya) nggak kita katrol-katrol. Kalau anaknya nggak lolos, yasudah, walaupun kita dimusuhi. Ini lembaga pendidikan, benteng terakhirnya Polri," lanjut dia.

Yoedhoro kembali menjelaskan mengajar adalah hal yang membuatnya nyaman. Karena selain mendapat gaji, dia juga mendapat honor mengajar.

"Gaji dan honor mengajar menurut saya cukup kalau kita bersyukur. Di situ saya menyadari hikmah ikut PTIK karena bisa mengajar," tutur dia.

Dalam dunia mengajar, Yoedhoro lebih mendalami pembinaan jasmani (binjas).

Yoedhoro lalu berbagi cerita soal pengalaman kariernya sepanjang 31 tahun menjadi perwira Polri. Capaian pangkat komisaris besar (kombes) tak pernah dia kejar, meski dia pernah mencoba seleksi sekolah kepemimpinan dan gagal.

"Sespimmen saya udah lewat, waktu Kapolrinya Pak Idham Azis datang ke Akpol, saya dipanggil, diminta sekolah. Saya sudah bilang umur saya sudah lewat kalau berdasarkan aturan," cerita Yoedhoro.

"Akhirnya saya diikutkan Diklatpim II, setara sespimmen. Tetap syukur, Allah punya rencana lain. Saya jadi AKBP senang banget. Nggak terpikir sampai kombes, gini-gini sajalah," kata Yoedhoro.

Yoedhoro percaya kesempatan sekolah yang didapatnya meski usia telah lewat, adalah buah dari rasa pasrah pada Tuhan, dan prinsip tak makan uang haram.

"Kuncinya kita kalau kepingin hasil yang baik, cara kita cari makan juga dengan cara yang baik. Dunia ini adalah penjara bagi orang-orang yang taat. Saya masih tetap marah-marah, galak-galak, tapi prinsip sekali saya tidak mau makan uang haram, kita harus totalitas," tegas dia.

Saksikan Live DetikSore:

(aud/knv)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial