Jakarta -
Roy Suryo angkat bicara terkait pemeriksaannya dalam kasus tudingan ijazah palsu Joko Widodo (Jokowi) di Polda Metro Jaya. Dia mengaku menerima 24 pertanyaan dari penyidik.
"Nah, jadi, klarifikasi saya tadi, alhamdulillah berjalan cukup lancar. Nah, saya sendiri tadi, ya, sudah sampai pertanyaan ke-24, ya, gitu, dan sudah sampai ke pertanyaan-pertanyaan yang lebih banyak soal identitas tadi," kata Roy Suryo, kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (15/5/2025).
Roy Suryo mengatakan menerima undangan klarifikasi pada 26 Maret 2025. Dia mengatakan hanya menjawab apa yang menjadi materi penyidikan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, ketika ada pertanyaan lain, ya, saya keberatan untuk jawab. Itu hak loh ya, hak warga negara, sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, itu hak untuk kita menyampaikan apakah undangan atau pertanyaan itu sesuai nggak," jelasnya.
Dia mengaku, ketika diberi pertanyaannya tidak sesuai dengan surat undangan, dia pun menyampaikan keberatan. Roy Suryo juga mempertanyakan terkait undangan tersebut tidak ada terlapornya.
"Padahal kan sudah disebut, di mana-mana sudah ember, tuh, ya, lawyer-nya mengatakan terlapornya adalah ini, ini, ini. Tapi dalam surat itu nggak ada. Jadi, kalau dalam surat itu nggak ada, ya kita nggak wajib gitu, melakukan klarifikasi. Pelapornya ada. Pasal-pasalnya banyak banget, gitu. Tapi terlapornya nggak ada," tuturnya.
Menurutnya, terlapor dalam suatu laporan penting, sehingga dia memperingatkan agar jangan asal berkenan dimintai keterangan.
"Saudara, kita sampai dengan tiga tahap, kita nggak wajib memberikan, karena bisa jadi kita nanti nggak diakui keterangan kita, karena itu, Saudara. Apalagi yang terlapor itu misalnya kita sendiri, ya," imbuhnya.
"Jadi kita nggak usah ngasih jawaban, karena kita berhak untuk diam, berhak untuk tidak memberikan keterangan, kalau memang itu tidak tertulis. Jadi, terlapornya tidak ada. Ini penting banget, ya, terlapornya ada," lanjutnya.
Dia juga menyinggung tentang pasal Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE) dalam pelaporan itu. Dia mengingatkan jangan sampai memaksa menjalankan hukum yang tidak semestinya.
"Jangan sembarangan menggunakan pasal untuk memidanakan orang, ya. Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik dibuat dengan niat baik, agar Indonesia itu terlepas dari, dikucilkan ke dunia internasional, karena kita tidak memiliki undang-undang dalam bidang e-commerce. Jadi pasal-pasal itu adalah misalnya, untuk 32 dan 35, itu misalnya untuk seseorang ngirim bukti transfer, tapi bukti transfernya direkayasa, Rp 1 juta dijadikan Rp 10 juta. Jangan sampai orang itu kemudian dipaksa untuk menjalankan hukum yang tidak pada semestinya," terangnya.
Diketahui, Polda Metro Jaya masih menyelidiki laporan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) soal tudingan ijazah palsu. Hari ini penyidik meminta klarifikasi dari Roy Suryo (RS).
Simak juga Video 'Megawati soal Kisruh Ijazah Palsu: Kok Susah Amat, Kalau Ada Kasih Saja':
(rdh/zap)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini