Jakarta -
Anggota DPR RI yang juga Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyoroti tingginya angka pengangguran di Indonesia yang kian mengkhawatirkan. Dia pun mendesak para menteri ekonomi di kabinet untuk segera mengambil langkah konkret dalam menangani persoalan ini.
Bamsoet menyebut ketidakseriusan dalam menanggapi masalah ini dapat menciptakan krisis sosial ekonomi yang lebih dalam, terutama karena mayoritas pengangguran berasal dari kelompok usia produktif.
"Sudah sepatutnya para menteri ekonomi untuk tidak lagi bersikap reaktif, tetapi proaktif dan segera berkoordinasi dalam merancang program-program solutif yang dapat menahan laju peningkatan pengangguran. Negara tidak bisa pasif ketika angkatan kerja baru terus bermunculan setiap tahun," tegas Bamsoet dalam keterangannya, Sabtu (10/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini membeberkan data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025. Jumlah ini melonjak dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Padahal di sisi lain, Dana Moneter Internasional (IMF) dalam World Economic Outlook 2025 menyebutkan tingkat pengangguran Indonesia menurun dari 5,2% menjadi 5%. Fakta ini memperlihatkan adanya ketimpangan antara pertumbuhan ekonomi makro dan kondisi riil masyarakat pekerja.
"Setiap tahun kita menghadapi penambahan sekitar 3,3 juta calon tenaga kerja baru. Total angkatan kerja kita saat ini sudah menembus 149 juta orang. Jika tidak ada kebijakan yang berpihak pada penyerapan tenaga kerja, terutama dari sektor informal dan UMKM, ledakan pengangguran hanya tinggal menunggu waktu," kata Bamsoet.
Ketua MPR ke-15 ini menekankan penciptaan lapangan kerja tidak harus menunggu datangnya investasi besar yang realisasinya kerap terhambat oleh berbagai prosedur birokrasi. Sebaliknya, kata dia, pemerintah bisa memulihkan daya tahan ekonomi nasional dengan memperkuat sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terbukti tangguh dalam situasi krisis.
"UMKM kita pernah menjadi tulang punggung ekonomi nasional, terutama saat krisis ekonomi melanda. Mereka menyerap puluhan juta tenaga kerja. Maka langkah realistis saat ini adalah menghidupkan kembali produktivitas UMKM, bukan hanya menaruh harapan pada investasi asing," urai Bamsoet.
Bamsoet juga mengkritisi kebijakan perdagangan yang dinilainya justru menekan UMKM. Ia mencontohkan praktik dumping produk impor murah yang telah menghancurkan pasar bagi pelaku UMKM domestik. Tanpa perlindungan yang jelas, UMKM akan sulit bersaing dan terancam bangkrut.
"Ketika UMKM gulung tikar akibat dihantam produk dumping, otomatis akan terjadi pemutusan hubungan kerja. Itu sebabnya kita tidak bisa membiarkan pasar dalam negeri dibanjiri produk asing murah yang tidak sebanding dengan biaya produksi lokal," jelasnya.
Dia menambahkan suara kegelisahan masyarakat sudah terlalu jelas untuk diabaikan. Fakta-fakta di lapangan harus dijadikan bahan introspeksi serius oleh para pengambil kebijakan, bukan hanya menjadi statistik dalam laporan tahunan.
"Ini saatnya para menteri ekonomi duduk bersama dan bertindak cepat. Kita tidak bisa terus menunggu, apalagi saat ancaman pengangguran mulai menyentuh lapisan masyarakat paling rentan. Waktunya berpihak pada sektor yang nyata-nyata mampu menghidupi rakyat," pungkas Bamsoet.
(akn/ega)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini