Harta bejibun mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar terbongkar di sidang. Zarof didakwa menerima Rp 915 miliar dan 51 Kg emas selama 10 tahun menjadi makelar kasus di MA.
Zarof Ricar sebenarnya ditangkap Kejagung terkait kasus suap hakim demi vonis bebas Gregorius Ronald Tannur. Penyidik Kejagung lalu menemukan barang bukti uang tunai ratusan miliar rupiah saat menggeledah rumah Zarof Ricar.
Penyidikan pun berkembang hingga Zarof didakwa menerima gratifikasi ratusan miliar rupiah. Jaksa menyebut gratifikasi itu diterima Zarof Ricar selama menjadi pejabat di MA sejak 2012 hingga Februari 2022 atau sekitar 10 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menerima gratifikasi, yaitu menerima uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan Rp 915 miliar dan emas logam mulia sebanyak 51 kg dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan baik di tingkat pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali," kata jaksa dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).
Selama bekerja di MA, Zarof pernah menjabat sebagai Direktur Pranata dan Tata Laksana Perkara Pidana Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung atau eselon II a periode 30 Agustus 2006 sampai 1 September 2014. Jabatan Zarof meningkat di Oktober 2014 hingga Juli 2017.
Dia menjabat sebagai Sekretaris Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI eselon II a. Zarof Ricar kemudian menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan hukum dan peradilan Mahkamah Agung eselon I a periode Agustus 2017 sampai 1 Februari 2022.
"Bahwa dalam jabatan terdakwa tersebut maka memudahkan terdakwa untuk memiliki akses untuk bertemu dan mengenal ke berbagai lingkup pejabat hakim agung di lingkungan Mahkamah Agung termasuk ketika terdakwa menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung di mana terdakwa juga selaku Widyaiswara yang mengajar di lingkungan hakim sehingga terdakwa memiliki akses untuk bertemu dan mengenal dengan kalangan hakim di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun Mahkamah Agung," ujar jaksa.
Dalam perkara ini, jaksa mendakwa Zarof Ricar melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Harta Tak Sesuai Penghasilan Pegawai MA
Foto: Sidang Zarof Ricar (Yogi/detikcom)
"Terhadap penerimaan gratifikasi oleh terdakwa berupa uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp 915.000.000.000 dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 Kg tersebut tidak sesuai dengan profil penghasilan terdakwa selaku pegawai pada Mahkamah Agung RI," kata jaksa.
Jaksa mengatakan Zarof memang menyimpan harta yang diduga berasal dari gratifikasi itu di rumahnya. Jaksa mengatakan uang dan emas itu tak pernah dilaporkan ke KPK dalam tenggang waktu 30 hari sejak diterima.
"Atas penerimaan keseluruhan uang dan emas tersebut, terdakwa juga tidak melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang waktu 30 hari setelah penerimaan dan terdakwa tidak melaporkan adanya harta kekayaan berupa uang tunai dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan nilai total keseluruhan kurang lebih sebesar Rp 915.000.000.000 dan emas logam mulia sebanyak kurang lebih 51 kilogram tersebut ke dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara sebagaimana ditentukan dalam undang-undang," ucap jaksa.
Jaksa mendakwa Zarof Ricar melanggar ketentuan yang diatur dalam pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jaksa juga menguraikan uang dan emas yang ditemukan di rumah Zarof itu, antara lain:
- Uang pecahan SGD 1.000 sebanyak 71.077 lembar dengan jumlah total SGD 71.077.000
- Uang pecahan Rp 100 ribu sebanyak 54.725 lembar dengan jumlah Rp 5.472.500.000 dan uang pecahan Rp 50 ribu sebanyak 4 ribu lembar dengan jumlah Rp 200.000.000 sehingga total sebesar Rp 5.672.500.000
- Logam Mulia jenis Emas Fine Gold 999.9 kepingan 100 gram sebanyak 449 buah dan Logam Mulia jenis Emas Antam kepingan 100 gram sebanyak 20 buah sehingga total Logam Mulia seberat 46,9 kg, dan juga banyak lagi. Selengkapnya dapat disimak di sini.
Peran di Kasus Suap Vonis Bebas Ronald Tannur
Foto: Sidang Zarof Ricar (Yogi/detikcom)
Jaksa mengatakan Zarof awalnya dihubungi oleh pengacara Ronald Tannur, Lisa Rachmat, untuk membantu vonis Ronald di tingkat kasasi. Diketahui, jaksa mengajukan kasasi untuk melawan vonis bebas Ronald Tannur.
"Lisa Rachmat meminta kepada terdakwa untuk mempengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi tersebut agar menjatuhkan putusan Kasasi yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024," kata jaksa.
Ronald Tannur merupakan terdakwa kasus penganiayaan berujung tewasnya kekasihnya bernama Dini Sera Afrianti. Hakim Pengadilan Negeri Surabaya membebaskan Ronald Tannur.
Setelah diusut, vonis bebas itu diduga didapat karena suap kepada tiga majelis hakim, yakni Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo. Ketiganya kini sedang diadili karena menerima suap.
Jaksa menyebut kubu Ronald Tannur kemudian melakukan persiapan agar vonis bebas juga bisa didapat pada tingkat kasasi. Lisa pun disebut menjanjikan Rp 6 miliar jika Zarof bisa membantu mengurus perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Jaksa mengatakan Zarof dijanjikan Rp 1 miliar. Sisanya disebut akan diberikan kepada majelis hakim agung yang mengadili kasus Ronald Tannur.
"Kemudian sebagai upaya untuk mempengaruhi hakim yang mengadili perkara kasasi sesuai keinginan Lisa Rachmat maka Lisa Rachmat akan memberikan uang sebesar Rp 6.000.000.000 dengan pembagian Rp 5.000.000.000 untuk majelis hakim kasasi sedangkan Rp 1.000.000.000 untuk terdakwa Zarof Ricar di mana atas penyampaian tersebut maka terdakwa Zarof Ricar menyetujui," kata jaksa.
Jaksa mengatakan Zarof bergerilya untuk mengamankan putusan kasasi Ronald Tannur. Dia bertemu dengan ketua majelis hakim kasasi kasus Ronald Tannur, Soesilo.
Hakim Agung Soesilo disebut mengaku akan melihat dulu perkara Ronald Tannur. Dalam pertemuan itu, kata jaksa, Zarof juga melakukan swafoto dengan hakim Soesilo dan mengirimkan foto tersebut ke Lisa Rachmat sebagai tanda upaya pengkondisian vonis kasasi Ronald Tannur telah dimulai.
Lisa Rachmat lalu menyerahkan uang Rp 2,5 miliar kepada Zarof pada 2 Oktober 2024 untuk biaya pengurusan tingkat kasasi. Jaksa menyebut Zarof secara aktif memberikan informasi mengenai proses kasasi Ronald Tannur kepada Lisa pada 8 Oktober 2024.
"Bahwa terdakwa juga secara aktif memberikan informasi kepada Lisa Rachmat, di antaranya melalui pesan Whatsapp tanggal 8 Oktober 2024 kepada Lisa Rachmat dengan kalimat 'tugas sudah dilaksanakan, semua sudah saya datangi, terima kasih'," ujar jaksa.
"Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 2024 Lisa Rachmat menyerahkan uang dalam bentuk pecahan mata uang dollar Singapura dengan nilai sebesar Rp 2.500.000.000 untuk biaya pengurusan perkara kasasi Gregorius Ronald Tannur kepada terdakwa di rumah terdakwa," ungkap jaksa.
Jaksa mengatakan Zarof Ricar menerima total Rp 5 miliar dalam pecahan mata uang dolar Singapura untuk membantu mengurus vonis kasasi Ronald Tannur. Majelis hakim tingkat kasasi lalu menjatuhkan vonis 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur pada sidang yang digelar 22 Oktober 2024. Jaksa menyebut hakim Soesilo yang pernah ditemui Zarof mengambil pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan tersebut.
"Bahwa pada tanggal 22 Oktober 2024 Majelis Hakim Kasasi yang terdiri dari Soesilo (Ketua), Ainal Mardhiah (anggota I) dan Sutarjo (anggota II) menjatuhkan putusan kasasi Gregorius Ronald Tannur di mana terhadap putusan tersebut terdapat perbedaan pendapat oleh hakim Soesilo yang pada pokoknya menyatakan Gregorius Ronald Tannur tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan oleh penuntut umum," ujar jaksa.
Zarof Ricar didakwa dengan pasal Pasal 6 ayat (1) huruf a juncto pasal 15 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Ibu dan Pengacara Ronald Tannur Didakwa Suap Hakim
Ibu Ronald Tannur (Foto: Ari Saputra/detikcom)
"Telah melakukan atau turut serta melakukan dengan Lisa Rachmat, memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim yaitu memberi uang tunai keseluruhan sebesar Rp 1.000.000.000 dan SGD 308.000 (sekitar Rp 3,6 miliar)," kata jaksa dalam sidang dakwaan Meirizka di PN Tipikor Jakarta, Senin (10/2).
Suap itu diberikan Meirizka melalui Lisa. Uang suap tersebut lalu diserahkan kepada tiga hakim majelis kasus Ronald Tannur di PN Surabaya, mulai dari Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.
Ronald Tannur merupakan terdakwa kasus penganiayaan berujung tewasnya Dini Sera Afrianti. Dia lalu divonis bebas oleh PN Surabaya. Vonis bebas itu rupanya didapat karena suap dari Meirizka Widjaja.
Erintuah Damanik disebut mendapatkan SGD 38 ribu, Mangapul menerima SGD 36 ribu SGD dan hakim Heru Hanindyo mendapatkan SGD 36 ribu. Sisa SGD 30 ribu kemudian disimpan oleh hakim Erintuah Damanik.
Meirizka melalui Lisa Rachmat juga memberikan SGD 48 ribu kepada Erintuah Damanik. Erintuah merupakan ketua majelis hakim yang mengadili kasus penganiayaan Ronald Tannur di PN Surabaya.
"Uang tunai SGD 48 ribu dari terdakwa Meirizka Widjaja melalui Lisa Rachmat kepada Erintuah Damanik dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan padanya untuk diadili, yaitu supaya majelis hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan memutus perkara pidana Gregorius Ronald Tannur menjatuhkan putusan bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum," ujar jaksa.
Jaksa mendakwa mereka melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Meirizka juga didakwa Pasal 5 ayat 1 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(haf/haf)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu