Jakarta -
Bulan Ramadan adalah bulan yang suci. Menurut Rasullullah di bulan tersebut pintu neraka ditutup, setan dibelenggu, pahala akan dilipatgandakan, doa orang yang berpuasa mustajab (lekas terkabul) dan banyak hal-hal baik lainnya.
Oleh karenanya, demi menjaga kesucian bulan Ramadan banyak umat Islam yang rela menutup usaha rumah makannya di siang hari dan mulai membukanya menjelang azan magrib. Begitu juga lembaga penyiaran (televisi dan radio) diharapkan bisa juga menjaga kesucian Ramadan dengan mensyiarkan siaran-siaran yang baik dan berkualitas.
Namun, berdasarkan hasil pantauan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat di tahun 2023 masih menemukan potensi-potensi pelanggaran tentang norma kesopanan dan kesusilaan, iklan yang menampilkan produk rokok, unsur seksualitas, hingga tayangan yang tidak ramah bagi anak-anak dan remaja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian tahun 2024, KPI Pusat bersama dengan Bidang Informasi dan Komunikasi Majelis Ulama Indonesia (Infokom MUI) melakukan pemantauan siaran di bulan Ramadan. Hasilnya, ditemukan tiga (3) stasiun televisi yang masih menayangkan konten program diduga tentang celaan fisik (body shaming), kekerasan, ketidakpatutan, dan potensi eksploitasi terhadap anak-anak dan remaja.
Ramadan tahun 2025, penulis berharap tidak ada lagi pelanggaran di lembaga penyiaran seperti yang telah tertulis di atas. Sebab, tayangan-tayangan yang negatif berpotensi akan mempengaruhi kualitas ibadah di Bulan suci Ramadan. Mengapa demikian? Karena Marshall McLuhan dalam teori teknologi media mengatakan media dapat memengaruhi pemikiran, keyakinan, dan perilaku masyarakat.
Lima belas imbauan KPI
Oleh karena besarnya pengaruh lembaga penyiaran tersebut KPI berupaya melakukan pencegahan dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) KPI Nomor 01 Tahun 2025 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan.
Dalam SE tersebut, KPI Menekankan bahwa pertama Lembaga Penyiaran diimbau lebih cermat mematuhi ketentuan-ketentuan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS) dalam setiap program yang disiarkan.
Kedua, lembaga penyiaran wajib menghormati perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan serta lebih berhati-hati dalam menyajikan muatan yang berisi perbedaan pandangan/paham agama dan politik tertentu dengan menghadirkan narasumber yang kompeten dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak menimbulkan perdebatan atau kegaduhan di masyarakat.
Ketiga, wajib memperhatikan norma kesopanan dan kesusilaan serta wajib memperhatikan dan melindungi kepentingan anak-anak dan/atau remaja dalam rangka penghormatan nilai-nilai bulan suci Ramadan. Keempat, Menambah durasi dan frekuensi program siaran bermuatan dakwah selama bulan Ramadan.
Kelima, program siaran wajib menghormati hak privasi dalam kehidupan pribadi objek siaran dengan tidak mengeksploitasi konflik dan/atau privasi seseorang serta tidak menampilkan muatan yang melecehkan orang dan/atau kelompok masyarakat tertentu.
Keenam, tidak menampilkan dan mengeksploitasi pengonsumsian makanan dan/atau minuman secara berlebihan (close up atau detail) yang dapat mengurangi kekhusyukan berpuasa. Ketujuh, Memperhatikan kepatutan busana yang dikenakan oleh presenter, host, dan/atau pendukung/pengisi acara agar sesuai dengan nilainilai bulan suci Ramadan.
Kedelapan, Tidak menampilkan muatan bincang-bincang seks, gerakan tubuh dan/atau tarian yang berasosiasi erotis, sensual, cabul, baik secara perseorangan maupun bersama orang lain serta tidak melakukan adegan berpelukan/bergendongan/bermesraan dengan lawan jenis pada seluruh program acara, baik yang disiarkan secara live (langsung) maupun taping (rekaman); Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik yang diterbitkan oleh Balai Sertifikasi Elektronik (BSrE), BSSN.
Kesembilan, dilarang menayangkan dan/atau menampilkan muatan yang mempromosikan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Kesepuluh, dilarang menampilkan muatan mistik, horor, dan supranatural yang menimbulkan ketakutan dan kengerian khalayak.
Kesebelas, dilarang menampilkan materi yang mengganggu perkembangan kesehatan fisik dan psikis remaja, seperti ungkapan kasar dan makian, seks bebas, gaya hidup konsumtif, hedonistik, praktik hipnotis atau sejenisnya.
Kedua belas, Mengutamakan penggunaan pendakwah/dai/daiyah yang kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilainilai Pancasila dan ke-Indonesia-an.
Ketiga belas, Menayangkan/menyiarkan azan magrib sebagai tanda berbuka puasa dan menghormati waktu-waktu penting selama bulan Ramadan seperti waktu sahur, imsak, dan azan subuh sesuai waktu di wilayah layanan siaran masing-masing.
Keempat belas, Azan sebagai tanda waktu salat dilarang disisipi dan/atau ditempeli (built in) iklan atau dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu. Dan terakhir, lembaga penyiaran wajib memperhatikan kepatutan dan kepantasan dalam penayangan program siaran pada hari Raya Idul Fitri agar selaras dengan nilai-nilai agama.
Jika imbauan KPI tersebut tidak dipatuhi, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tentang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS), KPI akan memberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis; penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu; pembatasan durasi dan waktu siaran; denda administratif; hingga pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu.
Penulis berharap lembaga penyiaran dapat mematuhinya. Karena KPI akan memberikan apresiasi kepada lembaga penyiaran melalui program unggulannya Anugerah Syiar Ramadan. KPI akan menginformasikan dan merekomendasikan kepada masyarakat bahwa program-program tersebut berkualitas dan layak untuk ditonton di bulan suci Ramadan.
Mimah Susanti. Komisioner KPI Pusat Periode 2019-2022 dan 2022-2025 serta Pengurus Pusat Fatayat NU Periode 2022-2027.
(rdp/rdp)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu